22. Penyesalan

10 7 0
                                    

"Gisel,"

Gea tak lelah memanggil nama adiknya itu. Ibu Gisel sudah meninggal tiga tahun lalu. Jadi, Gea sebagai kakak tertua merasa memiliki kewajiban untuk menjadi sosok ibu bagi Gisel.

Gea kembali mengetuk pintu kamar Gisel. "Kamu udah bangun?" tanya Gea.

Semalaman Gea membiarkan Gisel untuk sendiri. Pagi ini jiwa keponya sudah tak dapat dibendung. Maka dari itu sejak setengah jam yang lalu Gea terus mengetuk pintu kamar Gisel sambil memanggil nama adiknya itu.

"Si Marsya kenapa?" tanya Glen yang tidak sengaja lewat.

"Kamu sih, main malam-malam. Jadi nggak tau kisahnya, kan? Rugi, kan?"

"Wah, jiwa kepo saya meronta-ronta!"

Sementara itu, di balik pintu putih itu seorang gadis menggeliat. Secara perlahan dia membuka matanya. Dingin sekali, sepertinya dia ketiduran jadi tidak memakai selimut.

Gisel mendudukkan tubuhnya. Dia kembali menggeliat. Sendi-sendinya terasa kaku.

"Marsya, kenapa kamu miskah?!" tanya Glen dengan nada dan ritme seperti orang sedang demo.

"Apa, Kak?!" Gisel balik berteriak.

"Buka pintunya kakak mau masuk!" suruh Gea.

Gisel menguap satu kali. Dia masih merasa mengantuk. Dengan langkah yang adak sempoyongan Gisel mendekat ke pintu kamarnya. Membuka kuncinya.

Gisel membukakan pintu untuk kedua kakaknya.

"Jadi, apa yang telah terjadi?" tanya Glen dengan tingkat kekepoan stadium empat.

"Apa?" tanya balik Gisel tidak mengerti.

Gea dan Glen masuk ke kamar Gisel. Tempat paforit Gea di kamar Gisel, bangku belajar. Gea duduk di situ. Sementara Glen berdiri di samping Gea.

Gisel kembali menutup pintu. Dia berjalan menuju kasur untuk kembali tertidur.

"Marsya sudah sampai di mimbar. Silahkan mukodimah," titah Glen.

Tanpa mengulur waktu Gisel langsung menceritakan masalahnya pada Gea dan Glen. Sebenarnya dia ingin cerita dari kemarin tapi dia tidak ingin menangis di depan kedua kakaknya.

"Gini, Sel. Kakak pernah ditinggal sahabat kuliah ke luar negeri. Dia berubah ataupun nggak. Kita tetap ngerasa nggak percaya diri di depannya. Itu yang kakak rasain." Itu komentar Glen setelah mendengar cerita Gisel. Glen berhasil membuat kesedihan Gisel meningkat. Dia jadi merasa bersalah pada dua sahabatnya.

Mulai pagi itu Gisel jadi banyak merenung.

***

Rhea sudah mencoba mengunjungi kost Lesya untuk minta maaf, tapi hasilnya nihil. Lesya sama sekali tidak keluar dari kamarnya.

Hari minggu ini Rhea mengajak Fachri untuk meminta maaf pada Lesya. Rhea sudah menceritakan akibat Lesya berubah pada Fachri. Fachri setuju untuk meminta maaf bersama pada Lesya.

Sebelum pergi ke kost Lesya, Rhea mampir dulu ke minimarket langganannya ingin jajan. Sebelum sampai minimarket, dia melihat seorang gadis turun dari bis membawa sebuah gitar dan berlenampilan seperti ... pengamen.

"Lesya?" tanya Rhea seperti pada diri sendiri.

"Apa?" tanya Fachri tidak mengerti.

Alih-alih menjawab pertanyaan Fachri, Rhea malah kembali berteriak, "Lesya!"

Orang yang baru saja turun dari bus itu menoleh. Dia tampak kaget akan kehadiran Rhea dan Fachri.

Rhea segera berlari mendekati Lesya disusul oleh Fachri. Lesya juga segera berlari menghindari Rhea. Terjadilah aksi kejar-kejaran.

Tubuh Lesya sempat bertabrakan dengan beberapa orang yang memenuhi trotoar jalan Jakarta siang itu. Hal itu memperlambat geraknya dan akhirnya Rhea berhasil menarik tangan Lesya.

Lesya berusaha menutup identitasnya dengan topi yang dia kenakan. Dia tidak mengatakan sepatah katapun, tapi dia memberontak.

"Sya! Aku minta maaf. Aku tau salahku!" ucap Rhea.

Lesya masih bungkam.

"Lesya! Aku tau ini kamu! Aku tau topi kamu!"

"Shit!" decak Lesya.

"Aku mau ngomong sama kamu. Ayo bereskan masalah kita,"

"Lepasin, Rhe!" tolak Lesya dengan suara nyaring.

"Nggak! Aku mau ngomong sama kamu!"

"Lesya, aku minta maaf," ucap Fachri lembut. Dia berdiri tepat di belakang Rhea.

Mendengar suara itu Lesya langsung diam. Dia tidak lagi memberontak.

"Sya?" panggil Rhea karena beberapa detik Lesya terus diam membuatnya jadi takut.

"Kalian ... Kalian udah tau apa salah kalian?" tanya Lesya memastikan.

Dengan kompak Fachri dan Rhea mengangguk.

"Arya yang ngasih tau aku. Aku bener-bener minta maaf, Lesya," ucap Rhea tulus. Dia melepas genggamannya pada lengan Lesya.

Lesya bergeming lagi membuat Rhea menjadi tambah takut. Tidak biasanya Lesya banyak diam. Lesya mendongak memperlihatkan wajahnya. Wah, matanya mulai berair.

"Haha, kalian pasti berpikir aku bodoh mencemburui orang yang tidak hak aku cemburui. Tapi, sekuat tenaga aku untuk tidak cemburu, aku tetap cemburu,"

"Aku ngerti, Sya. Sangat,"

"Jadi, apa hubungan kalian?" tanya Lesya dengan suara parau.

"Aku sama Fachri memang mahkram, Lesya. Itu kenapa aku berani peluk Fachri, gandeng Fachri, dan Fachri membolehkan aku untuk duduk di sampingnya yang sedang mengemudi," jelas Rhea menggantung.

Air mata yang memenuhi kantung mata Lesya mulai turun. Dia gemetar dan merasa takut untuk mendengar kenyataan yang selama ini dia hindari.

"Tapi, kita bukan sepasang suami istri seperti yang kamu kira. Aku sama Rhea, selain sahabat tapi juga saudara dekat. Itu kenapa aku sangat dekat dengan keluarga Rhea," tambah Fachri.

Detik berikutnya, air mata Lesya turun deras. Bahu Lesya bergetar. Penyesalan memang selalu datang di akhir.

Melihat itu Rhea segera memeluk Lesya. "Kamu nggak salah, Sya. Aku ngerti perasaan kamu," ucap Rhea menenangkan.

🎤🎤🎤

Jeng! Jeng! Jeng!

Sory for typo^^

Nggak sempet revisi ahaiii>_<

Salam,

Lutfyyunita.

GiRLsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang