14. Friend and Love

11 6 0
                                        

Lesya memejamkan matanya. Dia tidak ingin menangis di pinggir jalan. Itu memalukan, bukan?

Sepasang anak adam duduk saling bersampingan di bagian depan kafe itu. Itu Rhea dan Fachri. Lesya mulai berpikir. Haruskah dia menemui Fachri dan berpura-pura terlihat baik-baik saja? Atau berpura-pura tidak dapat bertemu Fachri? Tidak ada pilihan yang lebih bagus. Kedua pilihan itu sama-sama didasari kebohongan.

Kaki Lesya bergerak, kemudian kembali terhenti saat satu telepon masuk. Lesya menyembunyikan tubuhnya di balik tembok toko sebelum kafe itu.

Panggilan dari Fachri. Setelah menimbang-nimbang, Lesya memutuskan untuk menerima panggilan itu.

"Assalamualaikum,"

Lesya berdehem satu kali agar suaranya tidak terdengar parau. "Waalaikumsalam,"

"Kamu udah sampai mana?"

Lesya memiringkan tubuhnya untuk mengintip hal yang dilakukan Fachri. Lesya merasakan hatinya perih seperti tersayat-sayat. Kepala Fachri dengan Rhea berdekatan. Bahkan bisa disebut menempel. Posisi Rhea seperti sedang menyender pada Fachri.

"Aku ...," ucap Lesya menggantung. Dia masih belum tau hal apa yang harus dia lakukan.

"Hari ini ketemuannya bareng Rhea?" Lesya malah balik bertanya. Mencoba berpikir jernih untuk menghilangkan kecemburuannya.

Lesya masih memerhatikan baik-baik gerak-gerik Fachri dan Rhea. Setelah mendengar pertanyaan Lesya itu, Fachri melirik Rhea yang ada di sebelahnya.

Rhea menggelengkan kepala. Matanya seperti mengisyaratkan sesuatu pada Fachri.

"Eng-nggak. Kita cuma ketemuan berdua aja. Seperti biasa,"

Lesya meremas ponselnya. Kenapa Fachri berbohong? Lesya sangat yakin kalau perempuan itu benar-benar Rhea. Perempuan itu benar-benar ada di samping Fachri. Tidak mungkin ini hanya halusinasi Lesya.

"Oh," singkat Lesya kembali bersembunyi.

"Iya. Kapan kamu mau ke sini?"

"Aku ... Aku nggak bisa datang, Kak. Aku lagi sakit, menular,"

"Atau aku datang ke kost-an kamu? Aku masih ingat jalannya,"

"Jangan! Kost aku nggak boleh ada tamu laki-laki,"

"Hm, oke. Sakit kamu parah? Kira-kira kapan kita bisa ketemu?"

"Mulai sekarang kirim koreksinya ke email aku aja, Kak. Kita nggak usah ketemu lagi," tegas Lesya.

Hening beberapa saat. Sepertinya Fachri kaget mendengar pernyataan Lesya yang tiba-tiba itu.

"Kenapa?"

"Nggak. Pokoknya aku ingin seperti itu!"

"Setidaknya kamu beri penjelasan sama aku,"

"Pokoknya aku pengen kayak gitu. Kenapa? Masalah?!"

"Lesya kamu kenapa? Kok, tiba-tiba marah?"

"Pokoknya aku ingin begitu. Kalau kakak nggak mau, kita batalin aja perjanjian kita. Aku nggak mau lanjutin kerja sama ini!"

Lesya memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Lesya mulai mencak-mencak tidak jelas. Dia sangat merasa kesal pada dua insan itu.

Lesya kembali mengintip Fachri dan Rhea. Mereka sudah tidak duduk di bangku kafe. Mereka menuju mobil Fachri.

Air mata yang tadi Lesya tahan, kini meluncur bebas. Lesya melihat Fachri yang merangkul Rhea, kemudian Fachri membukakan pintu mobil bagian depan. Rhea sudah nampak seperti tuan puteri saja.

GiRLsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang