13. Aku, Kamu, dan Dia

7 6 0
                                    

Pertemuan dengan Fachri yang berikutnya dilakukan tanpa mengajak Rhea. Lesya menuruti ucapan Rhea kala itu yang meminta Lesya untuk tidak mengajaknya jika bertemu dengan Fachri.

Sering bertemu membuat Lesya dan Fachri semakin akrab. Tidak seperti dugaan Lesya, Fachri itu orang yang asik. Mereka tidak pernah mati topik. Dialog seakan mengalir saja tanpa dipaksa.

Hari kamis sepulang dari kampus, Lesya kembali bertemu dengan Fachri di tempat biasa, kafe. Fachri sedang fokus mengoreksi naskah Lesya.

Di seberangnya, Lesya diam-diam memperhatikan paras Fachri. Setiap lekuk dari wajah Fachri itu sangat menarik bagi Lesya.

Lesya mengambil gelas tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Fachri. Lesya hendak menyeruput minuman dalam gelas itu. Tindakannya terhenti saat Fachri berkata, "Itu minumanku,"

Lesya mengedipkan matanya berkali-kali. Berusaha memulihkan kesadarannya. "Hah?"

Fachri mendongak, mengalihkan pandangannya sejenak dari laptop ke wajah Lesya. Fachri terkekeh geli melihat Lesya dengan mulut mangap dan mata yang memandang kosong ke arahnya.

Sambil menghela napas, Fachri mengambil satu gelas lainnya, lalu menempelkan gelas itu ke bibir Lesya yang terbuka.

"Ini minumanmu," ucapnya.

Lesya menutup bibirnya. Sambil nyengir, Lesya mengambil minumannya dari genggaman Fachri.

"Ketukar, ya," kekeh Lesya.

Lesya menurunkan gelas milik Fachri, menyeruput lemon squas miliknya. Dalam hati dia menggerutu. Kenapa bisa sampai tertukar? Padahal gelas Fachri itu berisi kopi yang lumayan hangat sementara gelas Lesya berisi lemon squas. Seharusnya Lesya sadar saat merasakan suhu minuman itu yang berbeda.

Fachri kembali menunduk meneruskan aktivitas mengoreksinya.

"Jangan liatin aku kayak gitu," tegur Fachri.

Lesya menyimpan gelasnya sebelum menyahuti ucapan Fachri. "Gitu gimana?"

"Jangan liatin aku sambil mangap. Ini di pinggir jalan. Kalau banyak debu masuk ke mulut kamu, bahaya,"

"Oh, gi-gitu, ya."

Fachri mengangguk sambil memamerkan senyuman manisnya.

"Kak," panggil Lesya.

"Hm?"

"Waktu hamil, ibu Kak Fachri ngidam apa?" tanya Lesya iseng.

"Lah, mana saya tau. Saya, kan, ada di perut ibu," canda Fachri.

"Hehehe. Tapi, aku tau, lho. Ibu Kak Fachri ngidam apa hayo?"

"Ngidam apa?" tanya Fachri mengikuti permainan Lesya.

"Ngidam gula. Makannya anaknya manis," goda Lesya beraninya.

Fachri terkekeh geli mendapat gombalan dari Lesya. Biasanya cewek-cewek yang naksir pada Fachri akan menggombal lewat surat atau lewat chat. Lesya ini lain, berani terang-terangan.

"Baper nggak, tuh?" goda Lesya.

"Kalau aku manis bakal dikerumunin semut nggak, ya?"

"Jelas, dong. Banyak cewek yang naksir Kak Fachri itu, anggap aja mereka semutnya,"

"Tahu dari mana?"

"Dari Sumedang, dong. Kalau dari garut, dodol,"

Mereka terkekeh bersamaan. Lesya tidak peduli jika Fachri kesulitan untuk fokus memeriksa naskahnya karena terus dia ajak ngobrol. Yang penting dia senang bisa menggoda Fachri. Terkadang egois itu menyenangkan.

GiRLsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang