Ia berlari telanjang di hamparan bangkai singa yang beraroma mawar. Tak ada seorang pun yang mau menguburkan singa padahal aku saja sanggup menguburkan sapi yang beratnya nyaris seperti kau meminum brotowali tanpa gula jawa. Kaki-kaki itu gemetar dengan lutut bersimbah darah. Manusia-manusia serakah sudah merebut singgasana raja rimba secara paksa.
Ia dihentikan oleh manusia berbaju hitam bernama Kematian. Ia memberi celana robek dan baju daster untuk ia pakai kala senja sudah mau tampak dan matahari sudah terisak karena harus mundur secara permanen. Aku menangis karena ikut dibawa oleh matahari yang dinginnya membuatku ingin mati tapi juga hidup yang abadi.
Ia memakai celana robek sembari terbahak-bahak. Celana itu menutupi lututnya yang berdarah namun tidak dengan kelaminnya yang berbau melati dan warnanya yang sangat suci. Aku berteriak meminta celana satu lagi namun tidak pernah diberi. Apakah aku akan pulang ke surga dengan bertelanjang juga?
Sebab singa-singa itu mati karena aku.
---
201020
p a r a d e j i n g g a
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Kepala yang Kehilangan Rambut
PoetryPROSA | ❛❛ Bapak tua itu terkantuk-kantuk di pojok ruangan. Tak punya selera makan, katanya. Aku mengubur sapi hidup di tengah halaman, bapak tua itu menegur. Aku bisa kena kutukan jika aku melanjutkan. Tapi sapi itu meminta surga padaku sedangkan a...