3. Cogan

31 16 45
                                    

“Pagi tante,” sapa Lesya pada bunda Rhea yang melintas di hadapannya. Lesya kini tengah duduk di sofa panjang ruang tamu rumah Rhea.

Bunda Rhea hanya memberikan seulas senyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya.

Tangan Lesya melayang meremas kedua pipinya. “Aku salah apa, sih?”

Dari dulu wanita paruh baya yang biasa Rhea panggil bunda itu memang selalu judes pada Lesya dan Gisel. Entah kesalahan apa yang membuat bunda Rhea sejudes itu pada Gisel dan Lesya.

Baik Gisel maupun Lesya, mereka selalu berpikir positif tentang sikap bunda Rhea itu. Mungkin bukan karena kesalahan mereka, mungkin bukan karena bunda Rhea membenci mereka berdua, mungkin karena memang begitu sikap bunda Rhea.

“Ayok, Sya,” ajak Rhea dengan penampilan rapinya. Hari ini gadis berhijab itu mengenakan celana Jeans, kaos putih, Outer abu dan Pasmina abu. Cukup sederhana.

Lesya mengangguk dan segera berdiri mengikuti Rhea keluar dari rumahnya.

***

Rhea dan Lesya sudah sampai di mall langganan mereka. Dulu, biasanya mereka pergi ke sini bertiga bersama Gisel sepulang sekolah.

Rhea dan Lesya jalan beriringan menuju toko buku yang ada di mall ini.

“Mau beli novel apa aja?” tanya Rhea.

Lesya tidak langsung menjawab. Gigi putihnya berjejer rapi membentuk cengiran tengil.

Rhea menghela napas pasrah. “Jangan mulai, deh, Sya,”

“Nyari inspirasi, Rhe. Nanti dibeli, kok bukunya. Tapi cuma satu,” elak Lesya.

“Terserah kamu, deh.”

Sampailah mereka di depan ruangan penuh buku yang lumayan luas. Rak-rak buku bebahan kayu berjejer terlihat sangat alami, ditambah cat krem pada dinding toko. Menambah kesan elegan. Tak lupa beberapa figura, lukisan, dan tanaman menghiasu. Siapa saja yang memasuki toko buku ini akan kagum dengan interiornya. Indah dan menyejukkan.

Meskipun ini weekand, tapi pengunjung toko ini tidak sebanyak pengunjung toko lain. Minat baca warga Indonesia memang masih rendah.

Lesya memasuki area toko dengan wajah ceria. Toko buku adalah surga bagi para pencinta dunia literasi. Jika Lesya masuk ke toko buku itu sipatnya seperti anak kecil yang masuk ke toko mainan. Girang nggak tertahan! Dan, kegalauan akan segera menimpa Lesya akibat banyak buku yang ingin dia beli tapi uang tidak memadai.

Lesya berjalan menuju salah satu sudut toko- jajaran buku bergenre fiksi remaja- diikuti oleh Rhea. Ini adalah genre novel kesukaan Lesya.

Mata Lesya dengan lincahnya mencari-cari novel tanpa bungkus plastik. Lumayan bisa membaca secara gratis, begitu pikirnya.

Rhea menepuk jidatnya saat Lesya mulai membaca novel tanpa bungkus yang baru dia dapat. Sahabatnya ini memang benar-benar tidak berubah. Pencinta gratisan sejati.

“Dapat, satu!” seru Lesya.

Lesya mulai membuka lembaran-lembaran kertas itu. Dia membaca dengan begitu serius. Lesya seakan lupa bahwa di toko ini terdapat kamera CCTV.

“Sya,” panggil Rhea.

“Hmm?”

“Aku ke toilet dulu, ya,” pamit Rhea.

Lesya mengalihkan pandangannya sejenak dari novel. “Jangan lama-lama.”

Rhea mengangguk, kemudian beranjak dari situ.
Lesya membalikkan badannya untuk menghadap rak buku. Dia berharap semoga dengan ini CCTV tidak dapat merekamnya.

Suasana cukup tenang. Lesya merasa seperti berada di perpustakaan. Tidak ada suara lain yang terdengar selain suara gesekan kertas yang dihasilkan oleh halaman yang Lesya balikkan.

Beberapa menit berlalu. Lesya mulai merasakan kakinya pegal. Dia menekuk-nekuk lututnya agar rasa pegalnya hilang. Anehnya Rhea begitu lama pergi ke kamar mandi.

“Hey!” sapa seseorang menepuk pelan pundak Lesya membuat Lesya tersentak kaget.

Apa itu penjaga toko yang memergokinya? Semoga saja bukan. Lesya menutup novel yang tengah dia baca, kemudian dengan perlahan membalikkan badan.

“Ma-maaf,” lirih Lesya.

“Maaf buat kamu terkejut. Aku cuma mau ngambil buku ini,” ucap pria yang tepat berada 50 senti dari hadapan Lesya.

Lesya mengerjapkan matanya beberapa kali. Kesadarannya belum pulih. Pria di hadapannya itu mulai mengibaskah tangan di depan wajah Lesya.

“Permisi, aku mau ngambil buku yang ada di belakang badan kamu,” ulang pria itu memperjelas.

“Ah, oh, hmm. Iya silakan.” Lesya bergeser satu langkah ke kiri dari tempatnya tadi.

GiRLsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang