12 | Bicara

220 45 5
                                    

Aku bicara dengan laba-laba sore tadi. Katanya ia kelelahan setelah memanen padi dari ladang kuda laut raksasa. Aku ingin memijitnya dengan kapak di tangan dan cangkang di perut, tapi laba-laba tidak mau kemudian dia meninggalkanku.

Aku bicara dengan singa yang sedang mengintai rusa kurus yang kataku dagingnya berbau busuk. Ia mengatakan bahwa aku mengganggu dan ia mengusirku dan bilang lebih baik aku pulang saja barangkali ibuku mencariku dan ribut dengan tetangga kami lagi. Ia tidak tahu bahwa ibuku sudah kemari tapi aku sendiri yang mengusirnya pergi.

Aku bicara pada angin yang membawa singkong dari kebun paman. Ia mengatakan bahwa aku harus makan tiga kali sehari biar sehat dan kuat. Biar aku tidak terjatuh saat tsunami datang dan menghancurkan rumahku dan menghanyutkan ibuku. Ia juga bilang aku harus minum susu dan tidur tepat waktu biar tidak mudah diserang penyakit yang katanya bisa bikin nyeri kepala dan jantung meradang karena terlalu lama tertawa.

Aku bicara pada batu yang kududuki. Ia mengatakan bahwa aku bocah bodoh yang tidak bisa menjadi teduh untuk terik panasnya ibuku. Ia juga mengatakan bahwa aku anak nakal yang enggan pulang hanya karena ibuku gagal mewujudkan keinginanku saat ulang tahunku kemarin. Padahal aku hanya minta kuaci lima biji, tapi tidak pernah diberi.

Aku kemudian bicara dengan kekasihku yang sekarang sudah bukan kekasihku lagi. Ia mengatakan bahwa hidup akan terus berlanjut meski mobil bapakku sudah butut. Ia mengatakan bahwa aku harus mencintai saku celana kemejaku padahal aku sedang tak pakai kemeja. Ia mengatakan bahwa kekasih barunya lebih anggun dariku padahal aku tidak pernah belajar cara menjadi anggun. Aku rasa kekasihku yang bukan lagi kekasihku itu sudah tidak waras, ia kebanyakan makan kadal dan minum air kencing yang membuat otaknya kehilangan fungsi dan adabnya tertinggal di kamar mandi.

Kalau saja kekasihku tahu, aku ingin dia menemaniku memanen bintang malam ini. Tapi dia sudah mengemas sayang-sayang di sepatuku yang hilang warna. Dia juga mengemas barang yang aku rasa sudah tidak lagi berharga. Aku biarkan dia pergi tapi jika semesta dan batang pohon berani melukainya, akan aku pastikan aku tidak akan melakukan apa-apa karena aku tidak peduli.

"Ketika bicara juga sesulit diam. Utarakan, utarakan, utarakan." --Banda Neira.

---
111220
p a r a d e j i n g g a

Bukan Kepala yang Kehilangan RambutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang