05. Sikap yang Berlebihan

203 33 25
                                    

Yang nunggu cerita mereka siapa nih?
__________

"Ketika semua mata tertuju padamu, apa yang kamu rasakan?"

'ChandraDira'
____________

Dira merasa ada yang berbeda pagi ini. Ia mengedarkan pandangannya dan baru menyadari jika semua mata tertuju padanya. Hampir semua siswa-siswi SMA Alexandria menatap dirinya. Bahkan ada juga yang berbisik-bisik tentang gadis itu. Ia merasa takut kali ini. Chandra yang menyadari perubahan Dira, segera mengedarkan pandangannya.

"Pantes," batinnya.

Chandra menutup mata Dira dan berniat menuntun gadis itu menuju kelasnya. Awalnya Dira terkejut dan hendak menolak, namun Chandra lebih dulu mencegah tangan Dira yang akan melepaskan tangannya. Alvan yang tak sengaja melihat tatapan orang lain untuk adiknya pun menjadi tidak suka.

"Mata kalian minta dicolok?" teriak Alvan melihat satu persatu orang yang melihat adiknya. Mereka yang tadinya melihat Dira, kini mengalihkan tatapannya dan ada juga yang langsung memasuki kelasnya.

Chandra melepaskan tangannya yang menutupi mata Dira sebelum sampai di kelas. Alvan juga mengikuti keduanya. Ia tidak mau adiknya menjadi pusat perhatian.

"Sana lo balik!" ujar Chandra melihat Alvan sekilas.

"Nggak."

Jika Chandra itu keras kepala, maka Alvan sama halnya dengan Chandra. Alvan juga tidak suka disuruh-suruh. Dua cowok yang memiliki sifat dan kepribadian hampir sama itu kini berjalan di samping Dira. Alvan sebenarnya menyadari jika tingkahnya yang berjalan bersama adiknya akan memperburuk keadaan. Namun ia tidak perduli.

Alvan hanya mengikuti sampai depan pintu lalu berbalik menuju kelasnya. Sesampainya di kelas, Alvan mendudukkan dirinya di samping cowok yang tengah memegang cermin.

"Van, bantuin gue dong," ujar Dimas. Cowok itu meletakkan cerminnya.
Alvan melihat sahabatnya yang kini menatapnya penuh harap. Membuat Alvan bergidik ngeri melihatnya. Langsung saja cowok itu melempari Dimas dengan bolpoin yang ia temukan di kolong meja. Untung saja Dimas bisa menghindar dari benda itu.

"Jijik anjir. Tuh muka minta digampar?"

"Eh jangan. Entar muka gue nggak ganteng lagi gara-gara ada bekas tangan lo."

Alvan yang mendengarnya bertambah merinding. "Heran gue. Kok bisa, ya, punya temen yang PD-nya modelan lo gini." Alvan memijit pelipisnya yang tidak terasa pusing.

"Karena gue limited edition. Yang ganteng pun juga cuma gue," ujar Dimas dengan tangan menyisir rambutnya ke belakang.

"Mau muntah gue," sahut Alvan. Mukanya ia buat ingin muntah.

"Serah lo. Yang tadi mau bantuin gue 'kan?" tanya Dimas kembali.

"Lo aja belum bilang minta tolong apaan," ucap Alvan. Ia mengeluarkan headset yang ada di tasnya. Lalu menyambungkannya dengan benda pipih miliknya dan mulai mendengarkan lagu kesukaannya.

"Jadi, Osis mau ngadain bazar dan rencananya mau ngajak anak basket. Lo mau bantuin gue buat bilang sama anak basket lo 'kan?"

Alvan menelungkupkan tangannya untuk ia jadikan alas. Ia lebih baik tidur daripada mendengarkan omongan Dimas yang kurang bermanfaat menurutnya. Dimas yang menyadari pun ikut menelungkupkan tangannya. Percuma juga ia berbicara jika orangnya saja tidur. Lebih baik dia ikutan tidur.

Teman sekelasnya yang melihat hanya mengacuhkan saja. Hampir setiap hari Alvan tidur di kelas. Namun cowok itu tidak pernah mendapatkan surat peringatan dari sekolah.

***

Bel pulang sekolah adalah salah satu hal yang ditunggu-tunggu seluruh murid SMA Alexandria. Apalagi murid seperti Dimas. Meskipun ia ikut Osis, namun bel pulang sekolah adalah hal yang ia tunggu. Baru saja bel pulang berbunyi. Kini Dimas sedang berada di pinggir lapangan. Menunggu sahabatnya yang sedang berlatih basket. Keringat sudah membasahi pelipis serta leher, namun Alvan belum ada niatan untuk berhenti.

"Woe, istirahat dulu napa," teriak Dimas. Alvan melempar bolanya asal dan berjalan mendekati Dimas. Cowok itu melempar handuk ke arah Alvan dan dengan sigap Alvan menangkap handuk kecil miliknya.

"Lo tadi lihat adik gue sama Chandra nggak?" Alvan celingukan mencari adiknya itu. Padahal niat dirinya berlatih itu sekalian menunggu gadis itu.

"Belom pulang kayaknya. Gue belum lihat mereka turun."

Kelas sepuluh memang berada di paling atas. Jadi jika Chandra dan Dira pulang, sudah pastinya melewati lapangan yang Alvan gunakan sekarang ini.

"Lama banget, ngapain coba?!"

"Tuh mereka," celetuk Dimas saat melihat gadis berambut sebahu tengah berjalan menuruni tangga bersama cowok yang terlihat jauh lebih tinggi dari gadis itu.

Alvan berjalan menghampiri dua remaja yang ia tunggu-tunggu dari tadi. "Lama banget. Ngapain aja?" tanya Alvan.

"Dira sama Chandra habis anu—" Belum sempat Dira menyelesaikan ucapannya, Dimas sudah lebih dulu menimpali.

"Heh, kalian ini masih muda. Baru juga masuk SMA udah anu aja." Emang dasarnya Dimas yang berpikiran kemana-mana. Tanpa mendengar lanjutan omongan Dira. Alvan yang merasakan tangannya gatal pun segera menjitak kepala Dimas cukup keras.

"Diem atau gue gampar?" Alvan menirukan kalimat salah satu tokoh yang berada di novel milik adiknya. Ia kemarin tidak sengaja melihat novel yang tergeletak di meja. Karena penasaran, Alvan membaca sedikit cerita dan terdapat kalimat 'diem atau gue cium?'. Alvan mengganti kata cium menjadi kata gampar. Bisa turun pamor kalo ada yang tau Alvan akan mencim Dimas.

"Jadi?" tanya Alvan kembali.

"Gue mau ngomong sama lo," ujar Chandra melihat Alvan lalu kembali melihat Dira.

"Dira, kamu di sini dulu." Chandra berbicara dengan nada lembutnya serta senyum tipis terbit di bibirnya. Chandra melirik Dimas yang terdiam. "Jagain Dira bentar."

Chandra berjalan menjauhi Dira serta Dimas. Diikuti Alvan di belakangnya.

"Dira risih gara-gara bisikan orang-orang yang ngatain dia. Lo tau sendiri 'kan, kalo dia nggak suka dilihatin sama dibicarain? Makanya gue ngajak Dira nunggu di kelas," jelas Chandra dengan suara yang dikecilkan, takut jika Dira tersinggung dengan omongannya.

Seharian ini memang Dira menjadi perbincangan hangat di SMA Alexandria. Semua itu karena kemarin ketika di aula Chandra mengantar Dira ke toilet. Banyak sekali pasang mata yang melihat, bahkan ada juga yang terang-terangan membicarakan keduanya. Chandra sudah terbiasa menghadapi semuanya. Entah pujian karena tampangnya atau hinaan tentang sikapnya yang berlebihan. Namun tidak dengan Dira. Gadis itu tidak suka menjadi pusat perhatian.

"Oke. Sebelumnya gue ngucapin makasih karena lo udah jagain adik gue selama ini. Tapi menurut gue, lo juga berlebihan. Nggak seharusnya lo seperti itu. Sampe Dira ke toilet aja lo harus nganter. Gue tau niat lo baik, tapi kita tidak tau yang ada dipikiran orang lain yang ngelihat lo sama Dira," terang Alvan. Ia sendiri bingung harus bagaimana. Melarang Chandra berdekatan dengan adiknya itu adalah hal yang tidak mungkin. Malah bisa celaka nanti adik satu-satunya jika tidak bersama Chandra Izdan Rajendra.

***

Aku ucapin terima kasih buat kalian yang nungguin cerita ini. Lup lup buat kamu.

Buat yang ngasih krisar, aku juga ucapin terima kasih. Jangan bosen kasih krisar ya:')

Babay

24 Oktober, 20
naa_

3F • (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang