__________
“Hari ini, waktuku denganmu berkurang banyak. Sedangkan waktumu dengannya bertambah banyak.”'ChandraDira'
____________
Chandra berjalan bolak-balik sedari tadi. Tugasnya mengecek satu persatu yang dibutuhkan pada acara kali ini. Acara bazar yang mengadakan OSIS SMA Alexandria. Banyak sekali barang yang ada pada bazar tersebut. Siapa saja boleh mengikuti bazar itu.“Stand alat tulis sudah lengkap?” tanya Chandra pada gadis yang menggunakan jas seperti dirinya.
“Sudah. Semua sudah selesai.” Chandra mengangguk mendengar ucapan gadis itu.
Mereka berjalan ke aula untuk istirahat. Chandra mengeluarkan ponselnya. Ia akan mengabari Dira yang sekarang ini sedang berada di kelas. Karena adanya bazar, maka kegiatan belajar mengajar ditiadakan.
Memang kenaikan kelas belum lama. Chandra juga termasuk murid baru di SMA ini. Namun, ketua OSIS menunjuk Chandra untuk mengikuti bazar ini bukan tanpa alasan dan hanya Risky sendiri yang tahu alasannya.
Bazar kali ini juga berbeda dari bazar-bazar sebelumnya. Di acara kali ini, akan ada beberapa penampilan yang dibawakan dari pengurus acara. Hasil dari bazar nantinya akan diberikan kepada salah satu panti asuhan yang berada di Jakarta.
“Chandra, lo dipanggil Risky,” ujar seorang gadis yang bernama Alya.
Chandra mengalihkan tatapannya dari ponsel. “Di mana?” tanya Chandra.
“Di belakang panggung.”
Chandra mengangguk sekilas. Ia pun berjalan keluar menuju panggung yang tersedia. Untung saja pesannya tadi sudah terkirim. Sesampainya di dekat panggung, Chandra menghampiri seseorang yang tingginya tidak jauh beda darinya itu.
“Lo manggil gue?”
Risky yang tadinya membelakangi Chandra, membalikkan badannya menghadap cowok itu.“Lo bisa nyanyi 'kan?”
“Maksud lo?” Bukannya menjawab, Chandra malah balik bertanya pada cowok itu.
“Gue mau, lo nanti tampil.” Risky menulis sesuatu di buku yang ia pegang.
“Nggak,” sahut Chandra cepat.
“Sama Dira.”
Dengan cepat, Chandra menyahut, “Lo gila?”
“Gue nggak gila. Gue Cuma mau lo tampil.” Mereka terus saja berdebat. Namun, Risky tidak mengalihkan tatapannya dari buku yang ia pegang.
Di sisi lain, Dira sedang berada di kantin bersama Satria. Tadi tiba-tiba Satria mendatangi kelas sepuluh. Lebih tepatnya kelas yang Dira tempati. Karena Dira duduk sendirian, Satria mengajak gadis itu ke kantin sembari menunggu acara bazar di mulai. Mungkin sekitar jam sembilan. Sedangkan sekarang ini, jam menunjukkan pukul delapan.
“Lo udah lama temenan sama Chandra?” Dira melihat cowok yang duduk di depannya.
“Dari SMP, Kak,” jawab Dira.
“Kalian nggak pacaran?” tanya Satria penasaran.
Dira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Entah karena apa, ada rasa lega di hati Satria kali ini. Mereka belum lama mengenal. Namun, wajah Dira mengingatkan seseorang yang berarti untuk Satria.
“Gue boleh tanya sesuatu?” tanya Satria.
“Tanya apa, Kak?”
“Kemarin, pas orang-orang nyinyirin tentang Ayah lo. Emang bener, Ayah lo pengemis?”
“Bukan kok. Papanya Dira bukan pengemis. Emang, mereka tau dari mana, Kak?”
“Di mading. Ada foto lo yang duduk di samping bapak-bapak pengemis pas lagi di pasar malam.”
Dira sekarang paham alasan orang-orang menghinanya. Pantas saja Chandra langsung mencarinya kemarin. Jika Alvan mengetahui itu, sudah dipastikan cowok itu akan melaporkan orang itu karena telah mencemarkan nama baik.
“Lo ada masalah sama Nadya?” Dira berpikir sejenak. Mengingat masalahnya dengan seniornya satu itu. Seingatnya, Nadya hanya tidak suka jika Dira berdekatan dengan Alvan. Lagi-lagi, Dira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Dira melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tak terasa, sudah satu jam lebih mereka berada di kantin.
“Ke acara bazar yok, Kak?”
Kali ini, Satria yang mengangguk. Mereka berjalan keluar dari kantin. Dua remaja itu berjalan bersisian melewati koridor yang cukup sepi. Sudah dipastikan, semua berada di lapangan untuk melihat barang-barang yang tersedia di bazar.
Dira menghampiri Chandra yang sedang duduk di salah satu kursi stand. Tentu saja dengan Satria di sampingnya.
“Chandra, ini Dira bawain roti.” Gadis itu menyerahkan kantung plastik yang berisi roti. Dira membelinya ketika di kantin tadi.
Chandra yang awalnya memejamkan matanya, kini melihat gadis yang berdiri di depannya. Cowok itu menerima kantung plastik yang Dira berikan.
“Makasih,” ujar Chandra. Sebenarnya Chandra sedikit tidak suka dengan Satria.
“Jangan lupa dimakan. Dira mau lihat-lihat yang lain.”
Setelah mengatakannya, Dira mengajak Satria meninggalkan stand itu. Sesekali mereka bercerita hingga menimbulkan tawa receh Dira. Semua itu tak luput dari penglihatan Chandra. Jelas sekali jika Dira terlihat bahagia.Chandra merasa iri karena waktu Dira lebih banyak bersama Satria dari pada dirinya. Padahal jika dipikir-pikir, waktu Dira bersama Chandra itu lebih banyak. Bahkan hampir dua puluh empat jam mereka bersama. Lantas, apa yang Chandra pikirkan saat ini?
Cowok itu memejamkan matanya. Mencoba menghilangkan kekhawatiran terhadap gadis itu. Tidak seharusnya Chandra berlebihan seperti saat ini. Jika ada penghargaan terhadap cowok yang posesif, sudah dipastikan cowok itu mendapatkan pialanya. Banyak sekali orang-orang yang mengatainya alay. Namun, cowok itu selalu mengabaikan perkataan orang-orang.
Chandra kembali membuka matanya. Pandangannya kali masih tertuju pada Dira yang tengah tertawa bersama Satria yang memasangkan bando merah muda itu. Chandra menghembuskan nafasnya kasar. Ia beranjak dari duduknya. Lebih baik Chandra pergi saja dari lapangan. Biar anggota lain yang menunggu standnya.
***
Duhh, dah lama banget nggak update. Maapin kalo absurd ya.
10, November 20
naa_

KAMU SEDANG MEMBACA
3F • (END)
Teen Fiction"Chandra, Dira mau ke toilet. Chandra tunggu di kelas aja." "Nggak! Gue anterin." ____________________ Di mana ada Dira, di situ ada Chandra. Itulah kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan dua remaja yang selalu pergi bersama-sama itu. Menurut C...