#Tisa's POV
Aku menangis dipelukan kak Swara. Dia benar, dia benar2 melihatnya. Di satu sisi diriku yang ingin berjuang sudah nyaris kalah. Di saat aku benar2 ingin menyerah dan kalah, kak Swara melihatnya.
"Aku takut, kak." Aku menangis.
"Lelah. Selama ini aku seperti bertarung dengan diriku yang lain. Suara2 itu. Dia bilang untuk apa aku hidup kalau aku tak lagi merasa hidup. Sakit. Duka. Kehilangan." Aku menangis sesegukkan. Semuanya tercurahkan.
Kak Swara mendekapku erat. Hangat. Aku menangis semakin keras.
"Jangan menyerah. Kumohon. Ku mohon, berjuanglah sekali lagi. Jangan pergi. A-aku ngga mau kehilangan kamu." Dia berkata pelan, suaranya terdengar memohon putus asa. Mendengar kak Swara seperti itu, hatiku terasa sakit. Kenapa?kenapa dia sebegininya. Kami berdua menangis dalam keheningan. Sekitar 30 menit tangisnya mereda tapi tangisku masih terus berlanjut. Dia masih mendekapku. Rasa aman dan nyaman dari pelukannya memberiku kekuatan sekaligus ketakutan. Aku masih takut bila diriku jatuh terlalu nyaman.1 jam sudah aku menangis. Tangisanku reda. Kak Swara melajukan kembali mobilnya, tangannya tetap menggenggamku. Aku menggenggamnya juga. Hangat.
Mobil memasuki parkiran basement. Kak Swara turun dan dengan cepat membuka pintu tempatku duduk. Hatiku menjadi tidak karuan.
"Bentar ya kita ke bagian Psikologi." Kata kak swara. Aku mengangguk mengikuti.Kami menuju ke bagian Spesialis kejiwaan.
"Lho Sajjana, hari ini kemari?" Suara seseorang di bagian resepsionis kejiwaan menyapa kak Swara. Kak swara membungkuk.
"Iya, mau minta surat persetujuan." Kak swara berkata.
"Hoo, dr.Kiara di ruangan. Lagi ada pasien sih. Udah janjian kan?" Kata orang itu lagi. Kak swara mengangguk.
"Sudah, sus."
"Oke." Perempuan itu tersenyum padaku,
"Selamat Datang." Dia menambahkan dengan ramah. Aku tersenyum kaku. Kak Swara meraih tanganku.
"Kami pergi dulu ya, sus. Terimakasih." Kak swara berpamitan. Kami membungkuk. Suster itu melambai.Kami duduk di depan sebuah ruangan.
"dr. Kiara Natyahandika, M.Si, Psy.D"
Aku membaca di sebuah pintu di depan kami.
Kak Swara terlihat resah. Kakinya bergerak gelisah. Tidak lama menunggu, pintu di depan kami terbuka.
"Terimakasih, dok." Kata seorang pria kepada seorang wanita yang tampak muda sepertinya itu dokter kiara.
"Sama2, kalau ada apa2 jangan takut untuk menghubungiku atau siapapun." Kata dr.kiara. Pasien itu pun pergi. Dr. Kiara melihat kami.
"Ah, Swara. Ayo masuk." Dia mempersilahkan kak swara. Dan melihatku dan tersenyum,
"Ayo silahkan kamu juga." Tambahnya."Laporanmu sudah ku baca, ada beberapa teori yang masih kurang rinci, kau harus menambahkannya dari beberapa referensi." Kata dr.Kiara berbincang dengan kak swara di mejanya. Aku duduk tak jauh dari mereka, memasang airpodsku agar tidak menguping. Kak swara mengangguk2. Dr.kiara kemudian menandatangani lembaran yang diberikan kak swara.
"Sudah berapa lama kau tak pulang kerumah?kakak mu mencarimu." Tiba2 dr.kiara berkata pada kak swara. Aku belum memutar lagu dari ponselku, jadi aku masih dengan jelas mendengarnya. Kak swara terkejut memandang ke arahku kemudian berbisik, seperti takut terdengar olehku. Aku berpura2 tidak mendengarnya. Aku melihat kak swara menggeleng. Dr. Kiara menghela nafas.
"Setidaknya temui ibumu, hari ini dia bertugas. Tenang saja ayahmu sedang pergi dinas."
"Ya aku tahu." Raut wajah kak swara terlihat mengeras.
"Ngomong2..pacarmu cantik. Semoga dia lekas sembuh dari semua masalahnya. Sangat disayangkan kenapa dia tidak diserahkan kepadaku." Dr. Kiara masih berbisik, melihat ke arahku dan tersenyum.
"Maaf dokter bukannya aku meremehkan dr.kiara. Tapi..dokter tahu kalau aku harus magang sekaligus menjaganya, dan kalau disini. Kau tahu..."
Dokter kiara mengangguk.
"Iya Swara. Tidak papa. Aku tahu kau masih berat untuk menerimanya. Kau juga tau kalau ayahmu menyesalinya sampai sekarang. Yasudah kalau ada apa2 katakan padaku."
Kak Swara mengangguk. Aku melihatnya berpamitan dan berjalan ke arahku. Dia mengangguk ke arahku. Aku melepaskan airpods ku.
"Yuk." Dia berkata. Aku mengangguk. Kemudian membungkukkan badan ke arah dr.kiara.
"Permisi." Kataku. Dia tersenyum melambai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor. [Park Sungjin] | Day6 AU✔
Fanfiction[TAMAT] "Bau ini, bau favoritku selain bau masakan ibu. Bau ini membuatku sejenak melupakan semua masalahku. Petrichor nama aromanya. Tapi seketika semuanya berubah, otak ku tidak lagi bisa menemukan kilas balik kebahagiaan saat menghirupnya." - Tis...