_____________
“Untuk kali ini, aku tidak suka hujan.”'ChandraDira'
______________
Kota Jakarta tengah diguyur hujan yang cukup deras. Semakin lama semakin banyak air yang turun dari atas sana. Seorang gadis yang tengah berdiri di depan kelas itu mendongakkan kepalanya. Melihat langit yang semakin menghitam. Angin berembus menerpa wajah gadis itu. Membuat anak rambut yang tidak terikat itu beterbangan ke sana-kemari.
Tidak ada senyum sedikit pun di wajah miliknya. Gadis dengan rambut digerai menyatakan, bahwa untuk hari ini ia tidak menyukai hujan. Karena hujan, ia terjebak sendirian di sekolahnya. Sudah tidak ada orang lain di sini. Hanya suara air berjatuhan yang menemaninya.Hingga suara seseorang membuatnya sedikit terkejut.
“Ngapain lo?” Tanpa membalikkan badannya, gadis itu bisa mengenali suara orang yang baru datang itu.
“Mati!” ujar gadis itu.
Bukannya marah, orang yang berjenis kelamin laki-laki itu justru tertawa membuat sang gadis tambah kesal. Hingga sebuah tangan mendarat di puncak kepalanya. Gadis itu terlihat semakin kesal.
“Tangan lo bisa disingkirin nggak?”
Dengan santainya, cowok itu menjawab, “Enggak.”
“Bang Sat-ria. Kalo lo nggak nyingkirin tangan lo, gue buat tangan lo patah. Mau?” ujar gadis itu menekankan panggilannya pada cowok yang bernama Satria.
Satria melepaskan tangannya dari pada nanti tangan indah miliknya menjadi sasaran kemarahan gadis berkuncir itu.
“Ayo pulang,” ajak Satria ketika menyadari hujan mulai reda.
“Gue mau ke toilet.”
Satria membiarkan gadis itu berjalan sendirian menuju toilet. Ia mengeluarkan ponselnya. Membuka galeri yang terdapat foto seseorang yang sangat ia rindukan. Belasan tahun Satria tidak bertemu dengannya. Padahal Satria sudah kelas dua belas dan belum ada kabar sama sekali tentang seseorang itu. Satria juga tidak tahu pasti alasan yang tepat kenapa orang yang sangat berarti untuknya itu pergi. Mungkin Tuhan mempunyai skenario yang lebih baik.
“Ayo, pulang!” Satria mengalihkan tatapannya dari ponsel. Ia melihat gadis yang baru saja dari toilet itu. Satria mengangguk pelan. Tak lupa, ia memasukkan benda pipih itu ke saku celananya.
Mereka berjalan menuju parkiran. Hujan sudah reda. Hanya tetes-tetes air kecil yang berjatuhan. Menandakan bahwa hujan telah berhenti.
***
Sepertinya Tuhan memang tidak mengizinkan dua remaja itu pulang dengan cepat. Mereka harus berhenti dan meneduh ketika hujan kembali turun. Mereka meneduh di salah satu minimarket.
Satria melihat sahabatnya menggosok lengannya. Terlihat sekali jika gadis itu kedinginan. Satria melepaskan jaketnya lalu memasangkan pada tubuh gadis itu. Gadis itu menatap Satria sekilas.
“Makasih.”
“Ayo beli cemilan. Sekalian nunggu hujannya reda,” ujar Satria.
“Gue tunggu di sini aja, ya? Mager.” Gadis itu mendudukkan dirinya di kursi yang tersedia.
“Ya kali gue masuk sendiri. Nggak epic rasanya kalo cowok setampan gue ke supermarket sendiri.” Gadis itu melihat ke arah Satria yang masih berdiri. Gadis itu selalu heran dengan sifat Satria. Saat di sekolah saja Satria bersikap layaknya seorang goodboy. Padahal aslinya Satria itu badboy.
“Bilang aja takut dikatain jomblo. Dasar jones.”
“Heh Kaira yang cantiknya nggak seberapa, lo juga jomblo kali.”
“Setidaknya gue jomblo berkualitas. Nggak kayak lo, jones.”
Satria yang tak terima itu pun menghampiri Kaira. Apa katanya tadi? Jomblo berkualitas? Sejak kapan ada istilah jomblo berkualitas dan definisi seperti apa yang termasuk jomblo berkualitas?
“Jomblo berkualitas? Lo berkualitas di mananya woe! Masak kagak bisa, kamar sering berantakan, tiap libur sekolah kagak mandi. Terus apalagi, ya? Ah pokoknya banyak deh. Itu berkualitas di mananya?” Satria memang sering pergi ke rumah gadis yang bernama Kaira itu. Tak ayal jika Satria hafal dengan kebiasaan buruk sahabatnya.
“Berkualitas karena jarang ada cewek seperti gue,” sahut Kaira dengan santainya.
“Idih, cewek jorok kayak lo aja berkualitas,” ucap Satria. Cowok itu melihat langit yang mulai menghitam karena sudah semakin malam ditambah dengan mendung.
“Udah ayo masuk beli makanan. Hujannya masih deres,” lanjutnya
Satria menarik tangan Kaira supaya mau berdiri dan ikut masuk. Dengan terpaksa Kaira mengikutinya. Mereka mengambil beberapa makanan. Tidak terlalu banyak, sehingga tidak memerlukan troli.
Mereka menuju kasir ketika dirasa cukup membeli camilan hanya untuk mereka berdua. Mereka meletakkan semua makanan di meja kasir. Atensi Satria teralih kan dengan suara tawa seseorang.
Satria melihat sekitar, namun tidak ada pemilik tawa orang itu. Satria kembali memfokuskan dirinya. Namun lagi-lagi Satria mendengar suara tawa yang tidak asing di telinganya itu. Satria melihat sekitarnya. Tapi tetap sama, tidak ada orang yang ia cari. Hanya orang yang berlalu-lalang membeli barang. Apa mungkin Satria salah dengar?
Satria kembali tersadar ketika mbak-mbak kasir itu menyebutkan total belanjaan. Cowok itu mengeluarkan dua lembar uang berwarna biru. Setelah mendapatkan kembalian, mereka berjalan menuju kursi yang berada di luar minimarket.
“Lo kenapa? Dari tadi kayak nyari seseorang,” ujar Kaira setelah mendudukkan dirinya.
“Tadi pas di dalem, lo denger seseorang ketawa nggak sih?”
“Enggak. Cuma denger suara komputer tadi.” Memang Kaira tidak mendengar tawa di dalam sana. Lagi pula, hujannya cukup deras dan pengunjung minimarket ini tidak cukup ramai. Hanya orang-orang yang terjebak hujan.
Lalu tawa siapa yang tadi Satria dengar?***
Ahh, maapin aku yang merasa stuck. Udah menggantung dan bikin bosen kalian.
Love you buat kalian yang masih stay nunggu ini cerita:*
12, November 20
naa_
KAMU SEDANG MEMBACA
3F • (END)
Teen Fiction"Chandra, Dira mau ke toilet. Chandra tunggu di kelas aja." "Nggak! Gue anterin." ____________________ Di mana ada Dira, di situ ada Chandra. Itulah kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan dua remaja yang selalu pergi bersama-sama itu. Menurut C...