Rahasia

403 57 8
                                    

Aku segera beranjak dari tempat tidur meskipun kepala ini masih terasa pusing tetapi aku berusaha ingin segera pergi dari hadapan Yoga. Jujur, aku tidak marah padanya tetapi aku malu. Bayangkan saja, orang yang selama ini sudah aku anggap seperti keluarga sendiri malah menjadi orang pertama yang melihat seluruh badanku yang bahkan calon suami ku sendiri belum pernah melihatnya. Rasanya aku ingin menangis sejadi-jadinya.

"Sarah, tunggu!"
"Kamu jangan salah paham, sumpah saya gak aneh-aneh kok sama kamu."

Aku berusaha untuk mengabaikan Yoga dan tetap berjalan keluar kamar meskipun sempoyongan tetapi dia terus berusaha menghentikan langkahku.

"Sar."
"Dengerin dulu."

"Yong aku cuma mau pulang."

"Iya saya tau, tapi kamu masih pusing itu. Nanti saya anter kamu pulang, kamu duduk dulu disini."

Tidak bisa bertindak apa-apa lagi akhirnya aku hanya bisa menuruti perintah Yoga meskipun hati rasanya ingin benar-benar menangis.

Yoga memapahku kembali ke atas tempat tidur dan menyenderkan tubuhku di kepala ranjang, ia pun membawakan segelas air minum untukku. Aku mencoba meraihnya meskipun tanganku sangat bergetar.

"Kamu jangan marah dulu, biar saya jelasin semuanya, jangan salah paham ya?"

"Aku takut Yong." Suaraku sudah mulai bergetar.

"Takut kenapa?"

"Takut Yuta tau."

"Dia gak bakal tau kalo kita gak kasih tau."

Aku terdiam sejenak, membayangkan hal-hal yang aku takuti akan terjadi dimasa depan. Aku memejamkan mataku untuk beberapa detik sampai pada akhirnya suara Yoga menyadarkanku kembali.

"Waktu kita pulang dari acara bos kamu, gatau kenapa kamu tiba-tiba tidur. Saya sempet beberapa kali bangunin kamu tapi kamu tetep tidur." Jelasnya secara perlahan dan hati-hati.

"Nah pas masuk komplek rumah kamu, tiba-tiba kamu bangun terus muntah. Itupun berkali-kali sampe baju kamu kotor dan basah semua."

"Terus pas sampe dirumah kamu, ternyata kosong gak ada siapa-siapa. Yaudah saya bawa kamu kerumah saya karna saya bingung."

Yoga terlihat kebingungan saat harus menceritakan inti dari ceritanya. Dia terus menerus menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Terus?"

"Hmm.. ya gitu saya bingung sar, mana teh Lia gak ada. Saya beneran bingung harus gimana, sedangkan kondisi kamu bener-bener gak sadar, dan badan kamu juga basah trus bau juga gara-gara muntahan itu."

"Saya juga sebenernya gak mau sar, saya tau kamu pasti marah sama saya. Tapi saya gak ada pilihan lain. Saya gak bisa biarin badan kamu basah dan bau sampe pagi."

Aku menatap Yoga, dia beberapa kali menatapku tapi kembali menunduk karena mungkin dia sudah benar-benar takut jika aku jadi marah padanya.

"J-jadi kamu beneran gantiin baju aku?"

"I-iya."

"Semuanya?"

"Iya semuanya."
"Saya tau saya udah gak sopan, saya kurang ajar. Tapi saya gak ada pilihan lain."

Aku terdiam tidak tahu harus berkata apalagi, aku juga tidak tahu harus marah atau bertindak apa karena aku tahu ini bukan keinginan Yoga.

"Saya minta maaf udah lancang."

"Iya gapapa, lupain aja."

"Kamu kalo mau marah sama saya juga gapapa."

"Ngapain juga aku marah, toh kalo aku marah gak akan bikin kamu mendadak lupa sama bentuk dan isi dari badan aku." Yoga menunduk menyesal.

101 [ YUTA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang