Suit Jepang

415 49 29
                                    

Hampir 8 jam kami melayang-layang di udara, penerbangan kami dari Indonesia menuju Tokyo Jepang akhirnya sudah sampai. Kak Nino tidak berlama-lama bersama kami, dia langsung pergi karena tujuan dia ke Jepang adalah untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Aku dan Lucas akhirnya mengistirahatkan tubuh kami di salah satu coffee shop terkenal yang berada di bandara namun Lucas langsung kembali pergi untuk mengecek penerbangan kami selanjutnya. Lelah? Sudah pasti kami sangat lelah. Selama di dalam pesawat, aku sudah beberapa kali mencoba untuk tidur karena aku ingin mengumpulkan energiku supaya sesampainya di Amerika aku tidak terlalu kelelahan, tetapi kenyataannya aku tidak bisa tidur sama sekali.

Ini adalah penerbangan pertamaku, seumur hidup aku belum pernah bepergian menggunakan pesawat. Rasa takut pasti ada, tapi aku berusaha untuk selalu berpikiran positif.

Sejujurnya aku sama sekali tidak mengerti cara-cara bepergian menggunakan pesawat. Bahkan istilah-istilah seperti boarding, arrival, departure dan istilah-istilah lain dalam penerbangan pun aku sama sekali tidak mengerti. Entah apa jadinya jika aku melakukan perjalanan ke luar negeri sendirian.

"Sar, kabar buruk!!"

Tiba-tiba saja Lucas menghampiriku yang sedang duduk di kursi Starbucks, wajahnya terlihat panik.

"Kenapa? Ada apa?" Jawabku.

"Kita kudu ganti pesawat!"

"Hah? Maksud lo?" Mendengar ucapan Lucas, aku pun ikut panik walaupun aku sebenarnya masih belum mengerti.

"Jadi kita kan harusnya 2 jam lagi langsung terbang nih, tapi gabisa."

"Iya gak bisanya tuh kenapa?" Tanyaku sedikit kesal.

"Ya gue gak tau, pokoknya pesawat kita diganti, dan kita nanti gabisa langsung ke LA, tapi transit sekali lagi."

"Dimana?"

"Korea, perkiraan transit 2 jam trus langsung deh ke LA." Lucas yang sedari tadi berdiri, akhirnya ia mendudukan dirinya di kursi dan mengambil minumanku lalu ia teguk sampai habis.

"Coba telfon si yuta." Sambungnya.

"Kan gabisa, gue masih pake nomer indo."

"Kan bisa pake wifi?" Ujarnya sambil menaikan alisnya satu.

"Oh iya gue lupa." Akhirnya aku mencoba menelfon Yuta.

Beberapa kali aku mencoba menghubunginya namun tidak ada jawaban.

"Gak dijawab, kayaknya tidur deh."

"Perasaan dia tidur mulu, pas masih di indo lo telfonin dia ketiduran, sekarang lo telfonin masih tidur juga." Ujar Lucas.

"Ya kan perbedaan waktu gue sama dia jauh banget."

"Pas kita tadi di indo kan masih pagi, berarti si Yuta disana masih sore. Masa sore-sore dia tidur?"

Aku berpikir sejenak, ucapan Lucas ada benarnya. Sesaat sebelum aku pergi, ketika aku mencoba menelfon Yuta namun dia tidak menjawab telfonku, lalu dia bilang kalau dia sempat ketiduran. Aku sampai lupa jika saat itu di Amerika belum malam hari. Aku sudah benar-benar lelah menjalani hubungan jarak jauh seperti ini. Aku harus melulu menghitung perbedaan waktu setiap kali aku mau menghubungi Yuta.

"Heh! Malah bengong." Suara Lucas menyadarkan lamunanku.

"Lo bener, pas kita berangkat dari indo kan sekitar jam 8 pagi, berarti di amrik tuh sekitar jam 5 sore. Ya gak sih? Duh gue udah pusing banget LDR-an kayak gini." Ujarku sambil mengacak rambut sendiri dan yang ditanyai hanya diam saja sambil asyik dengan snacknya.

101 [ YUTA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang