Bolehkah begini saja?
Bertahan saat diri tak lagi sanggup.
Tersenyum saat hati menjerit pilu.
Bisakah tetap seperti ini saja?
Tak ada perubahan.
Tak ada ketakutan.
-Amel-
Satu tahun sudah berlalu. Rasanya waktu benar-benar bergerak begitu cepat. Membuatku kembali memutar ulang rekaman ingatan di tahun lalu. Di mana kebahagiaan seakan datang berbondong-bondong ke dalam hidupku.
Hubunganku dengan Regard terjalin baik kian harinya dan semoga akan terus begitu sampai nanti. Aku telah kembali ke Surabaya begitu pula dengan Regard. Kami kembali beraktifitas seperti biasanya. Aku yang berkutat dengan tumpukan tugas dan Regard berhadapan dengan tumpukan laporan pekerjaan yang sama-sama membuat kepala pening.
Karena kesibukan itu, baik aku atau pun Regard sama-sama mengerti dan selalu berusaha meluangkan waktu untuk bertemu. Dan jika situasi sedang tidak memungkinkan dikarenakan suatu hal mendesak dan urgent, Regard akan tetap menyisihkan waktu di sela-sela pekerjaannya untuk menghubungiku.
Lalu kami akan membicarakan berbagai macam hal dari kegiatan sehari-hariku hingga gerutuan kesal Regard akibat rasa rindunya padaku yang tidak bisa terobati. Jika sudah seperti itu, aku akan tertawa keras dan menawarkan diri untuk menutup panggilannya yang tentu saja ditolak keras oleh Regard dengan alasan yang selalu sama tiap hal ini terjadi. 'Saat ini saya cukup mendengar suara kamu Re, setidaknya itu sedikit mengobati rasa rindu saya.' Yang membuatku terdiam salah tingkah dengan wajah yang memerah dan menjalar hingga leher.
Pernah suatu waktu, Regard menghilang tanpa kabar selama berminggu-minggu. Membuatku tidak tenang dan uring-uringan. Entah memang lupa atau sengaja tidak memberi kabar sama sekali. Hingga akhirnya, ia muncul di depan pintu rumahku yang tengah terbuka lebar dengan kondisi mengenaskan.
Wajah kusut dengan lingkaran hitam di bawah matanya menandakan bahwa ia tidak tidur entah untuk berapa lama. Pakaiannya masih sama dengan yang sering ia gunakan jika ke kantor, namun kali ini terlihat berantakan.
Aku yang masih terkejut akibat kemunculannya yang tiba-tiba itu, hanya terdiam dengan mata meneliti sosoknya dari atas hingga bawah. Berulang kali sampai aku sendiri sadar bahwa sosok yang tengah aku pandangi itu terlihat benar-benar tidak terurus.
"Kok diam, nggak mau peluk?" tanyanya yang langsung menghantam kesadaranku saat itu juga.
Aku melangkah cepat menubruk tubuh jangkungnya dan memeluknya erat. Menyembunyikan wajahku di dada bidangnya. Mendengarkan rentetan dentuman detak jantungnya yang terasa begitu menenangkan. Menghirup aroma khasnya yang sangat aku rindukan akhir-akhir ini. Aku terisak pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe You [TAMAT]
RomansaDia muncul dalam mimpiku hari ini. Untuk pertama kalinya dalam empat tahun. Cara bicara, suara, tindakan, gerak-gerik, dan aromanya. Semua terasa nyata. Tapi sekeras apa pun aku berusaha, aku tidak bisa mengingat wajahnya. Justru makin lama wajahnya...