20. Figura Foto

63 10 0
                                    

Happy reading
___________

“Wajah itu mirip sekali dengan dia yang kini sudah pergi.”

'ChandraDira'
_____________


Satria yang melihat Dira sendiri pun berjalan menghampiri. Namun langkahnya terhenti ketika ada seseorang yang juga menghampiri gadis itu. Satria tidak bisa melihat dengan jelas karena orang itu membelakanginya. Tapi dari tas serta cara berpenampilan, Satria seperti mengenali orang itu.

Satria kembali berjalan mendekati Dira.

“Dira.” Dua gadis yang tadinya mengobrol itu pun melihat dirinya.
Ah ternyata benar, Satria mengenal orang itu. Cewek gesrek yang suka mengganggunya, Kaira.

“Lo ngapain di sini?” pertanyaan itu yang terlontar dari mulut Satria.

“Pikun, ya, lo? Ini masih di sekolahan. Gue kan sekolah di sini.”

“Terus ngapain kagak pulang? Malah nongkrong,” omel Satria.

“Siapa yang nongkrong? Mata lo bermasalah, ya?” ujar Kaira menirukan gaya bicaranya tadi siang.

“Kalian saling kenal?” celetuk Dira yang sedari tadi hanya diam.
Satria dan Kaira saling pandang beberapa saat. Lalu keduanya tertawa padahal tidak ada yang lucu sama sekali. Dira menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

“Ra, lebih baik lo pulang deh. Pasti Tante Talita nungguin lo,” ujar Satria ketika tawanya sudah mereda.

“Bilang aja mau berduaan, 'kan?” Kaira yang paham maksud Satria pun pamittan dengan Dira. Kaira cukup paham dengan perasaan Satria. Sahabatnya satu itu sudah sering kali menceritakan tentang gadis yang bernama Dira.

Namun keduanya tidak menyadari jika Dira adalah adik dari seseorang yang dulu pernah menjadi bagian dari keduanya.

“Tumben, sendiri.”

Dira pun menceritakan kenapa ia bisa sendirian di sini. Dewi fortuna ternyata berpihak kepada Satria. Entah bagaimana, tiba-tiba Chandra ada urusan mendadak dan tidak bisa mengantar pulang Dira. Hingga tanpa sadar, Dira mengatakan jika Chandra menyuruh Dira agar mendatangi kelas kakaknya. Tentu saja itu menjadi pertanyaan untuk seorang Satria Dillon Devin.

“Lo punya Kakak? Kelas berapa dia?”
Dira yang menyadari itu pun menjadi bingung. Haruskah sekarang dia bilang bahwa dirinya adalah adik dari Alvan Gaza Aldinata?

“Dira mau pulang dulu, ya, Kak.” Sebelum Dira pergi, tangannya sudah dicekal Satria.

“Gue anterin.”

“Di—“ belum selesai berbicara, Satria lebih dulu berbicara.

“Udah, ayo. Chandra nggak bakalan lihat. Lo nanti tinggal kabarin dia aja kalo udah sampe rumah.”

Dira pun mengangguk. Gadis itu tidak bisa membantah. Lagi pula, Dira juga bingung harus pulang bareng siapa. Dira tidak terbiasa pulang dengan taxi.

Mereka berjalan menghampiri tempat Satria memarkirkan motornya. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memperhatikan keduanya sedari tadi. Pakaian yang serba hitam melekat pada tubuhnya. Orang itu tidak ingin ada orang lain yang tahu. Setelah melihat dua remaja yang ia intai sudah pergi, orang itu mengeluarkan benda pipih. Tak lama, orang itu menempelkan ponselnya ke telinga.

Hallo bos, gadis itu pergi bersama salah satu murid SMA Alexandria. Tapi orang itu beda dari yang biasanya.” Setelah mengatakan itu, orang yang berpakaian hitam itu pun mematikan panggilan teleponnya.

***

Satria memasuki rumah yang terlihat seperti istana. Rumah yang Dira tempati cukup besar. Bahkan jika di sandingkan dengan rumah yang dirinya tempati, sungguh jauh berbeda sekali.

Satria duduk di salah satu kursi yang berada di ruang tamu setelah sang tuan rumah mempersilahkannya duduk.

“Mau minum apa, Kak?”

“Air putih aja.”

Dira pergi ke arah dapur untuk mengambilkan minum. Sedangkan Satria mengamati dinding-dinding yang terdapat banyak sekali lukisan. Bahkan bentuknya pun beragam.

“Aneh, ya, rumah Dira?” tanya gadis yang baru saja datang membawa dua gelas minuman.

“Justru rumah lo keren,” jawab Satria tanpa mengalihkan tatapannya dari salah satu lukisan yang paling mencolok.

Lukisan itu terlihat indah dan cocok sekali dengan warna dinding yang begitu elegan. Terlihat nyaman untuk sekedar bersantai serta mencari ide jika ada sedang mengerjakan tugas.
Hingga matanya tak sengaja melihat sebuah figura foto yang ada di meja kecil sudut ruangan. Foto yang terpajang pada figura itu membuat Satria kembali mengingat seseorang yang kini entah di mana. Kenangan-kenangan yang tercipta berputar pada otaknya. Perlahan, Satria merasakan sesak begitu dalam. Nafasnya mulai tidak beraturan.

Rasa rindu kembali muncul pada hatinya. Cukup lama Satria memandang foto itu. Hingga matanya terasa memanas. Satria ingin menangis saat ini. Tapi Satria sadar, ada orang lain di sini. Lagi pula, ini juga bukan rumahnya. Dira yang melihat perubahan ekspresi wajah Satria itu pun mengernyitkan alisnya bingung.

“Kak Satria kenapa?”

Saat itu lah Satria kembali tersadar. Satria terdiam dan hanya bisa menggeleng sebagai jawaban. Satria sendiri bingung dan belum yakin dengan apa yang ada di pikirannya saat ini.

Satria beranjak dari duduknya. “Gue pulang dulu, ya. Terima kasih minumannya.” Tanpa menunggu jawaban Dira, Satria sudah berjalan menjauh.

***

Authornya udah ngantuk berat. Dahlah. Babay.

14, November 20
naa_

3F • (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang