18. Terluka

5.9K 564 25
                                    

Laras membalas senyuman sekretaris Andra yang menyambutnya di depan ruangan Andra. Di tangannya ada paper bag berisi rantang untuk makan siang yang di buatnya untuk Andra. Belum selesai libur dari pekerjaannya membuatnya menginginkan membawa makan siang untuk Andra tanpa memberitahu kekasihnya terlebih dahulu.

"Mbak Laras bisa tunggu sebentar. Pak Andra ada tamu," ujar Gio. Sama sekali ia belum tau jika Laras sudah menjadi kekasih Andra. Ia hanya mengira jika Laras mengantar makan siang, seperti yang di lakukan Laras sebelum-sebelumnya.

Laras pun duduk di sofa yang tersedia di sana. Ia menaruh paper bag di bawah meja lalu memilih memainkan layar ponsel.

Pintu ruangan Andra terbuka. Refleks Laras berdiri, senyum yang tadi terkembang perlahan sirna saat melihat siapa yang keluar dari ruangan Andra.

Renata yang melihat ada Laras hanya menyunggingkan senyum sinis. Lalu di balik punggungnya ada Andra.

Sontak Andra terkejut menatap Laras. Ia hanya tersenyum kikuk melihat Laras yang menyunggingkan senyum paksa.

"Kok gak ngasih tau ke sini?" Andra menghampiri Laras.

"Ak..."

"Rara! Ayo! Aku udah laper nih." Renata menyela Laras. Tanpa rasa sungkan ia menggaet lengan Andra lalu menatap sinis Laras.

Laras menatap kedua orang di depannya. Seketika ia tidak tau menggambarkan perasaannya saat ini.

Terluka?

Mungkin satu kata itu yang mampu mewakili perasaannya saat ini.

Yang bisa ia lakukan hanya tersenyum paksa.

"Ya udah, aku balik dulu. Maaf datang di waktu yang gak tepat." Tanpa menunggu respon dari Andra. Laras melenggang pergi. Sama sekali ia tidak mendengar derap kaki mengejarnya atau suara yang memanggilnya. Sungguh, Laras mengharapkan dua hal itu.

Setelah masuk ke dalam lift. Laras menatap pantulan dirinya di pintu lift. Ia lupa membawa rantang yang di bawanya tadi. Laras memejamkan mata sejenak lalu membukanya dan menghela nafas panjang. Ponselnya berdering, dengan cepat ia merogoh tasnya.

Terpampang nama Andra di sana. Entahlah, Laras merasa bahagia dan sedih di waktu bersamaan. Laras bukan wanita yang mudah tersulut emosi, jadi ia menjawab panggilan Andra.

Di seberang sana terdengar Andra yang bicara dengan penuh penyesalan dan khawatir. Andra menyuruhnya untuk menunggu di lobi dan mereka akan makan siang bersama.

Sejenak Laras terdiam mendengar rentetan penjelasan agar ia tidak salah paham. Laras tersenyum sedih. Seharusnya tadi ia tidak kabur begitu saja. Seharusnya ia mendengarkan penjelasan Andra terlebih dahulu, ia merasa bersalah mendengar Andra di seberang sana yang bicara dengan nada frustasi.

"Iya." Hanya itu yang di ucapkan Laras lalu memutus panggilan. Dalam menjalin suatu hubungan yang paling penting adalah suatu kepercayaan. Laras selalu menanamkan kepercayaan pada Aldi dulu ketika mereka pacaran, begitupun sekarang dengan Andra. Ia percaya dengan Andra.

Beberapa menit menunggu, Laras melihat Andra menghampirinya diikuti Renata di belakangnya. Lalu ia memaksakan senyum ketika melihat Andra tersenyum sendu.

"Ya udah. Aku duluan!" Renata mencium pipi kanan dan pipi kiri Andra membuat empunya dan tentu Laras terkejut begitupun orang yang berlalu lalang di sekitar mereka. Kemudian Renata melengos pergi setelah melempar tatapan sinis pada Laras.

Andra mendesah berat, ia menggenggam pergelangan tangan Laras membuat kekasihnya itu sontak menatapnya.

"Mau makan dimana?"

Love Makes SadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang