••Happy Reading••
Dampak dari acara malam itu persis seperti apa yang Jeka duga. Semua kenyamanan dan moment indah mendadak beku tak berasa, berubah asing dan menuju tidak penting.
Jeon Jeka sudah bersiap melewati hari yang tak sama seperti dulu lagi. Apa yang bisa dia lakukan saat Tae sendiri yang memilih mendirikan tembok diantara mereka.
Membiarkan semua tersetel ulang ke masa dia melupakan kejadian kura-kura yang berakhir kenalan. Meskipun sulit kalau ternyata mereka bertemu tatap setiap harinya.
Ada nyeri menyambar di dada, menekan sesak di balik paru-paru hingga rasanya mata mulai perih seolah tak terbendung lagi.
Jeka ingin menyapa. Jeka ingin menebar senyum seperti seminggu silam dan mendapat balasan lewat senyum kotak pemuda itu.
Dan bukannya mendapat sikap dingin, terabaikan, seolah Jeka tidak ada disana dan Vantae berlalu begitu saja. Membuat telapak tangan Jeka mengering di udara tanpa ada yang menyapa.
Pemuda bersurai dark undercut yang memperjelas tepi rambutnya, garis rahang dan forehead yang tentu saja jadi kegemaran para wanita di sekolah, berjalan tertunduk dengan bahu ditekuk. Raut wajahnya menyedihkan, terkadang berubah menjadi dingin kala ada yang mengusiknya disaat gundah.
Mengabaikan setiap sapaan dari gadis-gadis kelas sebelah yang duduk di kursi keramik yang menempel dengan tembok kelas. Melambai-lambai seperti rumput liar meskipun jelas diabaikan.
Jeka terus berjalan melewati koridor gedung A menuju gedung C. Pak Regar memintanya mengantarkan tugas sejarah mereka ke ruang tata usaha yang ada di lantai 1. Dan satu lantai di atas itu adalah kelas Vantae.
Dia mengabaikan perasaan berdesir di dada yang membuat perutnya terasa disengat sesuatu hingga keram, tapi dia tidak bisa.
Manik obsidiannya terlanjur bertemu tatap dengan manik coklat yang selaras dengan surainya juga. Tatapan yang menyimpan hangat dan dingin secara bersamaan. Ada kikuk menjalar ke tubuh mereka, berusaha untuk tidak bergerak impulsif dan menyapa satu sama lain.
Keduanya memutus kontak mata saat Pak Regar baru saja masuk setelah beberapa detik Jeka sampai di meja pria paru baya dengan perut buncitnya. Oh, dan kumis panjangnya.
Dia menatap mereka berdua sebelum duduk di kursi hitam nan empuk dengan 3 roda penyanggah di bawahnya. Mengeluarkan bunyi decitan saat pria itu duduk tanpa lemah lembut.
"Letakkan bukunya di atas meja bapak. Dan siapa dari kalian yang kelas teladan?" tanya Pak Regar selagi menukar posisi kedua buku yang di tumpuk rapi dan satu ukuran.
Jeka praktis mengangkat tangannya, alisnya naik menunggu apa yang ingin di sampaikan pria botak tersebut.
"Ambil buku pr kelas C dan taruh diatas meja guru. Nanti setelah istirahat siang kan jamnya bapak, kita akan periksa pr dari kelas mereka"
Dan Vantae seketika membelalak kecil—ia terkejut. Dia menjaga gelagatnya agar tidak ketahuan syok oleh Pak Regar dan berakhir menginterogasinya.
"Baik pak" jawab Jeka.
Pria terbalut baju dinas yang tampak sempit itu mengangguk sebagai tanda akhir dari konversasi mereka.
Jeka meraih tumpukan buku yang dia tebak ada 30 tingkat banyaknya. Lebih 10 buku dari jumlah buku di kelasnya. Punggung tangannya sedikit menyembulkan urat-urat yang begitu sexy di mata Vantae.
Astaga. Dia khilaf. Dia lupa kalau sedang menjaga jarak dengan Jeka. Meskipun sendirinya tidak paham kenapa melakukan itu. Dia hanya gamang, takut dan merasa ini salah. Dijodohkan bukanlah bagian dari rencananya menikmati hidup. Apalagi dijodohkan dengan sesama pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
WE GOT MARRIED • COMPLETE
Fiksi Penggemar• bxb [kookv] • Fluffy • Drama • Bahasa non baku • Kalau risih jangan baca [ Update setiap Rabu&Minggu jam 21.00-keatas Kalo ga update authornya ketiduran atau sakit ya]