Happy reading. Jangan lupa ramein kolom komentar.
________“Semakin banyak teman, semakin banyak pula yang berusaha menghancurkan.”
'ChandraDira'
_____________
“Ngapain lo ke sini?” Terlihat jelas jika Nadya tidak suka dengan kehadiran orang itu.“Terserah gue dong. Mau gue ke mana aja itu hak gue.”
“Nggak usah ikut campur urusan gue!” peringat Nadya pada gadis yang ada di depannya.
“Gue nggak akan ikut campur kalo lo nggak nge-bully adek kelas.”
Nadya yang mendengarnya hanya memutar bola matanya malas. “Berisik.”
“Gue kasih pilihan. Pergi sekarang atau kejadian tadi gue laporin ke Kepala Sekolah? Meskipun lo Cuma nyiram, itu udah termasuk pembullyan. Lo mau gue laporin?”
Nadya menghembuskan nafasnya kasar. Gadis itu pun lebih memilih pergi meninggalkan dua orang yang membuat moodnya berantakan.***
Setelah insiden di toilet tadi, dua gadis itu tengah duduk di salah satu kursi yang ada di kantin.
“Makasih, ya, Kak,” ujar Dira.
“Lo udah lima kali ngomong makasih.” Pasalnya, Dira sudah lima kali ini bilang makasih, hingga membuat gadis itu sedikit kesal.
“Nama kakak siapa?” tanya Dira mencoba mengalihkan pembicaraan. Memang sedari tadi mereka belum berkenalan.
“Panggil Kaira,” ujar gadis yang menolong Dira tadi.
“Kalo panggil Kak Rara, boleh?”
Kaira mengangguk sebagai jawaban. Melihat itu, Dira tersenyum senang.“Kak Rara mau minum atau makan apa? Biar Dira pesenin.”
“Nggak usah, gue masih kenyang,” jawab Kaira.
Kaira mengeluarkan benda pipih dari sakunya. Entah apa yang membuat gadis itu begitu fokus dengan benda itu.
Kaira melihat Dira sekilas. “Nama lo, Dira 'kan?” tanya Kaira setelah melihat wajah Dira.
Dira mengangguk sebagai jawaban. Ia juga bingung harus berbicara apa kepada kakak kelasnya ini. Kaira memang ternyata kelas sebelas. Sedangkan Dira, gadis itu masih kelas sepuluh.
“Kenapa lo tadi nggak ngelawan pas nenek lampir itu bully lo? Gedeg banget gue sama tuh orang dari kelas sepuluh,” ujar Kaira dengan kesalnya. Terlihat jelas jika Kaira sangat membenci Nadya.
Dira menundukkan kepalanya. Memainkan jemarinya yang terlihat lebih menarik. “Dira nggak berani, Kak.” Suara Dira terdengar sangat lirih di telinga Kaira.
“Kenapa?”
Dira melihat Kaira kembali. “Dira takut, Dira nggak berani ngelawan.”
Kaira bisa melihat jelas raut wajah Dira yang terlihat ketakutan. Gadis yang bernama Kaira itu cukup paham maksud dari Dira. Dari pandangan Kaira, Dira adalah gadis yang begitu polos dan kurang percaya diri. Dira juga terlihat tidak memiliki teman. Karena selama Kaira bersekolah di SMA Alexandria dan mendengar cerita dari orang lain, Dira selalu pergi bersama cowok yang bernama Chandra.
“Gue denger, lo punya temen cowok. Mana?” Kaira mengerutkan alisnya.
“Chandra lagi ada rapat OSIS, Kak.” Kaira mengangguk mengerti.
Kaira kembali memperhatikan ponsel yang masih ia genggam. Tiba-tiba raut wajah gadis itu berubah. Wajah itu terlihat tengah ketakutan. Dira melihat Kaira yang tengah menggigit bibir bawahnya membuat Dira ikut cemas.
“Kak Rara kenapa?” Tidak ada jawaban dari Kaira. Dira pun menyentuh pergelangan tangan Kaira. Saat itu lah Kaira tersadar.
Keringat muncul di pelipis gadis itu.“Sorry-sorry,” ujarnya.
Dira tersenyum dan mengangguk pelan sebagai jawaban.“Kalo boleh tau, Kakak tadi kenapa?” Hanya gelengan kepala yang Dira dapatkan. Tidak ada suara yang keluar dari mulut Kaira.
Mereka terdiam beberapa saat. Untuk masalah seragam Dira yang basah tadi, kini gadis itu sudah berganti seragam dengan yang baru. SMA Alexandria memang menyediakan perlengkapan alat tulis, termasuk seragam.
Dira memperhatikan Kaira yang sesekali melihat jam tangan milik gadis itu.
“Kak Rara kenapa? Ada masalah?”Kaira melihat Dira sekilas. “Enggak kok, bentar lagi bel masuk. Gue mau ke kelas.”
Kaira beranjak dari duduknya. “Nanti sepulang sekolah, bisa temuin gue di halaman belakang?”
“Kayaknya bisa, Kak. Nanti Dira usahain ke sana.”
Setelah mendengar jawaban Dira, gadis itu pergi meninggalkan Dira sendirian di kantin. Sedangkan Dira sedari tadi memperhatikan Kaira secara diam-diam. Ia merasa seperti pernah melihat Kaira sebelumnya. Namun, di mana? Dira tidak ingat sama sekali. Wajah Kaira tidak asing baginya.
Hingga sebuah tepukan mendarat di pundaknya membuat Dira tersadar akan lamunannya.
“Dicariin juga,” celetuk orang yang menepuk pundaknya itu.
“Udah selesai latihannya, Bang?” Orang yang baru saja datang adalah Alvan. Cowok itu sudah berganti pakaian, tidak lagi menggunakan seragam basketnya.
“Kenapa pergi duluan?” Setelah selesai berlatih, Alvan segera mencari Dira dan menemukannya di kantin.
Dira menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ia tidak mungkin bilang jika ia habis dilabrak oleh kakak kelasnya itu. Dira tersenyum menampilkan sederet giginya. “Laper.”
Alvan melihat meja yang tidak ada makanan sama sekali. Cowok itu menautkan alisnya. “Terus mana makanannya?”
“Kan udah di beresin sama mbak-mbaknya. Udah mau bel. Dira ke kelas dulu ya.”
Gadis itu langsung beranjak dari duduknya. Meninggalkan Alvan dengan beberapa pertanyaan yang muncul di benak cowok itu. Alvan sudah paham dengan sikap Dira. Ketika berbohong pun juga terlihat.
Alvan menyadari sesuatu. Dari cara berbicara dan tingkah laku adiknya itu, Alvan tahu jika Dira tengah menyembunyikan sesuatu darinya. Cowok itu akan membiarkan hingga Dira mau bercerita dengan sendirinya tanpa ada paksaan darinya.
***
Terima kasih buat kalian yang masih stay. Duh, maapin ya kalo nggak sesuai ekspektasi kalian.
Babay
14, November 20
naa_
KAMU SEDANG MEMBACA
3F • (END)
Teen Fiction"Chandra, Dira mau ke toilet. Chandra tunggu di kelas aja." "Nggak! Gue anterin." ____________________ Di mana ada Dira, di situ ada Chandra. Itulah kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan dua remaja yang selalu pergi bersama-sama itu. Menurut C...