Awalnya aku berpikir masih memiliki harapan meski 0,000001%. Namun ternyata semesta masih ingin bermain-main dengan hidupku. Bahkan kejamnya waktu tak mampu menandingi kekejamannya.
-Amel-
Malam itu setelah bangun dari pingsan, aku buru-buru pergi ke pantai tempat aku dan Regard berjanji menghabiskan hari sekaligus merayakan anniversary hubungan kami. Mengabaikan larangan mama yang beberapa kali menghalangi niatku.
Aku berdiri seorang diri seakan tengah menantang bumantara yang sudah menggelap. Desiran angin malam merembes di sela-sela tubuhku dan menelusup hingga ke tulang membuatnya bergemeletak.
Suasana sunyi yang sangat aku sukai jika ini dulu, sebelum Regard masuk ke dalam hidupku. Karena kesunyian itu kini terasa sangat menyesakkan. Tubuhku mulai bergetar entah akibat angin malam atau tangis yang sedang aku coba tahan.
Aku masih memenuhi janjiku untuk tetap menunggunya. Hingga entah sudah berapa lama berlalu, sosoknya tidak pernah muncul di hadapanku. Dan malam itu berakhir dengan aku yang memeluk kepingan-kepingan kehancuran diriku sendiri.
֍֍֍
Sudah satu minggu berlalu sejak berita buruk itu. Hidupku berada pada fase denial. Di mana aku menolak percaya pada sekitar dan membangun dinding tinggi untuk menyelamatkan hatiku yang sudah terkoyak tak beraturan.
Namun sepertinya semesta masih belum puas hingga ia mengirim 2 orang polisi ke rumah untuk mengatakan bahwa orang yang aku tunggu itu dinyatakan telah tewas setelah memastikan seberapa besar efek ledakan yang disusul kebakaran sehingga membuat seluruh penumpang tewas mengenaskan. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya kala mendengar keterangan polisi tersebut.
Air mata masih mengalir deras tak ada niat untuk berhenti. Entah bagaimana, aku merasa benar-benar lelah akan semua hal yang belakangan ini terjadi.
Sepeninggal kedua polisi itu, aku kembali mengurung diri di kamar. Duduk termenung di atas petiduran dengan pandangan mengabur akibat air mata. Memandang sekeliling memicu ingatanku pada pertemuan pertama kami hingga hari pertunangan, yang masih terasa segar seperti baru kemarin hal itu terjadi.
Tokk .... Tokk .... Tokk ....
Pintu kamarku diketuk oleh seseorang dari luar. Aku tak berniat untuk mempersilahkannya masuk atau menyuruhnya pergi. Hanya diam memandang lurus pintu yang masih menghasilkan bunyi akibat diberi tekanan berupa ketukan. Lalu tak berselang lama, pintu itu terbuka menampilkan sosok Rara yang melangkah masuk dan duduk di hadapanku.
"Hai ...," sapanya yang terdengar hati-hati dan tersenyum lembut.
Aku tetap terdiam dengan menatap wajahnya. Tidak ada yang ingin aku bicarakan dengannya atau dengan siapa pun.
Rara menggenggam tanganku erat mencoba mentransfer energi positifnya padaku. "Semua pasti baik-baik aja, Mel. Kamu kuat," bisiknya.
"Kamu udah makan? Kita makan yuk, Mel!" ajak Rara yang sama sekali tidak aku gubris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe You [TAMAT]
RomanceDia muncul dalam mimpiku hari ini. Untuk pertama kalinya dalam empat tahun. Cara bicara, suara, tindakan, gerak-gerik, dan aromanya. Semua terasa nyata. Tapi sekeras apa pun aku berusaha, aku tidak bisa mengingat wajahnya. Justru makin lama wajahnya...