Ch. 19

141 30 2
                                    

Tubuh Jungkook terlempar menghantam lantai, peluh membasahi seluruh tubuhnya. Matanya yang masih terpejam kemudian terbuka lebar, menyadari kalau seseorang akan menyerangnya lagi. Berkali-kali ia telah jatuh dalam tiga jam penuh, entah kenapa latihan kali ini ia begitu lemah.

"Hey ayolah, tidak biasanya kau kalah." Ucap seorang pria bertubuh lumayan tinggi.

Jungkook tak menjawab, ia bangkit dan meninggalkan arena. Si pria tadi ikut menghampiri dirinya.

"Kau seperti seorang ayah yang sedang khawatir pada anaknya," Tawanya pecah seketika menggema.

Jungkook mendecih tak suka, "Hanya hari ini saja aku kalah,"

Pria itu mengangkat kedua bahu santai, "Well, tekad yang bagus."

Keduanya duduk dan mengenggak air mineral masing-masing, kemudian kembali terdiam untuk beberapa saat. Sebelum Jungkook memulai sebuah pembicaraan lazim yang tentunya hanya diketahui keduanya.

"Apa kau sudah menemukannya? Pendonor kornea mata," Tanya Jungkook memasuki mode seriusnya, seketika atmosfer ruangan menjadi kelam.

"Kau pikir hal seperti itu hanya sekedar mencari? Dude, kau tau itu tak seperti mengedipkan mata dan hal tersebut langsung muncul. Semua perlu waktu," Katanya sambil menepuk pundak Jungkook.

Jungkook terdiam memandang tangannya yang sedikit tergores dan terlihat sisa darah mengering disekitarnya. "Secepatnya, kupastikan Ji Eun tak perlu terlalu lama menderita."

"Jadi katakan padaku, apa alasanmu untuk terus melindungi darah kerajaan itu? Apakah kau ingin pertukaran yang bagus dengan para petinggi?" Tanya pria itu melempar botol bekas air mineral ke tempat sampah sehingga menimbulkan bunyi yang membisingkan.

Jungkook mengambil jaket hitamnya dan berjalan pergi keluar ruangan.

"Hey, kau tidak menjawabnya?" Tegur pria berwajah tak asing itu.

Jungkook menoleh dengan santai dan menunjukkan smirk, "Untuk kehidupan yang ia bawa."

***

Perlahan mata itu terbuka dalam sinar berwarna kemerahan, senja hari membangunkan Sejeong dari tidur panjangnya. Ia mencoba menganalisis tempat ia berada sekarang dengan susah payah dan dengan mata yang berat.

Tepat ketika suara pria yang asing membuatnya waspada, "Sudah sadar? Yang Mulia? Harusnya ini bukan pertama kalinya kita bertemu?"

Sejeong kaget luar biasa, ia menyadari bahwa pria dihadapannya adalah seseorang yang ia kenal dengan baik. Dia Doyoung, anak dari Panglima Do dan juga orang yang akan menjadi suaminya kelak.

"Doyoung...? Apa yang terjadi? Kau yang membawaku kesini?" Sejenak Sejeong masih belum bisa memprediksi apa motif Doyoung untuk saat ini.

Doyoung tertawa singkat dan menatap mata Sejeong tajam, "Yang kau dengar itu benar, kau bukanlah pemilik tahta yang sebenarnya. Ayahmu, kau telah dibohongi selama ini. Faktanya menyedihkan, tapi kau harus menerimanya."

Sejeong terdiam, kali ini ia tak bisa menaruh harapan besar kalau Doyoung adalah pembohong. Karena ia telah mendengarnya sendiri dari mulut ayahnya dan para petinggi itu.

"Doyoung aku tidak perlu tau apa maksudmu untuk sekarang tapi setelah semua ini jangan berpikir bahwa kita akan tetap menikah. Aku tidak bisa menikah bahkan tanpa tau dimana saudariku berada sekarang." Ucap Sejeong, ia kemudian hendak beranjak keluar kamar tapi suara Doyoung membuatnya berhenti.

"Kau tidak bisa menghentikan pernikahan itu Yang Mulia, mulai hari ini kau ada dibawah pengawasanku dan kau hanya akan keluar kamar ini sesuai kemauanku. Jadi, nikmati waktumu Yang Mulia." Jawabnya kemudian ia mendekat pada Sejeong.

Sejeong mundur ia tak sudi berdekatan dengan 'calon suaminya' yang ternyata juga mengetahui kebenaran dan menyembunyikan darinya.

"Seharusnya kau lebih penurut Yang Mulia, masuk!" Katanya.

Berselang beberapa detik pelayan masuk dan menyekap Sejeong dengan bius sehingga ia tak sempat memberontak.

Doyoung membaringkan Sejeong di ranjang kemudian ia memegang sebuah jarum suntik. Tak lama ia pun menyuntikkan cairan itu pada lengan  Sejeong.

"Putri yang malang, sayang sekali takdir tak berpihak padamu." Ucapnya.

***

CR telah musnah, tetapi sampai sekarang Ji Eun tak bisa melepaskan memori itu dari otaknya. Ia masih tidak percaya segalanya hanyalah sandiwara bahkan bertahun-tahun silam sejak pertemuannya dengan Jaehyun dan anggota CR lainnya. Ia merasa menemukan keluarga setidaknya untuk waktu yang lama. Andai saja malam itu ia sadar lebih awal, maka ia akan memilih mati bersama mereka.

Seagull, entahlah siapa dia yang pasti Ji Eun benci mengakui bahwa ia mulai bergantung pada pria tak bernama yang secara khusus telah menempati benaknya. Perkara perutnya yang semakin besar, Ji Eun akui ia kesulitan menangani dirinya sendiri dalam keadaan buta seperti ini.

Sempat terlintas dipikirannya, kenapa dulu ia dengan mudah menyerahkan segalanya pada Jungkook. Bahkan setelah mendengar kenyataannya, ia tak percaya bisa sangat santai bercinta dengan pria yang bahkan belum satu tahun ia kenal walaupun kala itu ia mabuk. Bawahannya, patnernya, dan juga ayah dari anak yang sekarang ia kandung.

Terlalu lama melamun hingga ia tak menyadari bahwa seseorang sudah datang.

"Jangan terlalu lama duduk di dekat jendela, kau bisa masuk angin. Kemarilah, aku ingin memelukmu." Suara Seagull tidak terdengar memaksa namun seperti sebuah kewajiban.

Ji Eun berjalan pelan hingga meraih tangan Seagull yang langsung membenamkan wajahnya pada dada bidang itu. Aroma tubuhnya yang khas membuat Ji Eun tersenyum, baunya sangat tidak asing.

Suara Seagull membuat Ji Eun merasa bahwa ada sesuatu yang terjadi, "Maaf karena aku belum bisa mengunjungimu lebih awal, aku merindukanmu tapi ada beberapa masalah yang harus aku urus diluar sana."

Ji Eun melepas pelukan hangat itu, ia meraba pipi Seagull dan mengecupnya singkat. "Aku tidak pernah keberatan, kalau kau ada disini sekarang itu sudah lebih dari sekedar cukup bagiku."

"Ji Eun...kau akan segera bisa melihat dunia lagi," Ucap Seagull, Ji Eun tak bisa menyembunyikan rasa bahagia sekaligus terharu.

"Benarkah? Kau berjanji? Terima kasih!" Ji Eun terlalu bahagia dan kembali memeluk Seagull dengan erat.

Seagull mengusap lembut rambut Ji Eun, "Sampai saat itu tiba, kau yang harus berjanji padaku kalau aku akan menjadi orang yang kau lihat untuk pertama kali."

"Aku janji."

Janji? Apakah itu benar yang Ji Eun inginkan? Tidak, ia tidak pernah tau kapan Seagull berbohong dan mungkin saja akan menghabisinya bila waktunya tiba. Hanya untuk sekarang, demi kelangsungan hidup anaknya ia harus meninggalkan segala kenangan buruk dalam memori otaknya dan berusaha memasukkan ingatan indah penuh kepalsuan itu dengan berpura-pura terlihat tidak berdaya di depan sang pembantai.

***

Hai, gimana kabar kalian para readers setia?? Semoga tetap sehat ya, oh ya ini chapter pertama yang bermula setelah hiatus yaww

Semoga selanjutnya tidak ada hambatan dalam menulis cerita ini hingga tamat...

*MAAF APABILA ADA TYPO DAN KESALAHAN MINOR, HAL ITU DIKARENAKAN HIATUS YANG BEGITU LAMA MEMBUAT AUTHOR BUTUH BANYAK WAKTU UNTUK MENYUSUN KEMBALI KERANGKA IDE DAN ALUR CERITA INI

Sweet Requiem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang