17. Sebuah pesan

57 9 0
                                    

Happy reading
_____________


"Mungkin dengan sedikit bercerita, kamu merasa lebih tenang. Entah bercerita ke teman, sahabat, sebuah buku, atau pun teman baru."

'ChandraDira'
_____________

Angin berembus menerpa wajah dua gadis yang tengah duduk bersisian di halaman belakang sekolah. Lebih tepatnya halaman belakang sekolah milik SMA Alexandria. Mereka adalah Dira dan Kaira.

Dira bisa menemui Kaira karena ternyata, urusan Chandra masih belum selesai. Chandra masih harus rapat bersama OSIS lain. Dengan terpaksa, cowok itu harus ikut rapat tersebut. Sedangkan Alvan, cowok itu entah pergi ke mana. Dira sendiri juga tidak tahu.

"Kakak mau cerita sesuatu?" ujar Dira memecah keheningan. Pasalnya, sudah dua puluh menit mereka saling diam. Hanya menikmati segarnya udara di halaman ini tanpa adanya suara yang keluar dari mulut keduanya.

"Kalo gue cerita sesuatu, apa lo mau dengerin?" tanya Kaira terlihat ragu.

Tanpa ragu, Dira mengangguk sembari tersenyum sangat manis. "Dira bakalan dengerin kok. Meskipun Dira baru kenal Kak Rara tadi, Dira ngerasa nyaman banget sama Kakak. Seharusnya Dira yang tanya, apa Kakak mau jadi temen Dira?"

"Kenapa nggak mau?"

"Dira nggak cantik, Dira penakut, ke mana-mana selalu di temenin Chandra. Kelihatan banget kalo Dira itu manja." Gadis itu menundukkan kepalanya. Melihat sepasang kakinya yang bergerak memainkan rumput.

"Semua cewek cantik. Semua cewek punya sikap manja, cuma ada yang kelihatan, ada juga yang disembunyikan," ujar Kaira tanpa melihat lawan bicaranya.

Tring

Suara benda pipih itu mengalihkan tatapan keduanya. Dira mengeluarkan ponsel dan melihat notifikasi yang masuk.

+62 858***

Lo jangan pernah deketin Alvan!!

Dira membaca pesan singkat itu. Ia cukup paham dengan maksud dari pesan yang baru saja masuk. Tapi ia bingung dengan orang yang mengirim pesan itu. Satu nama yang muncul di benaknya kali ini.

"Kenapa?"

Dira mengalihkan tatapannya dari ponsel. Menatap orang yang baru ia kenal tadi siang.

"Nggak papa, Kak. Oh iya, Kakak tadi mau cerita apa? Biar Dira dengerin." Gadis itu tersenyum dan kembali memasukkan ponselnya ke saku.

"Gue cuma mau nanya aja sih. Menurut lo, kupu-kupu nakutin nggak sih?"

Dira mengernyitkan alisnya bingung mendengar pertanyaan Kaira. Namun, gadis itu tetap menjawab, "Menurut Dira, kupu-kupu itu indah. Dari kupu-kupu, Dira belajar banyak. Terutama bahwa semua itu butuh proses. Sama seperti kupu-kupu yang harus melewati banyak proses agar terlihat indah. Kenapa emang, Kak?"

"Gue takut kupu-kupu," ujar Kaira menatap lurus ke depan. "Mungkin menurut lo aneh, kebanyakan cewek pasti suka hewan itu. Tapi, gue enggak," lanjut Kaira.

"Kalo Dira sih lebih nggak suka sama hewan yang menggelikan sih. Kayak tikus, cacing, sama ulet," jelas Dira.

Mereka terdiam beberapa saat. Tiba-tiba, mata Dira menangkap sesosok yang berdiri di dekat pohon ketika ia tak sengaja memalingkan wajahnya. Orang itu yang menyadari Dira telah melihatnya pun segera pergi meninggalkan halaman itu. Dira tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. Sesosok orang itu tadi menggunakan topi serta hoodie berwarna hitam. Entah kenapa, Dira merasa aneh dengan tingkah orang tadi. Kenapa orang itu mengamatinya? Apa kah hanya pikiran Dira saja?

"Lo kenapa?" ucapan Kaira membuat Dira kembali tersadar. Lagi-lagi ia merasa aneh. Apakah orang yang mengamatinya barusan, sama dengan orang yang mengikutinya ketika mau ke toilet?

"Ah, enggak, Kak." Dira tersenyum tipis. Menutupi rasa takut yang muncul pada dirinya. Ia tidak boleh terlihat ketakutan saat ini.

Dua remaja itu kembali terdiam dengan pikirannya masing-masing. Suasananya memang mendukung untuk merefresh otak setelah seharian berkutat dengan buku. Angin berembus menerpa wajah keduanya remaja itu. Membuat beberapa helai rambut beterbangan dengan mudahnya.

"Gue balik duluan."

Dira mengalihkan tatapannya ke arah Kaira yang baru saja berbicara. Kaira sudah beranjak dari duduknya. Sebelum berjalan pergi, Kaira tersenyum tipis. Setelahnya, Kaira pergi meninggalkan Dira sendirian tanpa menunggu ucapan Dira.

Dira kembali menatap lurus ke depan. Ia memikirkan pesan serta orang misterius itu. Sebenarnya siapa orang itu? Kenapa juga harus melarang Dira menjauhi kakaknya sendiri? Apa orang itu tidak tahu, jika Alvan itu kakaknya? Kepalanya terasa pusing memikirkan semua itu. Gadis itu memejamkan matanya, berharap rasa pusing serta takut itu berkurang.

Dira mencoba meyakinkan dirinya sendiri, bahwa tidak akan ada hal akan terjadi ke depannya.

***

Dira baru saja turun dari motor besar milik Chandra. Ia menunggu Chandra pergi dari rumahnya dan Dira baru akan masuk. Setelah Chandra sudah tidak terlihat dari pandangannya, Dira memasuki halaman rumahnya. Langkahnya terhenti ketika melihat sebuah kotak yang terletak di depan pintu. Gadis itu pun berjongkok, berniat membukanya.

Gadis itu celingak-celinguk mencari seseorang yang meletakkan kotak itu. Namun, tidak ada siapa pun yang bisa ia curigai. Karena penasaran, gadis itu membuka kotak berwarna pink serta pita yang terpasang rapi. Dira membukanya pelan, takut jika ada sesuatu yang muncul. Tangannya refleks melempar kotak itu ketika sudah mengetahui isinya.

Dira melangkahkan kakinya mundur. Nafasnya tidak beraturan, keringat mulai muncul di pelipisnya. Ia membasahi bibirnya ketika di rasa sangat kering. Bukan hanya bibirnya yang kering, namun tenggorokannya juga terasa kering kali ini. Ia menatap kotak beserta isinya yang berceceran di teras.

Ingin sekali berteriak, namun rasanya untuk sekedar berbicara saja susah. Ia mencoba berjalan pelan menuju pintu dan membukanya. Dira memasuki rumahnya yang terlihat sepi. Tangannya bertumpu pada dinding ketika dirasa ia akan terjatuh. Ia mencoba berjalan menuju dapur, berniat ingin mengambil air minum. Kepalanya terasa sangat berat kali ini. Sesekali Dira memijit pelipisnya untuk menahan rasa sakit yang semakin menjadi. Hampir saja Dira terjatuh jika tidak ada tangan yang memegang pundaknya.

"Kamu sakit?" tanya Alvan.

Kedua mata Dira sudah setengah terpejam. Namun, rasa khawatir yang terpancar dari wajah Alvan terlihat jelas di matanya.

"Kepala Dira pusing, Bang." Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Setelahnya, gadis itu sudah kehilangan kesadarannya.

***

Selamat malam semua. Makasih yang masih mau dukung aku.

14, November 20
naa_

3F • (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang