10. Meet

7 6 0
                                    

Seperti biasa setelah kelas berakhir dan tidak ada kelas tambahan, Lesya dan Rhea bertemu di kantin kampus. Tidak ada hal spesial yang mereka lakukan. Mereka hanya mengobrol dan makan.

Lesya mengalihkan pandangannya sejenak dari ponsel, beralih menatap Rhea. "Rhe," panggilnya.

"Hm?" sahut Rhea tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.

"Hari ini aku mau ketemu Kak Fachri,"

"Jadi?"

"Antar, ya... Aku takut mati dialog terus jadi bosen. Kalau ada kamu, kan, pas mati dialog aku bisa ngobrol sama kamu," pinta Lesya.

Rhea menatap Lesya dengan bibir dimonyongkan. "Nggak, aku males jadi nyamuk!"

Tangan Lesya meraih tangan Rhea, lalu mengusap-usapnya seperti aladin pada lampu ajaib.

"Ayo, dong. Bantu temanmu ini," bujuk Lesya.

"Emang dia tipe cowok yang suka mati dialog?"

Lesya menghentikan aktifitas membujuknya. Dia mengedikkan bahu. "Nggak tau. Ini waspada aja,"

Rhea menghembuskan napas pasrah. Bayangan dirinya yang akan dicuekin karena Lesya terlalu asik dengan Fchri tergambar jelas di otaknya. Huh, kalau itu sampai terjadi, mengesalkan sekali, bukan?

"Ayo, dong, Rhe. Orang lain itu kalau beres kelas suka pada nongkrong di kafe. Lah kita, nggak bosen nongkrong di kantin mulu?" Lesya tak lelah menggoda Rhea.

"Hm," sahut Rhea dengan mata yang kembali pokus ke benda persegi dan pipih itu. Dia menghindari pupy eyes Lesya yang terlihat menggemaskan.

"Ayo, dong, Rhe. Nanti aku traktir es teh," tawar Lesya sambil tersenyum lebar.

Rhea menggeleng-geleng takjub dengan cara Lesya menggodanya. Ada-ada saja bujukan Lesya itu.

"Jam berapa ketemuannya?" tanya Rhea setengah hati.

"Bentar lagi, jam tiga!"

"Ya udah, ayo. Tapi, awas aja kalau sampai aku dikacangin!"

"Yes!!!" girang Lesya sampai menepuk-nepuk pipi Rhea yang tembem. "Terimakaciii, Rhea!"

"Hm, sama-sama." Rhea menarik pipinya agar tidak ditepuk-tepuk lagi oleh Lesya.

***

Memasuki bulan november akhir, ibukota Indonesia terus-terusan diguyur hujan. Hari ini ramalan cuaca mengatakan, di siang hari cuaca Kota Jakarta cerah berawan. Untung saja tidak hujan. Jikalau hujan, bisa-bisa rencana Lesya untuk bertemu Fachri hanya menjadi angan-angan saja.

Rhea dan Lesya sudah sampai di tempat tujuan. Jarak dari kampus ke kafe ini tidak terlalu jauh, jadi mereka tidak memerlukan waktu tempuh lama untuk sampai ke kafe ini.

Dari ambang pintu masuk pandangan Lesya menyapu kafe sampai ke penjurunya. Mencari-cari sosok pria berhidung mancung dan memiliki gaya rambut undercut.

Karena tidak kunjung menemukannya, Lesya memutuskan untuk menelepon Fachri. Belum juga Lesya menyentuh tombol telepon, telepon masuk dari Fachri.

"Asslamualaikam,"

"Waalaikuksalam,"

"Maaf, aku ada keperluan mendadak. Ketemuannya diundur sedikit, nggak apa?"

Lesya bergumam, mencoba menimbang-nimbang. "Berapa lama, Kak?"

"Dua jam lagi, bisa?"

"Boleh,"

GiRLsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang