04. Pengawal Pribadi

244 32 14
                                        

Ada yang nungguin cerita mereka?
_________

"Ketika seorang princess bersama pengawal pribadinya."

'ChandraDira'
_____________

"Heh, lo kalo mau uwu jangan di sini dong!"

Chandra melihat orang yang baru saja berbicara.
"Emang gue perduli?"
Setelah mengatakan itu, Chandra beranjak dari duduknya. Sedangkan orang itu melongo dengan ucapan adik kelas yang kini sudah berjalan menjauh ke arah penjual bakso.

"CHAN, GUE PESENIN SATU," teriak Alvan dan dibalas dengan acungan jempol tanpa cowok itu berbalik.

"GUE JUGA." Cowok yang di samping Alvan ikutan berteriak seperti sahabatnya. Namun, balasan yang ia dapat tidak seperti Alvan. Chandra bukan menjawab dengan acungan jempol melainkan jari tengahnya.

"Anjir tuh anak. Sama gue kenapa judes banget? Giliran sama lo nurut banget. Mentang-mentang calon Kakak ipar!" Dira dan Alvan tertawa melihat respon dari Chandra. Chandra itu tipe orang yang tidak suka disuruh-suruh. Kecuali kedua orangtuanya dan Dira yang menyuruh.

"Makanya jangan negur dia kalo lagi ngobrol sama adek gue. Lo sih," ujar Alvan disela tawanya. Sebenarnya ia juga kasihan pada sahabatnya sejak kecil itu. Dia Dimas.

Dimas memang sudah mengenal Chandra dan Dira. Tapi, ia tidak pernah ngobrol sekalipun dengan cowok yang disebut es berjalan. Chandra bersikap dingin dengan orang lain. Namun tidak dengan keluarga serta orang yang dekat dengan cowok itu tentunya.

Tak lama, Chandra datang dengan nampan yang terdapat tiga mangkuk bakso serta tiga gelas es teh di tangannya. Tentu saja tiga porsi itu untuk dirinya, Dira, dan Alvan. Ia meletakkan di tengah-tengah meja tersebut.

Semua itu tak luput dari mata Dimas. Ia merasa diasingkan di sini. Padahal sudah jelas ia juga terlihat, bukan makhluk lain.

"Buat lo, ambil sendiri. Udah gue pesenin," ujar Chandra dengan dinginnya.

Jelas bukan? Dimas seperti anak yang ditelantarkan. Namun tak urung Dimas berdiri dan mengambil pesanan yang Chandra maksud.

"Lo perhitungan banget sama temen. Tinggal bawa sekalian aja gk mau," omel Dimas.

"Mata lo merem? Ini nampan kagak muat, bego!"

Dira yang melihat situasi yang sedikit berubah segera mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Chandra, Dira mau pake sambal," ujar Dira, dan itu berhasil.

Seketika Chandra melihat gadis itu. "Nanti perut kamu sakit," sahut Chandra dengan nada lembut. Lagi-lagi Dimas melongo mendengarnya.

Hei! Kenapa berbicara dengan Dira, cowok itu lembut sekali? Sedangkan dengan dirinya, tidak ada lembut-lembutnya sama sekali.

"Udah, lo nggak usah kaget. Dari dulu gitu 'kan?" peringat Alvan yang melihat Dimas ingin menyahut dan memancing emosi Chandra kembali.

"Yaudah, iya. Dira nggak pake sambel. Ayo mulai makan!"

***

"Chandra, Dira pengen ke toilet," ujar Dira dengan berbisik. Ia sekarang sedang berada di aula. Di depan sana terlihat seniornya yang sedang asik menjelaskan tanpa menyadari jika bel sekolah baru saja berbunyi.

Hari ini memang baru pertama kali masuk namun sudah pulang terlambat. Senior itu menjelaskan tentang organisasi serta ekstrakurikuler yang ada di SMA Alexandria.

"Bentar." Chandra celingak-celinguk memperhatikan seniornya satu per satu. Berharap ada yang ia kenal di antara mereka. Hingga tatapannya terhenti pada sesosok cowok yang sedang memainkan ponselnya itu. Chandra mengangkat tangannya berniat meminta izin.

"Izin ke toilet," ujar Chandra datar tanpa memperdulikan lawan bicaranya.

Seniornya itu mengangguk. Chandra pun mengajak Dira beranjak dari tempat itu. Belum sempat mereka melangkah, seniornya memberhentikan gerakannya.

"Kalo ke toilet satu-satu!"

"Chandra di sini aja. Dira bisa sendiri tanpa diantar Chandra. Dira bukan anak kecil lagi," ujar Dira berbisik melihat mata cowok itu.

"Nggak, aku anterin!" kekeh cowok itu. Chandra memang termasuk orang keras kepala. Entah kenapa, Chandra belum bisa membiarkan Dira pergi sendirian.

"Kenapa harus satu-satu?" tanya Chandra menatap seniornya itu.

"Sedari tadi saya lihat, kalian bareng terus. Ke toilet harus bareng?"

"Masalah?" Chandra tidak suka dengan nada bicara seniornya itu. Chandra paham tentang peraturan 'jika izin ke kamar mandi jangan bersamaan'. Peraturan itu di tujukan untuk siswa yang satu kelas. Tapi ia tidak bisa membiarkan Dira sendirian.

Dimas yang sedang bermain game di ponselnya itu pun berhenti bermain. Ia melihat dua orang yang sedang beradu tatapan. Tentunya tatapan sengit di mata keduanya. Dimas memijit pelipisnya karena kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Apalagi melihat orang yang berlawanan dengan temannya itu Chandra.
Dimas menghembuskan nafasnya kasar.

"Chan, sana lo ke toilet! Buruan," ujar Dimas.

Chandra segera mengajak Dira keluar dari tempat itu. Ia tadi sempat melihat seniornya langsung melihat Dimas. Ia yakin, sebentar lagi dua orang tadi akan beradu mulut.

"Chandra, lain kali biar Dira ke toilet sendiri." Dira menatap Chandra kesal. Kini mereka berjalan di koridor yang menghubungkan ke toilet.

"Nggak!" ucapan Chandra memang tidak bisa dibantah. Satu sifat yang melekat erat pada dirinya, keras kepala.

"Dira bukan anak kecil lagi, Chandra!" ucapnya mengingatkan cowok itu. Ia sudah berulang kali berbicara bahwa dirinya bukan anak kecil yang harus diantar ke sana ke mari.

Chandra mengacak rambut gadis itu pelan dan tersenyum. "Sana masuk, aku tunggu di sini."

Dira segera memasuki toilet. Sedangkan Chandra tengah bersender dan mengeluarkan benda pipih yang ada di sakunya.
Tak lama, gadis itu keluar menghampiri Chandra.

"Yuk!" serunya.

Chandra memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya. Mereka berjalan menuju aula. Sesampainya di aula, Dira celingak-celinguk memperhatikan ruangan yang kini kosong, hanya tinggal tas miliknya dan milik Chandra saja.

"Kok sepi, ya? Apa udah disuruh pulang?"

Chandra mengacuhkan pertanyaan gadis itu. Ia berjalan mengambil dua tas yang tersisa dan segera kembali mengajak Dira pulang. Dira yang memang penurut pun hanya mengikuti cowok itu. Selama perjalanan, Dira bercerita tentang dirinya yang suka dengan boneka. Chandra hanya menjadi pendengar tanpa mau mengomentari.

Tak lama, mereka sampai di rumah Dira. Mereka mendudukkan dirinya di kursi yang tersedia di ruang tamu rumah itu.

"Lo tadi ngapain?" tanya seseorang yang baru saja datang dari arah belakang mereka.

"Abang udah dibilangin kalo nongol tuh ngucapin salam kek. Dateng-dateng langsung nanya nggak jelas," omel Dira. Sedangkan Alvan malah mencomot cemilan yang ada di meja.

"Berisik, dek."

***

Haloo, jadi gimana kabarnya? Masih nungguin ceritanya?

Enggak ya? xixi

Jangan lupa ramein di kolom komentar ya:')

Babay.

20 Oktober, 20
naa_

3F • (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang