19 : Taruhan

5K 1.2K 72
                                    

Ali melongokkan kepalanya mengintip kecil kertas yang tengah ditatap nanar oleh Pita. Ali ngakak terpingkal-pingkal setelah tahu apa yang sedang gadis itu ratapi dari kertas tersebut.

Atas nama Pitaloka Oncella, resmi menunaikan ulangan harian matematika hari ini dengan hasil yang sangat memuaskan. Nilainya cetar membahana. Anjlok dan di ambang batas remedial.

EMPAT.

Tapi tunggu, deh!

Sepertinya itu bukan lagi di ambang batas. Bayangkan seberapa jauh angka empat dengan KKM biasanya yaitu tujuh. Bisa dibilang nilai Pita ada di tengah-tengah antara lumayan sempurna dengan lumayan buruk. Minggiran dikit ke angka enam nggak papa kali, ya?

"Anjay gurinjay! Itu nilai apa nomor absen?" celetuk Ali membuat sepatu Pita berhasil terlepas satu dan bersiap untuk dilempar ke arahnya.

"Sirik lo, hah?! Masih mending gue dapet segini tapi hasil mikir sendiri! Coba lo liat mereka yang bangga dapet nilai gede hasil contek sana-sini!" sewot Pita.

Tanpa diduga Ali tersenyum lebar dan mengangguk bangga.

"Mereka adalah cerminan gue," kata Ali. Detik selanjutnya sepatu Pita melayang mengenai jidat hantu itu.

"Mereka nggak mau kali disama-samain sama monyet kayak lo!" Pita melempar tatapan jijiknya pada Ali lalu bergidik.

"Punya masalah hidup apa, sih, lo? Murka amat kek-nya tiap liat gue." Ali terlihat jengkel. Wajahnya sangat lucu apabila sudah cemberut seperti itu.

"Lo mau tahu?" tanya Pita, memicingkan mata ke arah hantu itu. Ali mengangguk lugu bagai boneka yang diberi nyawa. Pita tersenyum penuh arti.

"Muka lo itu muka-muka pendosa," lanjut Pita.

"WOYY! Ngiri bilang bos!" sahut Ali spontan. Tubuhnya menegak menatap tak terima pada Pita seperti abang jago. Sorry bang jago, ampun bang jago...

"Sori, ya. Gue nganan bukan ngiri."

Pita segera memasang kembali sepatunya yang terlepas. Lalu ia berinisiatif untuk pergi ke kantin meninggalkan Ali yang senyam-senyum tanpa arti seperti orang waras. Sudah cukup bagi Pita bahwa hari-hari sebelumnya patut dijadikan pelajaran bahwa Ali memanglah hantu kurang asem. Dipikir membantu, ujung-ujungnya malah menjebak.

"Gue ikut, dong!" suara Ali menggema di telinga Pita. Pita sukses memberhentikan langkahnya dan memperhatikan sejenak pada kondisi sekitar. Aman. Seperti biasa, tak ada yang memperhatikanya.

Pita berbalik dan memberi gelengan prihatin pada Ali. Tetapi ketika ia kembali memunggungi hantu itu, senyumnya perlahan terbit merasa geli.

Semriwing angin yang menerpa Pita terasa berbeda. Dari aura-auranya, Pita sudah tahu jika Ali mengekor secara diam-diam. Bangku yang tersisa tinggal satu dan berada di deretan paling pojok. Tak mau kehilangan tempat, ia lekas membeli makanan serta minuman kemudian menikmatinya di tempat yang tinggal tersisa satu-satunya itu.

"Tumben lo nggak ngurung diri dalem kelas?" tanya Ali yang kini berdiri di samping Pita duduk.

"Sumpek," jawab Pita singkat.

Ali mengangguk memahami.

"Oh, ya!" Wajah Ali tiba-tiba berubah jadis serius. Ali menunggingkan bokongnya dan sedikit menundukkan kepala untuk bisa mensejajarkan wajahnya dengan wajah Pita. 

"Selama gue nggak gangguin lo beberapa hari ... lo kangen nggak?" tanyanya tiba-tiba, membuat Pita hampir tersedak jika tidak buru-buru menelan makanannya.

"Enggak." Pita menjawab langsung.

"Kenapa asem banget, sih, jawaban dari lo? Kenapa sama sekali kagak ada manis-manisnya?!"

𝗜𝗻𝗱𝗶𝗴𝗼 𝗞𝗲𝗿𝗲𝗻 : 𝗜 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang