Pita berlari panik memasuki rumah sakit yang baru saja diberitahukan alamatnya oleh Juliet. Pita menuju resepsionis dengan tergesa dan berusaha menyetabilkan napasnya yang memburu karena sehabis berlari.
"Ruang ICU nomor 13 atas nama Ali Aldi di mana ya, Mbak?" tanya Pita kepada pegawai tersebut.
Pegawai tersebut meminta Pita untuk menunggu sebentar selagi ia mengecek ruang yang akan dituju Pita pada komputer kerjanya. Pita menggigit jari tak tentang. Sejak tadi ia tak henti mondar-mandir.
"Mbak—"
"Iya, Mbak?!" Pita langsung menyahut secepat kilat.
"Maaf sebelumnya. Tetapi yang bernama Ali Aldi tidak ada di ruang nomor 13," katanya.
"Masa, sih, Mbak? Mbak nggak usah nipu saya! Saya bukan antagonis kayak di film-film yang pura-pura pengen jenguk tapi malah mutusin selang infus si korban biar mati."
"Saya nggak ada nuduh kayak gitu, Mbak." Pegawai resepsionis itu merasa tak enak sendiri.
"Yaudah! Coba cek lagi! Mana mungkin pasien yang bernama Ali nggak ada di sini!"
Pegawai tersebut mau tak mau pun menuruti keinginan Pita. Mengecek ulang nama yang berbaris dari atas hingga bawah untuk mencari nama yang disebutkan Pita di sana.
"Tetep ngak ada, Mbak" katanya lagi.
"Serius nggak ada, Mbak?"
"Iya, Mbak. Di sini adanya Ali Refaldi."
"YA ITU MAKSUD SAYA!" Pita mengamuk saking kesalnya, membuat para pengunjung langsung memberi isyarat diam. Lagi pun, memang Pita yang salah karena melupakan nama lengkap Ali.
Setelah berhasil mendapatkan petunjuk menuju arah ruang Ali, gadis itu langsung menemukan seorang wanita yang sedang duduk di ruang tunggu, samping pintu masuk ruangan Ali dirawat.
Tanpa sadar Pita menggigit bibir bawahnya sebelum benar-benar menghampiri wanita itu.
"Permisi, Tante." Pita menyapa sambil menundukkan kepalanya. Sedangkan wanita itu buru-buru menegapkan duduk dan tersenyum ke arah Pita.
"Apa ini ruang Ali dirawat?" tanya Pita kemudian.
"Iya, betul. Kamu siapanya Ali, ya?" tanya wanita itu. Namanya Nerlana.
"Aku Pita, Tante. Temen Ali. Mungkin Tante emang nggak pernah liat aku sebelumnya karena aku sama Ali nggak terlalu deket." Pita tersenyum menyimpan dusta. Sudahlah, intinya ini yang terbaik.
"Maaf juga karena aku telat jenguk, Tan. Karena baru ini aku tahu kabar soal Ali." Pira merunduk sedih. Kali ini bukan sebuah kebohongan. Tetapi memang ia benar-benar merasa sedih.
Jujur saja, Pita takut kehilangan Ali. Selama ini hantu itu selalu menemani hari-harinya meski tak lekang dari perdebatan dan kejahilan sepanjang hari. Pita belum sanggup apabila hari-harinya akan terasa membosankan tanpa Ali. Namun, Pita mengaku bahwa ada alasan lain yang membuatnya tak ingin kehilangan hantu itu.
"Pita boleh minta izin masuk, kan, Tante?" Suara Pita kian terdengar serak. Matanya pun perlahan mulai memerah dan membasah.
Nerlana mengusap lembut surai Pita seraya tersenyum. Lalu kemudian mengangguk memberi izin.
Pita tersenyum tipis dan masuk ke ruangan tersebut. Hal pertama yang ia lihat adalah Ali yang tengah menatap raganya dengan tatapan sendu.
"Gue nggak bisa masuk ke raga gue," celetuk Ali sambil menyertakan senyum terlukanya.
Pita tak kuasa menahan air matanya. Baru pertama kali ini Pita melihat Ali begitu sedih secara alami.
Pita mendekat dan langsung merengkuh tubuh Ali. Tak peduli jika sewaktu-waktu Nerlana melihatnya dan menganggapnya tidak waras, Pita hanya berniat menyalurkan kekuatan pada Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗜𝗻𝗱𝗶𝗴𝗼 𝗞𝗲𝗿𝗲𝗻 : 𝗜 ✔
Humor𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐝𝐢𝐩𝐫𝐢𝐯𝐚𝐭, 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚. #ODOCTheWWG #SujuX (Juara #2 ODOC TheWWG SujuX) #Rank 1 On Remaja (06-11-21) [Cerita ini merupakan cerita fiktif dari penulis. Latar, budaya, dll tidak...