Cicak itu sedang bermain lompat tali di halaman rumahku. Aku menontonnya saja di balik jendela segi empat beda sisi. Aku tidak bisa ikut bermain, kata ia yang berada di dapur, cicak itu tidak bisa menjadi temanku. Padahal cicak itu bermain sendirian. Lompat tali dan cecikikan seperti bocah paling bahagia di bumi.
Bicara tentang bumi, kemarin aku sempat berkunjung ke tempatnya menggunakan tangga nada milik pengamen yang selalu lewat jam dua. Datang sendirian dan berdiri di depan pintu yang tak pernah diketuk. Bumi membuka pintunya yang menimbulkan bunyi nyaring yang bikin pening di kening. Aku langsung masuk dan duduk di pohon beringin yang berbuah manggis. Bumi duduk disampingku; ia terlihat tidak sehat.
Aku bertanya padanya apakah dia baik-baik saja atau sedang diare. Namun dia justru memberikan penawaran apakah aku ingin menyembuhkan atau bumi yang menyembuhkan dirinya sendiri. Aku turun dari pohon. Bumi tersenyum dan mengusap kepalaku. Dia meminta maaf dan menyuruhku pulang ke rumah. Sebelum pulang bumi mengatakan padaku bahwa dia menitipkan dirinya sendiri untuk ditempatkan di atas lemari bukuku.
Sekarang aku mengerti, bumi tidak punya rumah. Makannya dia ingin tinggal dalam rumahku, iya kan? Bumi tidak punya rumah.
---
21120
p a r a d e j i n g g a
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Kepala yang Kehilangan Rambut
PoetryPROSA | ❛❛ Bapak tua itu terkantuk-kantuk di pojok ruangan. Tak punya selera makan, katanya. Aku mengubur sapi hidup di tengah halaman, bapak tua itu menegur. Aku bisa kena kutukan jika aku melanjutkan. Tapi sapi itu meminta surga padaku sedangkan a...