Aadidev Valdezi
Masih setengah tak percaya, bahwa alien yang dulunya sangat kubenci kini sudah tertidur tenang dalam timbunan tanah basah. Aya entah sudah berapa kali pingsan, tapi tetap mamaksakan diri untuk mengikuti serangkaian ritual mulai dari mengkafani hingga tubuh sahabatnya tak tampak lagi.
Saat ini, ia lesehan di samping ibunya Maria. Tergugu, menunduk, dan sesekali menengadah kala melihat Fairuz meneteskan air mata.
Mungkin, dari beberapa saksinya menjalani halang rintang, aku termasuk salah satunya. Melihat sosoknya yang selalu profesional bermain peran. Kuat, tangguh, tapi menyimpan luka dalam. Tak kunjung kering, lalu kembali ditimpa sayatan tak berdasar.
Dia benar-benar kesakitan.
Entah mental, atau fisik.
Dia benar-benar ditempa kuat. Entah untuk tumbuh tegar atau layu terhormat.
Taburan kembang tujuh rupa masih semerbak. Para pelayat satu-satu mulai beranjak. Namun, aku masih setia berada di sini, seakan sudah menjadi bagian dari keluarganya. Mendengar tangisan sendu ibunya, Tante Alya, juga Aya.
Bahkan Fairuz pun sejak turun memosisikan kakaknya menghadap kiblat di liang lahat tak mendongak lagi. Senantiasa menunduk seakan tidak berniat menutupi air matanya.
Kata orang-orang, lelaki hanya akan menangis untuk orang yang disayang. Fairuz sungguh mencintai kakaknya.
Mungkin nasihat lama itu benar.
Orang-orang datang untuk pergi.
Maria, datang di hidupku sebagai sosok yang paling ingin kuhindari, tapi ia malah yang paling banyak mengajari. Entah arti hidup, atau duka. Segalanya, dari sudut pandangnya.
Aku mengerjap ketika mata mulai terasa berembun. Ya, bilang saja cengeng, aku tidak akan mempermasalahkannya. Karena saat ini, setelah segala hal yang pernah terjadi, aku merasa sangat kehilangan.
Kehilangan saingan, senpai, serta tutor geografi.
"Ayo pulang." Fairuz duluan bangkit, mengamit lengan ibunya yang enggan berdiri.
"Ibu masih rindu kakakmu."
"Ayo pulang, Bu. Kak Sara enggak akan suka dikhawatirin. Dia sudah bahagia di sana sama ayah."
Seperti mengucap mantra, tepat setelah perkataan Fairuz, hujan turun deras, berlomba-lomba membasahi bumi.
Aku, ibunya Maria, Tante Alya, Fairuz, dan Aya malah bergeming. Membiarkan hujan terus menghantam tubuh yang masih kaku untuk bergerak. Senja terakhir Maria, kini berubah sendu.
Fairuz masih berdiri dengan posisi memegang jemari ibunya, diam lagi menatap pusara yang semakin basah. Kini, aku tahu bahwa sejak awal tidak ada yang berniat pergi jauh dari tempat peristirahatan Maria. Hingga jingga nyaris pudar dan matahari hendak pulang ke rengkuhan cakrawala, tidak ada yang bangkit meninggalkan pemakaman yang terasa lenggang.
Dia mungkin sudah berada di dekat ayahnya. Dia akan selalu terjaga. Tuhan benar-benar menyayanginya. Tidak lagi kesakitan, tidak lagi ada dendam. Dia akan damai, aku yakin.
Tuhan, jika Kau kirimkan dia padaku sebagai sebuah pelajaran, terima kasih. Aku belajar terlalu banyak. Rengkuh dia dalam peluk-Mu, seperti dia yang merengkuh liku dengan bulir pasrah. Jangan lagi izinkan dia putus asa di sana.
Maria, semua orang mencintaimu. Termasuk aku.
Selesai
🌠🌠🌠
Udah?
Iya 🤧Iya, beneran tamat.
Hidup mesti realistis meski cuma fiktif. Sara sakit, dan dia lelah sama penyakitnya. Kebahagiaannya terenggut semua, jadi dia ga optimis lagi untuk ngejalani hidup. Ketika dia berpikir seperti itu, ya penyakitnya makin parah deng. :)
Emangnya kalian rela ngeliat Sara menderita? ಥ⌣ಥSatu hal yang perlu Yoru sampaikan dari berakhirnya cerita ini.
Siapa pun, bakalan mati dan itu pasti. Entah apa penyebabnya, ga ada yang bisa prediksi.
Tentang penyesalan, memang udah jadi semacam tradisi. Hari ini kamu membenci, besoknya menangisi.
Oleh karena itu, kita dituntut untuk bisa bijak menilai segala situasi.
Bukan untuk jadi orang sok kuat, tapi buat jadi manusia yang bisa lahir, tumbuh, dan mati tanpa ada penyesalan.Cieee pesan moral :v
Terima kasih buat teman-teman yang udah luangin waktu untuk baca karya Yoru.
Masih ampas banget, jadi maaf atas segala kekurangan, ya!
Jujur, tanpa kalian, Yoru ngga bakalan semangat lagi lanjutin cerita ini. You guys mean a lot, walaupun kalian ndak vote. 😭Boleh Yoru tau kesan-pesan kalian setelah membaca kisah ini?
Adakah kritik dan saran yang ingin kalian sampaikan?
Apa aja uneg-unegnya?Oke, sekian~
Sampai jumpa di lapak Yoru yang lain! 💐💐You guys, have a nice day! 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Merengkuh Liku
Teen Fiction(COMPLETE) "Aya ... gue ... boleh nangis?" "Boleh, Ra. Selalu boleh." Aya beringsut dari tempatnya berdiri, memangkas jarak lebih dekat. "Gue boleh marah?" Aya kembali menangis dan mengangguk. "Boleh, Ra." "Gue boleh lepas topeng gue?" Aya terdi...