12. Hukuman dari guru

6.5K 1.3K 23
                                    

Seorang lelaki berambut hitam legam dan tinggi 180 itu berlari menuju gadis tanpa senyum yang tengah melangkah menuju kelasnya seorang diri. Lelaki itu berusaha untuk menahan senyumnya tapi selalu gagal.

"Sendirian aja lo! Kalau diganggu setan gimana?" Mendengar seseorang yang tiba-tiba bersuara membuat Pita menoleh sekilas.

Gue udah digangguin selama bertahun-tahu kali! Seru Pita dalam hati. Inginnya ia berkata seperti itu, tetapi mengatakannya, sama saja seperti ia menghancurkan reputasi dirinya sendiri.

"Lo mau ke mana?" tanya Pita.

Evan merasa terbang untuk yang pertama kalinya ditanya Pita lebih dulu. "Gue mau nganter lo ke kelas," jawabnya.

Sementara Ali yang sebenarnya sudah berada di samping Pita itu telah bersiap dengan sendal yang ia lepas. Sambil dalam hati bergumam, "Tampol nggak, tampol nggak, tampol!" Demikian kalimat itu berhenti, Ali justru tetap diam pada posisinya. Bahkan sekarang ia kembali memakai sendalnya.

"Gue tanya, ya!" tekan Pita. Karena sebenarnya ia bertanya pada Ali bukan pada Evan.

"Kan tadi udah gue jawab," kata Evan dengan penuh percaya diri.

"Gue mau nyari setan cilik," jawab Ali. Matanya tak lepas melirik Evan dengan tak suka.

Evan tersenyum saat Pita menatapnya. Tak peduli sebenarnya gadis itu tengah menatap risih.

"Gue nggak tanya sama lo," sinis Pita lalu berjalan lebih cepat dari lelaki itu. Ali tertawa.

"Ya, kali. Kan di sini cuma ada gue. Udah pasti lo tanya ke gue." Evan berhasil menyamakan langkah Pita.

"Kalau yang gue tanya setan, apa lo percaya?"

Pita melihat Evan meneguk salivanya. Wajahnya pun pucat pasi. Tidak jauh berbeda seperti Ali. Dan Pita mendengus menyadari hal itu.

"Ngada-ngada, nih, pasti." Evan tertawa sumbang.

"Gue serius," jawab Pita. Dan didetik selanjutnya Ali berulah dengan menendang kaki kiri lelaki itu.

Evan terloncat sambil memeluk kakinya yang baru saja ditendang Ali. Atmosfer di sekitarnya mendadak lebih dingin saat Pita melempar tatapan tajam padanya. Sementara Evan mendadak takut dan merinding. Jelas-jelas ia merasa ada seseorang yang menendangnya dari belakang. Tetapi begitu dilihat, tidak ada siapa-siapa. Lalu tak peduli dengan kedua lelaki yang berbeda alam itu, Pita beranjak lebih dulu.

Terdengar panggilan dari Evan. Tetapi Pita tetap tidak mengacuhkannya. Ali di sana kembali tergelak sebelum memberi tendangan lagi pada kaki sebelah Evan. Sengsara sudah lelaki itu apabila sudah bersama Ali.

Ali buru-buru mengejar Pita secepat kilat.

"Pita." Panggilan Ali sungguh bernada.

"Apaan?" tanya Pita tanpa menoleh.

Seperkian detik Pita menunggu, Ali tak kunjung menjawab pertanyaannya atau maksudnya mengekor seperti ini. Sedari tadi hantu noob itu terus menerus menatapnya tanpa beralih sedetik pun.

"Halah, tai!" umpat Pita saking kesalnya karena tak dihiraukan.

Ali membelalak. "Sori, ya. Gue Ali, bukan tai."

"Terserah!" sahut Pita, "kenapa lo liatin gue terus?" tanyanya kemudian.

"Lo pikir gue liatin lo kenapa?"

"Kenapa?"

"Ada jerawat ternyata," jawab Ali lalu terngakak tanpa bisa ditahan.

Pita yang kesal lantas menendang bokong hantu noob itu. Membuat beberapa siswa dan siswi yang berlalu lalang memberi berbagai tatapan berbeda karena Pita tampak tak biasa saat menendang angin.

𝗜𝗻𝗱𝗶𝗴𝗼 𝗞𝗲𝗿𝗲𝗻 : 𝗜 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang