❝ Love is him ❞
"Hey! bangunlah, jangan seperti ini" Jaemin menepuk kedua pundak perempuan yang kini berlekuk lutut tepat dilantai kamar.
Heejin tak kuasa menggeram dibalik tangis, ia tau itu hanyalah omong kosong Eunbi.
"Aku benci dunia" Ucap nya gemetar dalam tangis,
"Heejin, hentikan tangis mu"
"Kenapa kau kemari?!"
"Apa maksudmu?!" Jaemin lebih menjawab dengan bentakan.
"Ayolah, jangan berpikir untuk bertengkar Heejin."
"Aku lebih baik sendiri, Na."
Ingat percakapan mereka ditelfon beberapa menit sebelum ini? Remaja, suka sekali terbawa moody-an. Seperti itu Heejin saat menerima jawaban dari Jaemin yang datar dibalik telfon. Lantas Jaemin? Lebih berpikir apa yang harus dilakukan.
"Naikkan pandangan mu" Jaemin turut bertekuk di hadapan Heejin.
Tampak mata yang terus mengeluarkan tangisan, menatap getar laki-laki dihadapanya. Heejin bungkam tepat didepan Jaemin.
"Aku akan hancur"
"Heejin, berhenti mengatakan yang tak penting."
Jaemin berdiri dengan memberikan juluran tangan, "Ayo"
Putri keluarga Jeon hanya diam, mendongak melihat raut meyakinkan dari seorang Na Jaemin, "Apa?" Tanya nya.
"Ikut aku"
-
"Kenapa kau membawa ku ke—" Heejin tak sempat menanyakan hal yang membuatnya penasaran, ia sudah terdiam setelah lihat semua didepannya. Ya, Jaemin membawa kekasihnya itu keatas puncak.
"Kau hanya ingin menunjukkan ku Seoul yang terang?"
Jaemin mengangguk, "Beberapa"
"Lihat itu, apa tempat itu terang?" Menunjuk salah satu tempat yang tampaknya remang akan cahaya. Benar saja, itu adalah taman lama yang mati.
"Aku benci tempat itu, Na"
"Aku.. Juga" Pelan Jaemin. Perempuan disampingnya menoleh,
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is him
Fanfiction"Roda tak jauh berputar dari tempatnya-memendam untuk memulai" ©lif-andbones agust,2020