14. Penggangu

5.2K 601 40
                                    

"Cewek! Godain dong!"

Rere berhenti melangkah dan menoleh saat mendengar suara familiar. Sejenak ia terkejut, tapi kemudian ia tersenyum. Rere menghampiri Dera yang berdiri tidak jauh darinya.

"Mas Dera ngapain ke sini?" tanya Rere.

"Eh? Udah gak ngehindar nih?" Rere meringis karena lupa jika akhir-akhir ini ia menghindar dari Dera setelah mendapat wejangan dari Anis kalau Dera harus dijauhi layaknya virus mematikan. Bahkan Anis menyuruhnya berhenti bekerja dari showroom mobil.

Dera tersenyum geli melihat Rere yang salah tingkah. Mereka baru bertemu setelah dua bulan. Karena setelah Rere berhenti bekerja, wanita itu juga tidak pernah lagi membalas pesannya dan mengabaikan panggilannya.

"Gue nemenin Dista kontrol."

Rere manggut-manggut. "Dista mana?"

"Ke toilet. Lo sendiri ngapain ke sini? Gak mungkin kan temenin Via?" Dera tertawa saat Rere terkikik. Tentu saja Rere tidak akan menemani Via. Kakak iparnya itu benar-benar sensi padanya.

"Aku mau jenguk Mbak Laras."

"Laras kenapa?"

"Tifus. Jadinya harus dirawat." Lalu percakapan mereka diinterupsi oleh sosok wanita yang sama mungilnya dengan Rere.

Rere tersenyum ramah menyapa Dista yang di balas dengan senyum kikuk.

"Udah beres?" Dista mengangguk pelan menjawab pertanyaan Dera.

"Udah berapa bulan?" tanya Rere melihat perut Dista yang menyembul keluar.

"Enam bulan." Rere manggut-manggut.

"Kalian berdua ke sini?" tanya Rere.

"Iyalah Re. Siapa lagi? Bapaknya entah kemana?" ujar Dera bercanda. Dista hanya tersenyum kikuk.

"Ya udah aku duluan yah. Mau jengukin Mbak Laras."

"Eh tunggu!" Dera menahan tangan Rere lalu menatap Dista.

"Nanti aja ya pulangnya. Kita jenguk Laras dulu." Dera berbicara pada Dista yang hanya mengangguk. Lalu mereka berjalan menuju ruang inap Laras.

"Lo naik apa ke sini, Re?" tanya Dera sembari mereka berjalan.

"Naik taksi Mas."

"Sekarang lo kerja di mana? Kenapa berhenti kerja di tempatnya Mas Anis? Gara-gara Via ya?" Rere tersenyum lalu menggeleng.

"Capek aja kerja di sana Mas. Gak ada skill kerja di sana. Sekarang aku lagi bantuin Mbak Annisa di toko kuenya." Dera manggut-manggut. Dista hanya diam mengekor di belakang mereka.

Lalu mereka pun tiba di ruang inap Laras.

"Randa!" sapa Dera memeluk Randa. Rere yang melihat itu sontak buang pandangan. Walau Randa dan Dera hanyalah teman, tapi ada rasa tidak rela melihat Dera sangat dekat dengan seorang wanita.

"Apa sih?" Randa meninju pelan bahu Dera lalu tertawa. Matanya tertuju pada Dista yang berada di sebelah Dera.

"Siapa?" Dera menatap Dista lebih dulu lalu menatap Randa.

"Bini gue," jawab Dera di sertai cekikikan. Randa menatap tidak percaya Dera.

"Itu istri kakaknya. Jangan mau lo dibo'ongin Dera!" seru Laras yang mendengar percakapan mereka. Laras tertatih keluar dari kamar mandi. Rere yang melihat itu menghampiri dan membantu Laras berjalan ke brankar.

"Hai Dis!" sapa Laras agak kikuk karena tidak terlalu mengenal Dista. Dista hanya mengangguk kikuk.

"Maaf gak bawa apa-apa. Tiba-tiba tadi ketemu Rere di bawah dan baru tau kalau Kak Laras di rawat di sini," ujar Dista tidak enak.

Love Makes SadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang