Ia pandai sekali mengarang kalimat dan menciptakan tokoh-tokoh fiksi yang sedang sekarat karena kehabisan obat. Rumah sakit sibuk mengobati pemabuk dan pecandu narkoba sepanjang pagi sampai pagi lagi. Klinik ditutup secara paksa oleh bapaknya yang suka marah-marah dan membanting gelas dan kaca kamar mandi satu-satunya milikmu.
Estu Herjuno dan Nacita Kelana sedang bermesraan di antara angka dua dan lima. Mereka menyusun angka dari satu sampai seribu untuk kemudian dipecah lagi menjadi buah pepaya yang masih setengah matang. Mereka mandi di genangan lumpur bersama bidadari-bidadari yang baunya wangi dan memabukan. Estu Herjuno mengatakan bahwa zaman adalah peradaban yang bisa kita kenang dari satu kehidupan dengan kehidupan yang lain.
Atap rumahmu berwarna biru dan di sisi lainnya berwarna abu. Kau mengintip dari balik jeruji besi sambil melambaikan tanganmu yang berwarna kuning karena habis makan kunyit. Aku berlari menujumu dengan menunggang tikus yang kutangkap dari dapur ibu semalam. Aku membawakanmu gelas plastik yang isinya kosong dan sepiring keheningan yang menjadi makanan favoritmu.
Kau menyambutku seperti Nacita Kelana kepada Estu Herjuno. Kita kemudian makan jamur yang tidak pernah habis dan menonton daun yang menguning serta langit yang mengabu. Kau bilang, aku tak perlu mengunjungimu lagi karena kau besok akan mati. Aku tidak mau percaya kata-katamu dan kukatakan dengan lantang bahwa kau akan hidup selamanya jika kau makan jamur setiap hari. Kau tersenyum dan kita makan jamur lagi. Sejak saat itu, jamur tak pernah menakutkan bagiku meski aku tahu racunnya bisa membuatku mati mendahului dirimu.
---
41220
p a r a d e j i n g g aPs: Nacita Kelana dan Estu Herjono adalah tokoh fiksi yang bisa kamu jumpai dalam cerita Juno, Jangan Baper! karya Sahlil Ge dalam akun beliawritingmarathon.
Saya ngedit tulisan ini sambil dengerin lagu di atas, mwehehe. Karena, saya memang sedang merasa lebih baik yang bukan sedang-sedang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Kepala yang Kehilangan Rambut
PoetryPROSA | ❛❛ Bapak tua itu terkantuk-kantuk di pojok ruangan. Tak punya selera makan, katanya. Aku mengubur sapi hidup di tengah halaman, bapak tua itu menegur. Aku bisa kena kutukan jika aku melanjutkan. Tapi sapi itu meminta surga padaku sedangkan a...