Masih setia nunggu kelanjutan ceritanya? Jangan lupa ramein ya:')
____________
"Seharusnya senior itu bisa menjadikan contoh yang baik dan bersikap lebih dewasa. Bukan malah memanfaatkan status senior untuk menindas adik kelasnya."
'ChandraDira'
______________
Gadis yang tadinya fokus memoles bibirnya itu pun mengalihkan tatapannya. "Oh, jadi lo yang buat sekolahan heboh?"
Tanpa sadar, Dira berjalan mundur hingga punggungnya menempel dinding karena kakak kelasnya itu semakin mendekatinya.
"Awas, Nad. Pawangnya nakutin," peringat gadis dengan rambut berwarna ombre.
Gadis yang dipanggil Nad itu menghentikan langkahnya. "Cek di depan!"
Tanpa pikir panjang, gadis berambut ombre itu keluar dari kamar mandi. Melihat apakah ada cowok yang selalu mengawasi gadis itu. Gadis berambut ombre itu kembali masuk ketika tidak ada tanda-tanda adanya orang di sekitar toilet.
"Kosong," ujarnya.
Gadis yang dipanggil Nad itu kembali berjalan mendekati Dira yang tengah ketakutan. Dira melihat senyum yang terbit dari bibir kakak kelasnya itu. Dira memejamkan matanya.
"Chandra, tolongin Dira," batin gadis itu.
"Lo sebenarnya siapa sih? Sampai-sampai harus dikawal sama dua orang sekaligus. Alvan juga ikutan lagi. Lo anak Sultan?" pertanyaan itu yang terlontar dari mulut seniornya. Dira merasa takut, bahkan untuk berbicara saja rasanya susah. Ia tidak pintar dalam hal adu mulut. Biasanya selalu ada Chandra yang membalas omongan orang yang mengganggunya.
Kesal karena tidak mendapat jawaban, seniornya itu menarik rambut Dira cukup kencang. Membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Sakit kak," ringisnya. Dira mencoba melepaskan tangan itu dari rambutnya, namun susah sekali.
"Ini akibatnya karena lo udah buat Alvan jadi sering bareng lo!" Memang tidak banyak yang tau jika Alvan itu abangnya. Teman sekelasnya pun juga tidak ada yang tau, karena memang orangtua Dira sudah berpesan kepada sekolah agar merahasiakan namanya. Setiap mengabsen, maka guru akan memanggilnya Alesha Dira.
"Nadya, ayo ke kelas. Bara udah nge-Wa gue katanya Bu Nia udah nyariin kita gara-gara kelamaan di toilet," ujar gadis berambut sepinggang itu.
Gadis yang bernama Nadya itu melepaskan tangannya dari rambut Dira dengan kasar.
Nadya menunjuk muka Dira dengan jari telunjuknya. "Gue peringatin sama lo, jangan lapor apa-apa sama pawang lo itu ataupun Alvan. Kalo sampai lo lapor, gue bakalan lakuin lebih parah dari ini. Satu lagi, jangan pernah lo deketin Alvan." Setelah mengatakan itu, Nadya beserta dua temannya keluar dari toilet.
Tanpa sadar, setetes cairan bening keluar dari mata Dira. Dira memang gadis cengeng, apalagi jika ada yang membentaknya seperti tadi. Ternyata tidak hanya di novel saja, di real life pun ada senior yang suka menindas adik kelas hanya karena merasa tersaingi.
Dira segera menghapus air matanya. Ia berjalan ke arah cermin dan merapikan penampilannya yang acak-acakan. Setelah dirasa cukup, Dira keluar kamar mandi. Siapa sangka, di pertengahan koridor Dira justru bertemu dengan Chandra.
"Darimana?" tanya Chandra.
"Toilet."
Chandra merasa nada bicara Dira berubah lebih cuek. Tidak seperti biasanya. Dira selalu berbicara dengan suara lembutnya, tapi kali ini berbeda sekali.
"Kenapa, hmm?" Chandra berjalan dengan tatapan mengarah pada gadis yang ada di sampingnya.
"Nggakpapa." Sudah jelas ada yang terjadi pada Dira.
***
"Mau makan apa?"
"Bakso aja."
Chandra menghembuskan napasnya kasar. Ia heran dengan sikap Dira sedari tadi. Setiap ditanya, jawabnya lebih cuek dari biasanya. Bahkan, tidak ada senyum sedikit pun di wajahnya. Chandra beranjak dari duduknya dan memesan makanan untuknya mereka berdua. Chandra kembali dengan nampan yang terdapat dua porsi untuk mereka.
"Kamu kenapa?" tanya Chandra setelah duduk di samping gadis itu.
"Nggakpapa." Lagi-lagi Dira menjawab dengan kalimat yang sama.
Chandra mencoba menahan dirinya agar tidak membentak gadis itu hanya karena jawaban yang tidak memberikan kejelasan. Alvan dan Dimas yang baru saja datang heran dengan sikap keduanya yang saling diam.
"Dim, gue titip sekalian," ujar Alvan kepada Dimas dan dibalas anggukan oleh cowok itu.
Alvan menatap adiknya yang kini tengah fokus dengan makanannya. Biasanya Dira selalu berceloteh seperti anak kecil ketika makan. Namun kali ini tidak. Alvan mengalihkan tatapannya ke arah Chandra yang tengah mengaduk baksonya tanpa minat.
"Chan, lo tadi dipanggil Risky kenapa?" tanya Alvan memecah keheningan. Ia tadi sempat mendengar jika Chandra disuruh menemui ketua osisnya itu di aula.
Chandra melirik Alvan sekilas. "Disuruh berpartisipasi untuk bazar."
"Nih," ujar Dimas menyerahkan pesanan Alvan.
Mereka berempat makan dengan tenang tanpa ada suara yang keluar dari mulut mereka masing-masing. Hanya suara murid lain yang ngobrol dan suara sendok yang bergesekan dengan mangkuk. Biasanya mereka selalu berbicara disela makan.
Dira yang selalu memulai percakapan, kini terdiam dengan pikirannya sendiri. Gadis itu masih memikirkan kejadian tadi di toilet. Hingga makanan mereka habis pun, gadis itu tidak mengeluarkan suara sama sekali.
"Dek, nanti pulang sekolah kamu bareng Abang aja," celetuk Alvan memecahkan keheningan.
"Enggak usah," jawab Dira singkat.
Gadis itu mengeluarkan ponselnya. Alvan serta Chandra saling pandang beberapa detik. Tidak biasanya gadis itu memainkan ponselnya ketika mereka sedang bersama, apalagi ini masih di kantin.
"Dira mau ke kelas sekarang," ujar Dira yang kini beranjak dari duduknya.
"Tumben, Dir," sahut Dimas yang sedari tadi diam memperhatikan ketiganya.
"Nggakpapa, Kak. Mau ngerjain tugas aja." Gadis itu pergi dari tempatnya.
Dira menundukkan kepalanya selama berjalan. Ia bisa menebak jika Chandra masih di kantin karena tidak ada suara derap langkah kaki di belakangnya.
"Kamu harus terbiasa, Dira. Sampai kapan kamu akan bergantung terus sama Chandra dan Abang kamu," batinnya. Ia mencoba menguatkan dirinya agar cairan bening tidak jatuh dari matanya.
Matanya semakin memanas ketika merasa ada mata yang menatapnya. Ketika Dira mendongakkan kepalanya dan melihat sekitar, ternyata benar. Banyak pasang mata yang melihat ke arahnya. Dira semakin mempercepat langkahnya agar segera sampai di kelas. Tentang alasannya tadi, sebenarnya ia tidak ada tugas hari ini. Ia hanya memberikan alasan yang muncul di otaknya saja tanpa memikirkan resikonya.
***
Haloo, masih stay with me kan? Eh maksudnya stay with my'story. xixi:')
Semoga sehat selalu buat kalian. Lup lup juga buat kalian yang masih nungguin cerita ini.
Maaf kalo tidak sesuai ekspektasi kalian.
Dukung terus cerita ini dengan ramein di kolom komentar.
Dah ya, babay:')
26 Oktober, 20
naa_
KAMU SEDANG MEMBACA
3F • (END)
Teen Fiction"Chandra, Dira mau ke toilet. Chandra tunggu di kelas aja." "Nggak! Gue anterin." ____________________ Di mana ada Dira, di situ ada Chandra. Itulah kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan dua remaja yang selalu pergi bersama-sama itu. Menurut C...
