Chapter 3

85 10 0
                                    

#Tisa's POV

Aku meregangkan badanku. Kemarin malam aku sampai rumah pukul 11.30 malam. Untung saja Ibu sudah tertidur, jadi dia tidak tahu perihal keadaanku yang pulang-pulang basah kuyup. Paginya juga ibu tidak bertanya apapun, karna baju dan semuanya sudah aku cuci. Aku baru selesai membereskan urusanku pukul 2 pagi. Karna urusan itu, pagi ini aku bangun sedikit lelah.

Ctling. Seorang masuk ke mini market
"Selamat datang." Kataku sambil lalu, karna sambil membereskan barang di rak.

Aku kembali berjaga dikasir. Jam baru menunjukan pukul 8. Aku baru berganti shift 2 jam lalu. Tumben sudah ada pelanggan sepagi ini. Aku duduk sambil berjaga. Mataku masih terasa berat.

Bau kopi menyeruak di udara. Orang itu selesai menyeduh kopinya. Tapi belum terlihat kedatangannya. Aku mengintip, ah sedang memanaskan makanan. Tumbenan hari Sabtu ada orang sarapan diluar sepagi ini.

Aku mengeluarkan sketch book ku. Kegiatan waktu luangku. Aku menggambar sambil mendengarkan musik.

Tuk..tuk.. aku terkejut. Orang itu sudah berdiri di depanku. Aku melepas earphone ku.
"Eh iya maaf" aku berdiri dan menutup sketch book ku.
"Eh-?" Pria ini menatapku.
"Cuma ini aja?" Aku bertanya sambil menghitung belanjaannya. Kopi, sandwich, dan permen karet.
Aku melihatnya dari sudut mataku, dia mengangguk masih menatapku. Aku menunduk menghindari tatapannya.
"Semua 54ribu." Kataku.
Dia menyerahkan uang 60ribu, sambil bertanya.
"Kamu anak kampus xxx, maba jurusan seni  kan?"
Aku yang sejak tadi menunduk mau tidak mau memberanikan diri melihat pria ini.
Siapa?Aku masih tidak mengenalnya.
"Siapa sihh?Alya?Retisalya, ya kalau ngga salah?" Dia bertanya lagi.
"Emm maaf. Kita saling kenal ya?Saya sepertinya lupa." Aku bertanya ragu takut menyinggung.
"Ehhh enggak enggak. Saya cuma tahu kamu aja di kampus. Saya Sajjana Baswara, Swara, mahasiswa kedokteran tingkat 3." Dia tersenyum mengulurkan tangannya.
Aku masih menatapnya curiga.
"Kita pernah ketemu sekali." Dia menambahkan.
Aku mengangkat alis berfikir.
"Hari pertama, yang kamu ditabrak sama Janita. Sorry ya Janita emng suka konyol. Saya juga gerah lama2." Dia tertawa kesal.
Hari pertama?AH!
"Oh iya saya ingat. Mahasiswa yang bareng kak Yota?" Aku bertanya.
Dia mengangguk tersenyum.
"Maaf saya ngga sadar kalau Anda kakak tingkat. Ini kembaliannya." Aku meminta maaf sambil menyerahkan kembalian.
"Ngga papa. Santai sih." Kata dia.

"Siapa tadi?Reti.." dia berbicara.
"Tis-"
"Alya. Iya Alya. Kamu kerja disini?udah lama?" Dia bertanya memotong kalimatku
"Udah sih. Dari SMA." Aku bergerak2 tidak nyaman.
"Eh sorry sorry. Saya malah jadi ganggu kamu kerja. Saya ngga maksud kok." Dia sepertinya menyadari gelagatku.
"Ah ti-tidak." Aku berkata gugup karna tidak enak.
"Yaudah saya permisi dulu. Btw boleh numpang makan dan nugas disitu kan?" Dia menunjuk bangku2 di sudut minimarket yang  memang dikhususkan untuk pelanggan yang dine in.
Aku mengangguk, "tentu saja. silahkan silahkan."
Aku menghela nafas setelah dia pergi ke mejanya.

#Swara's POV
Aku tidak menyangka bertemu dengan maba itu disini. Aku baru pindah ke apartemen dekat sini, jadi aku baru tau kalau ternyata si maba itu bekerja di minimarket ini.

Melihat dia disini membuatku teringat kejadian semalam. Kelakuan Janita sudah melewati batas. Aku juga sudah meminta Jiyah untuk memperingatkan perihal perilaku Janita kepada 2 maba itu. Yang ku benci dari Jiyah, dia selalu angkat tangan kalau harus menentang Janita. Ya, aku juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Jiyah karna aku tau seberapa berkuasanya Janita. Tapi setidaknya sebagai sahabat dekat Janita, masa iya Janita tega memakai kekuasaannya kepada Jiyah.

Aku mengerjakan tugasku di minimarket ini. Suasananya cukup nyaman, selain itu setelah aku memutuskan nugas disini. Alya memutar musik classic yang bisa terdengar di penjuru minimarket. Aku bisa melihat dari sudut mataku, sejak tadi dia melayani beberapa pengunjung yang datang. Tanpa sadar jam menunjukkan pukul 1 siang, aku terkejut karna ponselku berdering.

Petrichor. [Park Sungjin] | Day6 AU✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang