22. Aku Percaya

5K 572 52
                                    

Andra mengetuk-ketukkan jarinya di kemudi dan beberapa kali melirik pintu keluar gedung yang menjadi tempat pernikahan klien Laras. Sejak dua minggu Laras selalu saja menghindar darinya. Andra kira Laras tidak akan marah padanya, tapi dugaannya salah. Karena marah versi Laras adalah diam.

Mendiamkan dirinya walau ia selalu menghubungi atau bahkan datang menemuinya. Ada saja alasan Laras yang mengatakan jika sedang sibuk dan mengatakan untuk bertemu di waktu lain saja. Begitu terus, hingga Andra berinisiatif sendiri akan memaksa Laras untuk kembali bicara padanya dan berhenti menghindarinya.

Ia tidak ingin hubungannya yang masih seumur jagung seperti ini.

Melihat Laras keluar bersama Randa dan beberapa karyawan lainnya, ia pun turun dari mobil. Mengambil langkah lebar agar tidak kehilangan jejak Laras.

"Laras!" Langkah Laras dan lainnya berhenti saat Andra memanggilnya. Laras ingin segera melengos pergi, tapi suara godaan dari beberapa karyawannya mengurungkan niatnya.

"Gak baik ngehindar terus," bisik Randa padanya. Mau tidak mau, Laras pun tidak menghindar. Ia menyunggingkan senyum pada Andra. Sungguh, ia merindukan pria yang terkadang membuatnya bahagia dan sedih dalam waktu bersamaan itu.

Setelah pamit pada semuanya, Andra menggandeng tangan Laras menuju ke mobilnya. Melakukan kebiasaannya yang Laras rindukan akhir-akhir ini. Membuka pintu mobil untuk Laras, melindungi kepala Laras saat masuk ke dalam mobil serta memasang sabuk pengaman untuk Laras.

"Kita pergi makan ya?" Laras hanya mengangguk menjawab pertanyaan Andra. Bukannya marah, tapi ia merasa canggung karena dua minggu ini menghindari Andra. Laras juga merasa tak enak pada Andra dan merasa bersalah.

Laras menghindari karena hanya ingin menenangkan pikirannya serta hatinya yang berkecamuk tentang kedekatan Andra dengan Renata. Sama sekali ia tak marah.

Sesampainya di tempat makan, mereka hanya diam sambil menunggu pesanan mereka. Sama sekali tidak ada yang ingin membuka obrolan.

Andra mendesah pelan, ia tidak memutuskan pandangannya dari Laras yang memilih menatap layar ponsel.

"Kamu gak kangen sama aku?" Pertanyaan Andra membuat jari-jari Laras yang sedang asyik mengetik balasan pesan Randa, mati rasa. Seluruh tubuhnya menegang. Perlahan ia menegakkan kepalanya membalas tatapan teduh Andra. "Aku kangen sama kamu."

Bibir Laras gemetar. Itu adalah kalimat yang sangat ingin ia dengarkan dari Andra. Semenjak menjalin hubungan, ia tidak pernah mendengarnya. Bahkan ia tidak pernah mendengar kata sayang dari Andra. Mereka selama ini belum pernah mengungkapkan rasa sayang satu sama lain.

Mengingat itu Laras merasa miris dengan hubungannya. Namun, ia tetap bahagia walau hanya kata rindu yang terlontar dari Andra.

"Aku... juga." Laras mengulum senyum. Kedua pipinya memerah. Andra pun tersenyum dan meraih kedua tangan Laras untuk di genggamnya.

"Jangan ngehindar lagi ya?" Mendengar itu, Laras meringis lalu mengangguk pelan.

"Kalau ada yang mau kamu sampaikan, kamu bilang aja. Kalau ada yang sifatku yang gak kamu suka, kamu bilang aja. Jangan pendam sendirian atau malah ngehindar. Aku gak punya kekuatan super yang bisa baca pikiran dan tau keinginan kamu, tanpa kamu bicara." Perkataan panjang lebar dari Andra membuat Laras tertohok.

Yang dilakukan Laras hanya mengangguk dan menggumamkan kata maaf.

"Enggak usah minta maaf. Kamu gak salah kok." Andra mengusap puncak kepala Laras.

"Ada yang mau kamu katakan?" tanya Andra yang di gelengi Laras.

"Tentang waktu itu?" Laras mengerti maksud dari pertanyaan Andra. Tentang di Rumah Sakit saat itu. Dimana Andra memeluk Renata dan terlihat sangat khawatir.

Love Makes SadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang