Chapter 9

59 11 0
                                    

#Wisa's POV

"TISA!!" aku berteriak.

Aku ingat baik teriakanku saat itu. Saat Tisa kelas 2 SMA, aku kelas 3 SMA. Kejadian itu menjadi mimpi buruk bagiku.

Hari itu musim panas. Cuaca terik. Aku melihat Tisa di lapangan dan menghampirinya.
"Lu ngapain panas2 gini?" Aku berteriak berlari mendekatinya.
"SEPATU LU MANA?" Aku baru menyadari dia tidak ber alas kaki.
Dia hanya menoleh.

Ini sudah berapa kalinya, mereka menyembunyikan sepatu Tisa. Tisa menjadi bulan2an semenjak dia tidak bisa bergaul dengan kelompok manapun disekolah. Bukan salah Tisa kalau dia hanya berfokus untuk mencari ilmu demi mendapatkan beasiswa. Sekolahpun dia mendapat keringanan biaya. Karna itu banyak yang mencemoohnya. Sejak SMP malah.

Semasa sekolah Tisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat. Di SMP aku pernah dipukuli oleh seniorku, tapi Tisa melawannya padahal dia perempuan. Seringkali Tisa yang malah melindungiku. Tidak ada yang bisa kulakukan, kemampuanku hanya sebatas menghiburnya, membuat dia tertawa. Kata2 Tisa yang selalu ku ingat, "gua ngga peduli hidup bisa sekejam atau sejahat apa sama gue, karna gue tau ditiap titik itu, ada lu Wis. Lu yang jadi moodbooster gua, bikin gua ketawa, gua bisa lupa sama masalah2 gue. Makasih ya Wis." Dia berkata itu sambil tertawa, tapi kalimat itu membuatku tersentuh.

Sampai di waktu SMA pertengahan kelas 2, aku dan Tisa berjarak. Aku punya seseorang yang kusuka saat itu, wanita itu juga menyukaiku. Tapi, dia tidak menyukai kedekatanku dengan Tisa, dan Tisa tau itu. Tisa mulai menjaga jarak denganku, demi diriku. Aku egois. Harusnya aku bisa memilih mana yang harus ku prioritaskan. Pacarku atau Tisa. Tapi aku bodoh.

Awal masuk kelas 3. Aku banyak bertengkar dengan pacarku. Sifat aslinya muncul. Tisa semakin menjauh dan semakin pendiam. Aku tidak pernah lagi melihatnya tersenyum.

Kembali ke hari cuaca terik.
Dia menoleh ke arahku. Itu sepertinya perbincangan kami setelah 6 bulan, ah maksudku setelah aku mendapatkan pacar.

Dia tersenyum saat aku memanggilnya.
"Hehe, biasa." Dia hanya menjawab singkat sambil terkekeh.
Dia kemudian membalikkan badannya, memunggungiku dan berjalan pergi. Harusnya hari itu aku menahannya. Harusnya hari itu aku berlari mengejarnya.
Harusnya aku sadar, bahwa senyuman Tisa hari itu berbeda.

Hari itu sepulang sekolah, aku sedang pergi bersama pacarku. Aku memang sempat off bekerja di coffeeshop, ini karna pacarku, selain karna ada Tisa disana, dia juga mau waktu pulang sekolah dihabiskan bersama dia. Sampai sekarang aku masih menyesali kebodohanku.

Pukul 4 sore, hujan. Hari itu hujan. Siang yang tadinya terik dan cerah. Sorenya hujan deras. Ada telepon masuk dari bos coffeshopku. Dia bertanya apakah Tisa tidak masuk sekolah?karna hari itu dia tidak masuk kerja. Aku mulai resah, tidak biasanya. Apa Tisa sakit dan langsung pulang?Tidak lama setelah itu, ada telepon masuk lagi. Kali ini dari Ibu Tisa. Dia bertanya apa aku sedang bersama Tisa?karna bos coffeeshop tadi menelpon menanyakan Tisa. Mungkin sebelum menelponku, bos coffeeshop menelpon Ibu Tisa. Berarti Tisa juga tidak ada dirumah. Ibunya mulai khawatir karna ini bukan kebiasaan Tisa sama sekali. Ibu Tisa menutup telepon dengan perasaan resah. Begitupula aku.

Di depanku pacarku marah2 karna aku mengabaikannya demi telepon2 itu. Aku tidak peduli. Yang di otakku saat itu hanya satu. Kemana Tisa?

1,5 jam kemudian. Telepon masuk kembali. Ibu Tisa. Pacarku mengancam ingin memutuskanku bila aku lebih memilih mengangkatnya. Persetan. Tisa lebih penting dari dirinya.

Ah. Harusnya pikiran itu tertanam lebih cepat di otakku. Harusnya fakta bahwa Tisa lebih penting dari pacarku, tertanam dari awal. Keegoisanku membawa ku pada mimpi buruk semua orang.

"Wisa..T-tisa." Ibu Tisa menangis.
Kata2 selanjutnya membuat duniaku hancur.
"Tisa nyoba bunuh diri." Tangisanku pecah saat itu. Aku buru2 beranjak meninggalkan pac-eh maksudnya mantanku. Aku sudah tidak peduli.
Ibu Tisa berusaha menjelaskan keadaannya padaku dengan susah payah.

Petrichor. [Park Sungjin] | Day6 AU✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang