Tiga hari berlalu setelah pertemuan Youra dengan Renjun, semuanya berjalan seperti biasanya. Dan sudah tiga hari pula Youra tidak bertemu Renjun di sekolah.
Saat setelah kejadian dimana Renjun meninggalkannya di toko buku, Youra memutuskan untuk mencoba melupakan Renjun. Meskipun itu sulit, tapi dia harus bisa. Perlahan, Youra yakin.
Memangnya siapa yang mau menunggu dalam ke tidak pastian? Sementara penyakitnya semakin hari makin parah. Ah, meskipun semua ini bukan salah Renjun. Salahkan saja Youra yang tidak berani jujur.
Youra mengerjap beberapa kali, kemudian menghela nafas. Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil. Ya-- hari ini dia berangkat dengan kakak perempuannya.
"Mikirin apa, sih? Dari tadi diem terus," Yeri yang melihat adiknya terlihat murung akhirnya buka suara.
"Mikirin sesuatu yang nggak seharusnya di pikirin," jawab Youra seadanya.
"Soal Renjun lagi? Kenapa sih kamu masih berharap sama dia?" Yeri menghela nafas. "Youra, kamu itu cantik, pintar, kakak yakin di luar sana masih banyak laki-laki yang jauh lebih baik dari Renjun. Kamu harus bisa lupain dia meskipun kakak tau itu nggak mudah."
Mendengar penuturan kakaknya itu, Youra hanya tersenyum tipis, "aku tau. Tapi meskipun begitu, Renjun tetap laki-laki yang aku suka. Cuma dia, bukan yang lain."
"Dasar anak muda jaman sekarang," Yeri mencibir pelan, tapi Youra masih bisa mendengarnya.
Bukan, bukan Yeri tidak suka kalau Youra mencintai Renjun. Tapi Yeri hanya tidak mau adik satu-satunya itu harus menderita. Meskipun ia seorang dokter, tapi untuk kasus penyakit yang di derita Youra adalah suatu penyakit yang aneh dan juga rumit.
"Memangnya kakak nggak pernah jatuh Cinta gitu?" tanya Youra.
"Kenapa tiba-tiba mengalihkan pembicaraan?" Yeri bertanya ketus.
Youra terkekeh pelan. "Memangnya aku nggak boleh tau? Siapa tau sekarang kakak punya pacar, kan?"
"Pernah, tapi untungnya nggak bertepuk sebelah tangan kayak kamu." jawab Yeri singkat tanpa mengalihkan fokusnya.
Alih-alih tersinggung, tapi Youra malah tertawa pelan. "Syukurlah, kakak nggak boleh mati konyol. Soalnya nanti ayah sama ibu kehilangan anak kesayangannya."
"Youra, kamu ngomong apa, sih?" sahut Yeri tidak suka. "Kamu itu juga anak kesayangan ayah sama ibu. Nggak ada yang di beda-bedakan. Mulai sekarang berhenti mikir kalau mereka nggak sayang kamu. Ngerti?"
Youra hanya mengangguk sebagai jawaban.
Yeri memang benar. Mereka berdua sama-sama anak ayah dan ibunya. Tapi cara mereka mengutarakan rasa sayangnya pada Youra dan kakaknya berbeda. Lebih tepatnya-- pilih kasih.
Kalau orang-orang berasumsi bahwa anak bungsu selalu di manjakan dan mendapat kasih sayang yang lebih dari orang tuanya, semua itu sama sekali tidak berlaku bagi Youra.
Menyedihkan, memang.
Tidak butuh lama, Yeri mulai menepikan mobilnya di depan gerbang sekolah Youra. Rupanya sudah banyak siswa yang datang.
"Belajar yang rajin, pulangnya juga jangan telat kayak kemarin-kemarin," ujar Yeri sebelum Youra turun.
Youra tersenyum sekilas, "iya. Aku pergi dulu."
Setelah melepas seatbelt, Youra bergegas turun. Di lihatnya mobil kakaknya yang mulai pergi meninggalkan sekolahnya.
"Youra!"
Mendengar namanya di panggil oleh suara yabg familiar, Youra membalikkan badannya. Benar saja, rupanya Na Jaemin.
Dari kejauhan, Youra dapat melihat sosok Jaemin yang melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar di antara kerumunan siswa yang lain. Setelahnya, laki-laki itu melangkah ke arahnya dengan langkah lebar.
![](https://img.wattpad.com/cover/194434325-288-k976201.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanahaki Disease
Fanfiction❝Kamu membuat kebun bunga di paru-paru ku. Meskipun mereka cantik, tapi aku tidak bisa bernafas.❞ Apa kalian pernah mendengar tentang penyakit bernama Hanahaki disease? Kalau iya, apa kalian percaya bahwa penyakit itu benar-benar ada di dunia nyat...