Chapter 8

115 87 122
                                    

You're just like coffein, make my heart beat fast.

And such a morphine, I can get you out of my head.

-Regard-

Keesokan paginya aku terbangun dengan kantung mata yang membayang di bawah mataku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan paginya aku terbangun dengan kantung mata yang membayang di bawah mataku. Rasanya aku ingin kembali terlelap jika saja panggilan mama tidak terus menerus meneror gendang telingaku.

"Iya, udah bangun!" seruku saat mama kembali hendak memanggil namaku dan mengetuk pintu kamarku.

Aku segera beranjak dari tempat tidur yang kini terasa berbeda dari biasanya karena gaya gravitasi kasur teramat kuat membuatku ingin tertidur lagi dan lagi. Kucuran air dingin saat mandi benar-benar membantu mengaktifkan sel-sel dalam otakku untuk kembali bekerja.

Aku melangkah turun menuju ruang makan menghampiri mama setelah selesai berpakaian. Saat langkah kakiku telah hampir sampai di depan meja makan, aku baru sadar akan kehadiran sosok lain di meja makan selain mama dan aku tentunya.

Regard yang menyadari bahwa sedang aku tatap membuatnya mengalihkan pandangan dari ponsel yang ada di genggamannya menuju wajahku. Serta merta senyum yang kian lama terasa begitu manis di mataku langsung ia tampilkan. "Uh, lama-lama diabetes nih kalo keseringan kayak gini," keluhku dalam hati yang kemudian melanjutkan langkah menuju meja makan dan duduk di hadapan Regard.

Pagi ini aku sarapan seperti biasa bersama mama dengan tambahan satu orang, Regard yang aku sendiri tidak tahu ada urusan apa dia pagi-pagi sudah ke rumah. Setelah sarapan berakhir, tiba-tiba Regard meminta ijin pada mama untuk membawaku keluar yang tanpa tedeng aling-aling langsung diiyakan oleh mama. Serasa jadi anak yang tidak diinginkan kalau sudah seperti ini.

Aku pun mengikuti langkah Regard yang saat ini melangkah lebih dulu membiarkan aku berjalan di belakangnya. Yah, meskipun sebenarnya aku juga sedikit canggung kalau harus berjalan disampingnya semenjak aku mengetahui bahwa Regard merupakan laki-laki yang akan bertunangan denganku. Eits, aku baru sadar kalau aku dan Regard sudah resmi bertunangan kala melihat benda bulat yang akan bersinar jika terkena cahaya, melingkar di jari manisku.

Tanpa sadar Regard mengambil alih tangan yang sedari tadi aku perhatikan kemudian digenggamnya dan menuntunku ke dalam mobilnya. Dan saat sadar, aku sudah berada di dalam mobilnya duduk manis di samping kursi pengemudi. Aku mengalihkan tatapanku ke arah Regard yang sejak tadi tidak bersuara sama sekali.

"Kenapa?" tanyaku yang tak tahu untuk apa masih dengan menatap sebagian wajahnya yang tengah mengarah ke depan.

Setelah mendengar pertanyaanku, barulah Regard menatapku dengan sebelah alis terangkat. Damn, sepertinya Tuhan begitu menyayangi manusia ini sampai-sampai hanya dengan ekspresi seperti itu saja dia terlihat begitu ... uhm, mempesona. Dengan susah payah aku membasahi kerongkongan yang entah sejak kapan terasa begitu kering.

Believe You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang