21. Rooftop

66 10 1
                                    

Happy reading
_________

Hari ini hari Minggu. Hari di mana orang-orang sibuk rebahan. Sama seperti seorang gadis yang sedari tadi hanya tengkurap dengan laptop di depannya. Benda itu menampilkan seorang bocah yang menggunakan jilbab namun terlihat poninya. Gadis yang tengah tengkurap tertawa ketika melihat bocah berbaju pink itu hendak menusukkan jarum suntik kepada seekor serigala.

Meskipun gadis yang merupakan putri dari Leo Aldinata serta Karin Aldinata itu sudah SMA, tetap saja Dira masih menyukai kartun yang berjudul 'Masha and the bear'. Tiada hari minggu tanpa menonton kartun baginya.

Suara pintu terbuka saja Dira tidak menyadari. Hingga Alvan ikutan menonton kartun itu, Dira masih saja tidak menyadari kedatangannya.

“Mana ada bocah bermain sama hewan! Apalagi tidak ada manusia lain di tempat itu,” celetuk Alvan mengomentari seorang bocah yang tengah mengganggu beruang itu.

Dan Dira baru menyadarinya. “Abang ke tempat Masha aja kalo gitu. Jadi Abangnya Masha. Dari pada jadi Abangnya Dira dan selalu gangguin Dira. Mending gangguin Masha,” usul Dira tanpa mengalihkan pandangannya.

Alvan melongo mendengarnya. Yang benar saja Alvan menjadi abang dari bocah berponi itu. Bisa gila lama-lama. Lagi pula, bocah berponi itu banyak tingkah dan ingin mencoba hal baru. Alvan tidak mau menjadi bahan percobaan bocah berponi itu.

“Ogah banget. Kalo dia jadi adek Abang nih, ya. Udah Abang masukin ke kantung plastik terus Abang buang. Lagian ngapain nonton begituan. Yang lain aja.”

Dira mengetikkan sesuatu di kolom pencarian. Hingga layar itu menampilkan sesuai apa yang Dira ketik. Lagi-lagi tingkah adiknya membuat Alvan melongo. Bagaimana tidak? Kini layar itu menampilkan dua bocah yang memiliki wajah sama serta tidak memiliki rambut.

Alvan menghembuskan nafasnya pasrah. “Ya Allah. Otak memang pinter, tapi napa tontonan kek bocil?!”

“Lucu tau. Biar nggak setres,” ujar Dira dengan santainya.

“Abang yang setres lama-lama.”

“Dulu juga Abang sering nonton kayak gini kalo nggak lupa.”

“Kan dulu. Lagian tuh dua tuyul dari Abang masih kecil sampe Abang kelas sebelas kagak naik-naik tuh perkembangannya. Masih TK mulu.” Meskipun mengomel seperti itu, Alvan tetap saja melihat tayangan yang menampilkan dua bocah bernama 'Upin dan Ipin'.

“Abang berisik dari tadi. Tinggal nonton doang susah banget. Dahlah, Dira mau mandi terus pergi bareng Chandra.” Gadis itu bangun dari tengkurapnya.

“Abang pinjem laptopnya!” teriak Alvan karena Dira sudah memasuki kamar mandi.

***

Cuaca sangat panas hingga membuat beberapa orang berkeringat. Dua remaja yang tak lain adalah Chandra dan Dira tengah berada di salah satu kafe yang memiliki dua lantai serta roftop.

“Aku mau ke toilet dulu.” Chandra beranjak dari duduknya. Tak lupa ponselnya ia bawa.

Sembari menunggu Chandra, Dira memainkan ponselnya. Membalas pesan masuk dari Kaira serta Satria. Entahlah, dua sahabat barunya itu selalu mengirimkan pesan secara bersamaan.

Hingga sebuah pesan yang baru saja masuk mengalihkan perhatiannya.

Chandra 🌙

Aku tunggu di Rooftop

“Ngapain ya, Chandra nunggu di rooftop?” gumam Dira.

Tak urung gadis itu berjalan menuju kasir untuk bertanya jalan menuju rooftop. Setelah penjaga kasir itu memberitahu jalannya, Dira segera menuju tempat itu. Sebenarnya Dira sedikit takut, tapi rasa itu ia tepis ketika kembali mengingat Chandra.

Sesampainya di tempat yang Dira cari, tidak ada siapa pun di sini. Chandra juga tidak ada. Pikiran negatif mulai muncul di benaknya. Sekali lagi, Dira menepis pikiran buruk itu. Dira berjalan menuju tepi rooftop, berniat ingin melihat yang ada di bawah sana. Namun baru beberapa detik melihatnya, Dira membalikkan badannya dan melangkah menjauhi tepi rooftop. Ia tidak berani melihat ke bawah sana.

Rasa takut kembali muncul ketika matanya melihat sesosok berpakaian hitam tengah berjalan pelan menghampirinya. Dira yang tadinya sudah berada di tengah rooftop kembali berjalan mundur. Semakin orang itu melangkah maju, Dira semakin melangkahkan kakinya mundur.

“Jangan mendekat.” Peringat Dira.

Hingga Dira harus menghentikan langkahnya karena punggungnya sudah menabrak tepi rooftop. Tangannya gemetar hebat. Orang itu semakin mendekatinya, tinggal tiga langkah lagi orang itu tepat di hadapan Dira. Dira masih belum bisa melihat jelas wajah orang itu karena orang itu menggunakan masker serta topi yang sedikit menutupi matanya.

“Jangan sakitin Dira,” lirihnya.

Tangan orang itu terulur ingin mendorong Dira dari atas namun Dira juga mencoba menahan tangan itu. Dari tangannya, Dira seperti mengenali tangan itu. Apalagi gelang yang terpasang pada tangan itu. Seperti tidak asing baginya. Tapi siapa orang ini?

Suara riuh yang berasal dari bawah sana terdengar jelas oleh Dira. Ia mencoba melihat apa yang terjadi di bawah sana, ternyata banyak orang yang melihat dirinya akan terjatuh. Tidak ada seseorang yang ia kenal di bawah sana. Lalu, ke mana Chandra? Kenapa cowok itu tidak kelihatan sama sekali.

“Kamu siapa?” Dira sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia merasa takut karena orang itu masih mencoba mendorongnya.

“Lo nggak perlu tahu siapa gue. Yang pasti,gue pengen lo mati.”

Sebenarnya siapa orang ini? Kenapa ingin sekali melihat Dira mati.
Dira sudah tidak bisa lagi menahan tangan orang itu. Hingga tubuhnya merasa melayang. Dira sudah pasrah kali ini jika memang takdirnya terjatuh dari rooftop.

Brukk

***

Menuju ending dan aku ngantuk. Babay.

14, November 20
naa_

3F • (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang