XVI. Serendipity

29 10 59
                                    

“Inilah lembaran baruku. Hari yang cerah akan kembali dimulai, dengan sedikit bumbu keberuntungan yang datang tanpa diduga-duga.”


-Happy Reading-


Song recommendation
"Where Are You - Jung Joonyoung (OST W)"


Aku mengerucutkan bibirku. Memikirkan sesuatu yang harusnya ku pikirkan sejak dulu, "Aku harus lanjut sekolah ke SMP?"

Tentu saja aku bingung. Sekarang sudah tidak ada siapa-siapa lagi di sini, dan aku pun dituntut untuk hidup mandiri dengan uang warisan dari ayah dan ibuku. Uangnya terbilang cukup besar nilainya, tapi... Aku tidak yakin itu akan cukup untuk seumur hidupku.

Karena aku berpikir, sesuatu yang banyak pasti akan ditakdirkan untuk habis. Itu memang sifat dunia. Dan kemudian aku berniat untuk mencari pekerjaan agar dapat menghasilkan uang.

"Huh... Mana aku gak punya wal—"

"Jaemin!!"

Suara dari luar membuat keluhanku terpotong. Suara yang akhir-akhir ini sering ku dengar. Jika kalian menebak itu Lee Haechan, ya, itu benar. Anak itu memang sering meneriaki namaku dengan nada seperti anak kecil mengajak temannya untuk bermain. Aku pun keluar dari kamarku dan pergi menuju pintu.

"Ya, Chan?—" sekali lagi, kata-kataku terpotong karena sesuatu. Di situ memang ada Haechan, tetapi ia tidak sendiri, dia membawa Yeji di belakangnya sehingga aku terheran mengapa anak ini membawa Yeji ke sini. Sementara Yeji yang mendapat pandangan bingung dariku hanya memalingkan pandangan.

"Kenapa bawa dia?" Tanyaku sambil mataku mengarah pada perempuan bergaya rambut ponytail itu.

"Ah.. aku mau ajak kamu daftar ke sekolah menengah, kamu mau lanjut, kan?" Alih-alih menjawab pertanyaanku, dia menimpaliku pertanyaan lain. Aku terdiam, lalu mengangguk kaku.

"Yaudah, aku mau mandi dulu, sekalian bawa surat-surat penting. Tunggu aja di dalem, ayo."

Mereka berdua pun masuk berbarengan tanpa harus diawali penolakan lalu pemaksaan.

"Apa urusannya sama perempuan itu?"


...


Aku, Haechan, dan Yeji berjalan menyusuri trotoar. Yeji sempat bertanya-tanya tentang keadaanku yang beberapa waktu lalu menghilang karena mengurung diri. Dia tampak cemas, dan mengomeliku untuk tidak mengulang perbuatanku yang salah itu. Kali ini omelannya tidak membuatku kesal, dia memberiku semangat secara tidak langsung.

"Oh iya," seketika padangan Haechan dan Yeji mengarah padaku bersamaan, "Mina... Lanjut kemana?"

Tak langsung menjawabku, Haechan sempat melirik ke arah Yeji, lalu dia berdeham, "Dia balik ke negara asalnya."

"Lah, dia ke Jepang—"

"Orangnya aja gak di sini, ngapain sih ditanyain?" Yeji mulai sensi ketika aku sudah mulai membahas perempuan Jepang itu. Sepertinya mereka masih saling menyimpan dendam.

0 : 10.000.000Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang