#Tisa's POV
Aku duduk di kereta ini sendirian. Kereta ini melaju meninggalkan Seoul menuju Hadong. Aku tidak memiliki tujuan kemanapun.
Sepanjang perjalanan hanya menatap keluar jendela. Aku sendirian. Setelah 4,5 jam perjalanan. Aku sampai di Stasiun Hadong pukul 1 siang. Dari stasiun aku langsung menuju ketempat rahasia kak Swara menaiki taxi. Siang itu cuaca sangat terik. Aku berjalan sendirian di kota orang. Bau perkebunan teh memenuhi paru2ku.
Pukul 4pm, aku sampai di kuil ber-rawa itu. Aku memutuskan untuk bermalam disitu. Perutku mulai berbunyi, tapi aku tidak memiliki cukup uang untuk membeli apapun, uang yang kubawa hanya cukup untuk transportasiku. Semua uangku sudah ku tinggalkan untuk Ibu.
Sepanjang hari aku hanya melamun. Memandangi pepohonan. Mendengarkan suara tonggeret yang sebentar lagi menghilang seiring perginya musim panas. Matahari sudah menghilang, bulan sudah menggantikan tempatnya. Aku meringkuk di ujung pagoda, merapatkan jaketku.
Keesokan paginya aku terbangun. Matahari belum menunjukkan sosoknya. Pukul 5 pagi. Aku memutuskan menuju pemakaman. Pukul 7 pagi aku sampai di pemakaman, langsung menuju ke makam paman.
"Selamat siang, paman. Aku kembali lagi. Kali ini Tisa sendiri. Ngga sama kak Swara. Kak Swara ngga tau Tisa kesini. " aku menghela nafas, dan melanjutkan,"Paman, Tisa boleh tau ngga rasanya di sana gimana?dingin?bebas?gelap?lega?kesepian?bahagia? Tisa udah sampe pada batasku. Kenapa Tuhan masih kasih Tisa hidup kalau hidup Tisa selalu saja tentang duka dan rasa sakit. Bukannya lebih baik kalau Tisa mati saja? Banyak yang berharap Tisa mati juga kan, toh bukannya bagus membuat orang bahagia dengan ketidakhadiranku." Suaraku tercekat. Aku berdehem.
"Paman, Tisa minta maaf karna secepat ini menyerah. Tapi ini keputusan yang baik untuk semuanya. Sebentar lagi Tisa bisa memenuhi janji Tisa waktu itu, yang belum bisa Tisa tepati karna paman sudah pergi lebih dulu. Setidaknya sebentar lagi Tisa akan menyusul paman." Aku mengelus nisan paman. Kemudian beranjak pergi.
Aku tidak kembali ke kuil itu. Tempat itu terlalu indah untuk dinodai oleh mayat pendosa sepertiku nantinya. Aku juga tidak ingin mengakhiri nyawaku di kota Hadong, kota yang penuh kenangan milik kak Swara. Kota ini terlalu berharga baginya. Kakiku melangkah menuju stasiun kembali menuju kota terdekat Hadong, Gwangyang.Untuk ke stasiun perjalanan sedikit jauh karna terletak di kota. Sedangkan aku sedang di daerah pedesaannya. Aku sedang duduk di halte saat seorang lelaki datang menghampiri. Kejadiannya terjadi begitu cepat, tiba2 saja dia sudah mengarahkan sebilah pisaunya ke leherku.
"Serahkan uangmu." Dia mengancam.
Aku mengeluarkan dompetku. Dia mengambil dan memeriksanya.
"CUMA SEGINI?? MANA YANG LAIN?!" Dia membuang dompetku dan menggertakku. Aku menggeleng.
"Ngga ada." Kataku takut. Kesialan apalagi, ya Tuhan. Mau mengakhiri hidup saja, masih ada kesialan yang menimpa.
"Jangan bohong!!" Dia mendekatiku. Aku ketakutan.
"Kalau gitu beri aku yang lain saja." Dia terkekeh menarikku terjatuh, dibawanya aku ke belakang halte. Aku menggerang menendang dan mencoba melawan. Dia tampak kesulitan membawaku. Aku terus2 melawan. Akhirnya aku pun terlepas. Aku berlari menjauhi dirinya. Tapi orang itu mengejarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor. [Park Sungjin] | Day6 AU✔
Fanfiction[TAMAT] "Bau ini, bau favoritku selain bau masakan ibu. Bau ini membuatku sejenak melupakan semua masalahku. Petrichor nama aromanya. Tapi seketika semuanya berubah, otak ku tidak lagi bisa menemukan kilas balik kebahagiaan saat menghirupnya." - Tis...