PROLOG

20.5K 3.3K 815
                                    

Seorang gadis berusia 16 tahun itu tengah disibukkan oleh beberapa tugas yang menumpuk. Kedua telinganya dipasang oleh sebuah earphone yang setia melekat sedari tadi. Bukan hal yang mungkin jika gadis ini adalah tipikal gadis yang rajin. Ia hanya terpaksa mengerjakan tugas tersebut karena malas apabila mendapat cekcokkan mulut sang guru yang terkenal killer—si pemberi tugas ini. Jika bukan karena alasan kuat itu, tidak mungkin dirinya mau duduk di bangku belajar dan mengerjakannya.

Gadis itu adalah Pitaloka Oncella. Gadis berusia 16 tahun dengan wajah putih mulus dan berbola matakan hitam pekat yang menambah kesan mendalam dan tajam. Rambutnya pun panjang sebahu bergelombang. Ia jarang tersenyum, membuat orang-orang berpikir jika gadis ini memiliki aura menyeramkan dan pemilih.

"Kayaknya dia budeg, deh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kayaknya dia budeg, deh." Bisikkan hantu pengghibah kembali terdengar di telinga Pita. Dan sekarang jelas tertuju padanya. Memang, hanya hantu pintar yang paham kalau memakai earphone tidaklah masuk ke dalam kategori budeg.

Gadis itu tidak menghiraukan. Masih dengan perasaan dongkol ia berusaha fokus pada tugasnya.

Tiba-tiba lampu kamar Pita mati. Bermacam hantu dari kelas tinggi pada berhamburan memasuki kamarnya tanpa rasa malu sedikitpun. Kuntilanak dan sundal bolong menjadi dominan di antara mereka.

Suara bantingan benda membuat Pita buru-buru melepas earphone tanpa suara yang melekat di telinganya. Ia menatap tajam komplotan hantu yang kini saling pandang.

"Lo semua bisa pada anteng nggak, sih?!" amuk Pita kepada mereka.

Wajah menyeramkan kuntilanak dan sundal bolong sama sekali tak membuatnya gentar. Mereka mengaku hantu dari kelas atas sementara penampilan dan kenyataannya saja sudah cukup menjadi jawaban yang memilukan. Mereka membeli berbagai macam baju di Hantu Mall Story tetapi enggan menghempas daster putih polos yang sama sekali belum dicuci berpuluhan tahun. Rambut saja bahkan tidak terawat. Mereka mempunyai rumah sebelum menyandang gelar sebagai hantu. Tetapi tetap saja yang dihuni adalah pohon-pohon. Kadang pula mereka ketahuan tidur di gudang tak terpakai.

"Emang lo semua mau apa?!" Pita kembali mengamuk. Salah satu kuntilanak beringsut sembunyi di balik punggung kawannya.

"Lawan, dong! Masa kita setan kalah sama manusia." Kuntilanak itu mengibaskan rambut yang menutupi kedua matanya yang dilingkari bundaran hitam seperti panda.

Bahkan memakai sibak pun mereka tidak bisa.

"Eh, maaf ya, Mbak. Kita di sini numpang perawatan. Make up punya Mbak kebetulan brended semua. Mata saya dan kawan-kawan mendadak ijo jadinya," jawab sundal bolong.

"Iya. Kebetulan ada bedak wardah juga. Gue pengen tuh pake biar jadi kuntilanak halal," timpal kuntilanak yang lainnya sambil tertawa histeris.

Pita bersedekap. Napasnya terembus panjang sambil menatapi mereka satu persatu. Mau tampil bagaimanapun, mereka tetap akan begitu.

"Muka udah kayak tepung gitu masih pengen dibedakin? Gila, ya, lo semua!" cerca Pita sambil menggeleng heran. Pita lantas menunjuk cermin yang berada di samping ranjang. "Kacaan sana! Liat noh mata! Nggak pada pandai sibakan, kan? Halah—"

"O'on nih, manusia! Udah tahu kita nggak keliatan dicermin juga," potong kuntilanak kepada teman-temannya. Ia berniat berbisik. Tetapi siapa sangka jika suara justru sangat keras terdengar di telinga Pita.

"HEH!"

"Yatoiba!" sahut mereka semua karena terkejut.

"KALAU LO SEMUA NGGAK KELUAR DALAM HITUNGAN KETIGA, JANGAN SALAHIN GUE BUAT LAPOR KE PRESIDEN HANTU LO SEMUA!"

"SATU..." Para kuntilanak dan sundal bolong saling berdorongan untuk menentukan siapa yang lebih layak untuk undur diri lebih dulu. "DUA..." Akhirnya mereka semua sepakat bubar bersama. Menyisakan satu pasukan sundal bolong yang memang sedari tadi diam mengamati teman-temannya beradu argumen dengan Pita.

"DUA...." Pita kembali menghitung angka dua. Berharap sundal bolong satu ini paham jika dirinya sedang kesal.

"DUA...." Pita kembali merapalkan angka sebelum tiga. Hantu ini masih anteng mengamati Pita yang emosi.

"TI—"

"Permisi, Mbak." Salah satu kuntilanak balik lagi dan meraih tangan sundal bolong tersebut, "Maaf sebelumnya. Emang setan yang satu ini budeg." Lalu tanpa kata keduanya melayang secepat kilat bersamaan dengan sendal bulu Pita yang terlempar melampiaskan segala emosi.

"GIMANA NGGAK BUDEG ORANG KUPING KEGANJEL BELEK GITU!" pekik Pita, napasnya memburu, "makanya jangan kebanyakan ngalong!" peringatnya kemudian dengan ketus. Entah mereka dengar atau tidak, Pita bodo amat.

𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢

Halo... sampe sini gimana?
Masih mau lanjut baca cerita Indigo Keren ini?

Jangan lupa masukin cerita ini ke perpustakaan dan reading list, ya. Dengan begitu aku akan melayani kalian dengan penuh tinta /plak!/ cinta maksudnya beb:(

Jangan lupa follow AlfiyahYaapa

𝗜𝗻𝗱𝗶𝗴𝗼 𝗞𝗲𝗿𝗲𝗻 : 𝗜 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang