12. Rumor

74 15 17
                                    

__________
“Pada dasarnya, manusia lebih percaya dengan rumor yang beredar dari pada orang yang menjadi tokoh di dalamnya.”

'ChandraDira'
_____________


Gadis dengan bando pink di kepalanya itu menunduk sedari tadi. Siapa lagi jika bukan Dira. Ia sekarang ini berjalan sendirian di koridor kelas sepuluh. Chandra baru saja dipanggil untuk rapat. Akhir-akhir ini memang Chandra terlihat sibuk. Tidak hanya Chandra, Alvan pun juga sibuk karena sering berlatih basket.

Kali ini, Dira harus menghabiskan waktu istirahatnya sendiri. Tatapan dari orang-orang yang dilayangkan kepadanya semakin banyak. Bisikan-bisikan yang tidak enak didengar mulai masuk ke pendengaran gadis itu.

“Kasihan, ya. Bapaknya pengemis.”

“Emang iya? Kak Nadya salah lihat kali.”

“Nggak mungkin lah, di foto udah jelas.”

“Dia yang sering bareng Chandra itu 'kan?”

“Iya. Pasti Chandra dimanfaatin tuh.”

Dira yang mendengar percakapan itu meremas roknya kuat-kuat. Degupan jantungnya pun terasa lebih cepat berdetak. Dira mempercepat langkahnya. Hingga tanpa sadar, gadis itu menabrak dada seseorang.

“Aduh,” ringisnya mengusap jidat yang terbentur dengan dada seseorang itu.

Dira memberanikan diri melihat ke arah orang yang ditabraknya. Matanya membulat ketika menyadari jika orang itu adalah Satria.

“Maaf, Kak,” ujarnya pelan.

“Buru-buru banget kayaknya, sampe nggak lihat jalan.”
Diri menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ia bingung harus menjawab apa saat ini.

“Mau ngerjain tugas, Kak.” Hanya itu yang bisa Dira jawab.

“Dih, gatel banget jadi cewek. Kurang puas morotin Chandra sama Kak Alvan, dia sekarang deketin Kak Satria.”

Memang di SMA Alexandria, Chandra, Alvan, serta Satria cukup di kenal. Apalagi di kalangan kaum hawa. Berita apa pun tentang ketiga cowok itu, sudah pasti banyak yang tahu. Apalagi tentang Chandra dan Dira yang selalu berangkat bersama serta Alvan yang sesekali ikut dengan mereka.

Dira menunduk takut mendengar ucapan seseorang itu. Dia sendiri tidak tahu penyebab dari ini semua. Satria yang mendengar lontaran orang itu segera mendekati sang empu.

“Dek, kalau nggak tau apa-apa mending diem. Karena yang kamu omongin belum tentu bener. Nanti jatuhnya ke fitnah.” Setelah mengatakan itu, Satria kembali mendekati Dira yang terlihat ketakutan. Satria menarik tangan Dira pelan.

Ternyata Satria mengajak gadis itu ke halaman belakang sekolah. Cowok itu melepaskan tangannya dari tangan Dira. Mereka mendudukkan dirinya di kursi putih. Dira menatap lurus ke depan. Tangannya ia tumpukan pada kursi. Keduanya saling diam cukup lama. Hingga suara deringan ponsel menyadarkan keduanya.

Dira mengeluarkan ponsel dari saku rok abu-abunya. Tertera nama Chandra serta emoticon bulan di samping nama pada layar.

“Kak, Dira angkat telepon dulu, ya?” ujarnya meminta izin pada Satria. Mendapat anggukan dari Satria, gadis itu berdiri dari duduknya dan menjauh beberapa langkah dari kakak kelasnya itu.

Satria itu kelas dua belas. Cowok itu juga dikenal dengan sifat tegas dan juga galaknya. Satria juga mantan ketua OSIS, lebih tepatnya sebelum terbentuknya Risky sekarang ini. Satria juga yang menyuruh Risky untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Hingga voting terbanyak mengarah ke Risky.

Tak lama, Dira kembali menghampiri Satria. “Emm, makasih ya, Kak. Tadi udah bantuin," ujar Dira tanpa mengalihkan tatapannya dari burung yang berterbangan di depan sana.

“Santai aja. Oh iya, lo udah tau penyebab mereka ngomongin lo?” pertanyaan itu dijawab Dira dengan gelengan kepalanya.

“Dira nggak tau apa-apa.”

“Dira.” Dua remaja yang tadinya sedang memandang ke arah burung-burung berterbangan di depan sana itu pun melihat orang baru saja memanggil gadis itu.

“Chandra?” Dira berdiri dari duduknya. Ia seperti sedang selingkuh dan kepergok pacarnya.

“Kamu nggak pa-pa?” tanya Chandra mendekati Dira.

“Dira nggak pa-pa kok. Tadi ditolong Kak Satria.” Dira tersenyum. Terlihat manis sekali senyuman itu. Dapat dipastikan jika kaum adam melihatnya pasti langsung jatuh hati pada senyuman itu.

Chandra melirik ke arah Satria yang sedari tadi terdiam. “Thanks.”

Satria beranjak dari duduknya. Cowok itu menepuk bahu Chandra dua kali.

“Santai aja, gue ke kelas dulu. Udah mau bel.” Setelah mengatakan itu, Satria melangkahkan kaki menjauhi kedua remaja itu.

“Dari tadi kamu di sini?” tanya Chandra melihat Dira yang kini menundukkan kepalanya. Gadis itu tidak berbicara apa-apa. Hanya kepalanya yang mengangguk pelan.

“Ayo ke kantin.” Chandra meraih pergelangan tangan Dira. Menariknya pelan berjalan menuju kantin.

Dira hanya pasrah dan mengikuti cowok itu. Ia sendiri juga bingung dengan sikapnya yang tidak pernah berani melawan Chandra. Dira hanya bisa diam untuk menenangkan pikirannya. Koridor sudah lumayan sepi karena memang sebentar lagi bel berakhirnya istirahat kedua akan berbunyi.

Sesampainya di kantin, Chandra menyuruh Dira menunggu di salah satu kursi. Sedangkan Chandra memesankan makanan untuk gadis itu. Di kantin sekarang ini, masih ada beberapa siswi yang duduk santai tanpa memikirkan waktu istirahat yang hampir selesai. Tentu saja orang-orang itu termasuk murid yang dipandang nakal oleh guru-guru.

Tanpa ada yang menyadari, salah satu siswi yang memang sudah tahu tentang cowok yang bernama Chandra Izdan Rajendra itu pun tersenyum sangat tipis. Orang itu sedari tadi memperhatikan Chandra dan Dira semenjak keduanya datang ke kantin.

Sedangkan Dira, kini gadis itu tersenyum ketika Chandra datang membawa beberapa camilan di tangannya. Chandra meletakkan kantung plastik itu di hadapan Dira.

“Makasih, Chandra,” ujar Dira.

Dira mengambil salah satu makanan. Ia membuka bungkus plastiknya dan hendak menyuapkan pada dirinya sendiri. Namun, aktivitasnya terhenti karena ia ingin sekali bertanya pada Chandra. Dira meletakkan kembali roti tersebut.

“Chandra, Dira mau nanya,” ujarnya ragu-ragu.

“Tanya apa?” Chandra mengernyitkan alisnya.

“Kenapa Chandra baik banget sama Dira?”

Chandra yang mendengarnya semakin bingung dengan sikap Dira. Rasa takut kehilangan tiba-tiba muncul di hati cowok itu. Mengapa Dira bertanya seperti itu?

“Chandra nggak baik,” sahut cowok itu asal.

“Chandra selalu jagain Dira tapi Dira nggak pernah bantuin Chandra apa-apa.” Gadis itu menundukkan kepalanya. Memainkan jemarinya untuk menghilangkan rasa gemetar yang menjalar di tubuhnya.

“Tugasku itu menjagamu. Sedangkan tugasmu, cukup kamu cerita masalah kamu ke aku. Jangan buat aku, Alvan, dan kedua orang tua kamu khawatir. Ngerti?”

***

Hallooo:') dah lama aku kagak update. Masih stay kan? Duh kayaknya ceritanya masih monoton:v

Maapin ya. Babay

Salam hangat author^^
07, November
naa_

3F • (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang