"Akhirnya nyampe juga," seru Pita sambil meregangkan otot-otot tubuhnya.
Rupanya Evan mengajak Pita pergi ke puncak yang tempatnya memang lumayan jauh dari wilayah keduanya. Tetapi biar begitu, Pita cukup senang karena ini sangat membantunya mengurangi beban pikiran. Tempat di sini terasa sejuk dan juga terlihat asri. Mungkin Pita bisa betah berlama-lama di sini andai tidak memiliki tempat tinggal.
"Lo nggak mau duduk?" tanya Pita begitu sadar bahwa Evan sama sekali tak mengalihkan tatapan darinya sejak tadi. "Lo kenapa, sih?!" lanjut Pita dengan kesal.
Evan tertawa menanggapi, lalu duduk di samping Pita seperti yang dipertanyakan oleh gadis itu sebelumnya.
Setengah hari ini Pita menghabiskan waktu bersama Evan untuk berkeliling di puncak. Ada berbagai tumbuhan dan tanaman di sepanjang jalan. Sampai Pita tidak sadar bahwa matahari sudah mulai berubah warna menjadi jingga.
"Udah sore, Pit. Buruan pulang, yuk! Gue khawatir lo dicari nyokap bokap lo nanti," kata Evan setelah melirik jam tangannya yang menunjuk pukul lima sore.
"Gue udah minta izin pas masih diperjalanan. Lo, mah, mana tahu," kata Pita, memberi senyuman remeh pada lelaki itu.
Evan terkekeh geli dan mengacak rambut Pita tanpa duga. Lalu keduanya saling tatap cukup lama.
"Khilaf, Pit. Maap. Lo enak dipandeng soalnya," aku Evan dengan frontalnya setelah melepas adu tatap di antara mereka.
Pita hanya mengangguk memaklumi. Karena ia akui, bahwa barusan ia juga sedang menilai paras Evan dan sedikit menikmatinya.
"Yaudah lo tunggu di sini, ya! Gue ngambil motor dulu bentar." Evan berpamit pada Pita yang diangguki langsung oleh gadis itu.
Sambil menunggu Evan kembali bersama motornya, Pita menyempatkan diri dengan bermondar-mandir tak karuan. Terasa membosankan untuk saat ini. Sampai-sampai Pita merasa kalau ada seseorang yang tengah mengintainya dari belakang. Pita memutar kepalanya mencari sesuatu. Tapi tak ada seorang pun di sana.
Semakin lama, Pita semakin merasa takut. Keadaan mulai terasa semakin mencekam. Pita berusaha mencari pertolongan dan berlari. Tetapi ternyata benar seperti apa yang ada di firasatnya. Kalau tenyata ada dua orang berpakaian serba hitam mencoba untuk mengejarnya.
Pita terus berlari tanpa melihat jalanan dengan benar. Dan tahu-tahu saja gadis itu hampir menabrak dada bidang milik seseorang. Pita langsung tersenyum saat menyadari dia adalah Evan.
"Tolong ... tolong sembunyiin gue di mana aja kek! Ayo buruan!" mohon Pita langsung pada lelaki itu.
"Kenapa lo?"
"Gue ... gue ... gue takut. Barusan ada dua orang ngikutin gue. Pakaian mereka serba item udah kayak mau ngelayat. Gue takut, sialan!"
Evan menatap Pita, raut wajah gadis itu memang terlihat jelas seperti seseorang yang sedang mengalami ketakutan. Dan untuk pertama kalinya Pita menunjukkan ekspresi baru.
"Gue baru tahu kalau ternyata orang kayak lo bisa takut juga."
"Jangan banyak omong! Udah jelas mereka lebih nyeremin daripada setan! Gue bisa kenapa-napa kalau sampe itu terjadi."
"Sayangnya semua udah terjadi." Tatapan Evan berubah seperti pemangsa yang sedang melihat mangsanya. Senyumnya terpatri. Senyum lama yang sudah lama tersembunyi.
Senyum devil.
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
Selimut yang menyelimuti raga Ali perlahan mulai dinaikkan oleh sang Dokter secara perlahan. Belum sempat itu terjadi, mata Ali perlahan mulai bergerak dan terbuka secara tiba-tiba, mengagetkannya dan juga yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗜𝗻𝗱𝗶𝗴𝗼 𝗞𝗲𝗿𝗲𝗻 : 𝗜 ✔
Humor𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐝𝐢𝐩𝐫𝐢𝐯𝐚𝐭, 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚. #ODOCTheWWG #SujuX (Juara #2 ODOC TheWWG SujuX) #Rank 1 On Remaja (06-11-21) [Cerita ini merupakan cerita fiktif dari penulis. Latar, budaya, dll tidak...