42. Pulang

7.7K 1K 111
                                    

Raras berjalan mondar mandir dengan tangannya yang tengah memegang handphone. Beberapa panggilan keluar sudah ia lakukan kepada beberapa orang untuk memastikan apakah kekasihnya baik-baik saja atau tidak. Namun hal yang dia dapat hanyalah kekosongan, tidak ada yang tau Galang menghilang kemana. Bahkan Fathar juga tidak mengetahuinya.

"Sumpah Ras, duduk dulu."

"Engga, Sa."

Shasa mendengus lagi. Kemudian menarik lengan Raras dan mengajak temannya itu untuk duduk bersamanya diatas sofa. Ya, sesuai perintah Galang tadi pagi Raras pergi ke rumah Shasa dan masih disana hingga tengah malam begini.

"Lagi dicari sama Nando, Dandi juga kan. Lo tenang deh, jangan berspekulasi yang buruk-buruk dulu.."

"GIMANA GUE BISA TENANG SA? GALANG BELUM ADA KABAR DARI TADI PAGI! POSISI DIA LAGI GAK DIKETAHUI SEKARANG, GIMANA GUE BISA TENANG?" bentak Raras pada akhirnya. Jelas Shasa terkejut, hal ini jarang terjadi mengingat Raras adalah perempuan paling sabar yang pernah ia kenal.

"Sori, gue kelepasan," ujar Raras menyadari perubahan mimik wajah Shasa kemudian mereka berdua bergantian menghela napas kasar.

Suara mobil terparkir di depan rumah mengalihkan perhatian keduanya. Buru-buru Raras keluar dengan diikuti Shasa di belakang.

Disana, tampak Nando dan Dandi tengah berusaha memopoh tubuh lemah Galang yang lumayan penuh akan luka. Raras membatu sejenak, menatap Galang yang sudah hampir menutup matanya karena menahan rasa sakit.

Dengan cekatan Raras membantu mendudukkan Galang di teras rumah kemudian menjadikan pundaknya tempat bersandar kepala Galang.

"Sempet dibawa polisi tadi, untung dipulangin," ujar Nando menjelaskan.

"Kenapa bisa dibawa polisi?" tanya Shasa membawakan kotak P3K dan serbet untuk membasuh luka, diberikannya barang-barang itu kepada Raras.

"Tau deh, abis pisah rombongan sama Fathar langsung ilang dia."

Raras diam mendengarkan. Matanya tak lepas menatap punggung Galang yang bergetar pelan. Raras berbisik menenangkan, tangannya pun ikut mengusap punggung kekasihnya itu. Galang berusaha meraih pinggang Raras untuk memeluk gadis itu lebih dalam.

Ya, setidaknya pelukan sederhana itu sudah menenangkan.

☘️☘️☘️

"Sakit?" Galang menggeleng lemah. Terlalu lelah hanya untuk mengeluh dan merasakan rasa perih di lukanya yang sedang diobati Raras.

Raras menghela napas cemas. Memposisikan dirinya bersila diatas sofa kemudian mengambil bantal untuk ia pangku. Menyuruh Galang tidur dipangkuannya.

"Sambil tidur aja gapapa." Dan Galang menurut, memejamkan matanya tenang sembari tangan Raras tetap mengobati luka-luka di wajahnya juga beberapa luka di lengan pemuda itu yang masih bisa ia raih jaraknya.

Shasa datang membawakan teh panas. Duduk di sofa yang berada tepat didepan Raras. "Enak banget bujang tidurnya," komentar Shasa melihat Galang.

Raras tertawa pelan. Membasahi kain dengan air kemudian ia usapkan pelan pada luka Galang yang masih kotor.

"Perasaan Fathar kaga gini-gini amat dah lukanya."

"Galang kalo udah ikut begituan mana bisa setengah-setengah." Jeda. "Eh Fathar dimana deh? Udah diobatin belum?" tanya Raras penasaran.

"Noh di kamarnya Rifky. Gak sadar ya lo dia daritadi adu teriak sama Rifky? Udah teler itu berdua diatas."

"Lah? Haha gak sadar gue."

Shasa tertawa, menatap Raras yang dengan telaten mengobati Galang. Perasaan takut dan khawatir masih terlihat jelas di kedua mata temannya itu.

"Cahaya di rumah sakit sama siapa tadi? Kan bang Dandi ikut nyariin Galang. Gak mungkin kan Cahaya ditinggal sendiri?"

"Ada Alin sama Andra kok. Tadi habis nanya kabar juga ke gue."

"Huh.. kirain sendiri."

"Lo cemas banget ya, Ras?"

Raras terdiam sejenak mendengar itu. Kemudian tersenyum menatap Shasa. "Coba bayangin bang Nando yang ada di posisi Galang saat ini, Sa."

"Gak sanggup gue ah, udah nangis kali gue liat dia begitu."

Raras terkekeh, "sama."

"Boong, lo gak nangis."

Raras terdiam sejenak. Mengibas-kibaskan tangannya didepan mata Galang, mengecek apakah kekasihnya itu sudah benar-benar pulas atau belum. Tidak ada pergerakan canggung disana, Galang sudah terlelap.

"Kalo gue nangis, nanti antara gue sama Galang gak ada yang nguatin." Jeda sejenak. "Kata Galang, kalo ada salah satu diantara dua oknum nangis jalan keluar gak akan ada. Coba tadi kalo gue nangis waktu lihat Galang, mungkin gue gak akan mampu obatin dia begini karena terlalu fokus sama tangisan gue."

Shasa diam mendengarkan, penuturan Raras cukup membuatnya takjub hingga bibirnya membentuk bulatan o sempurna.

Galang gak pernah salah pilih Raras.

.
.
.

CIE NUNGGUIN HEHEHE

bentar lagi end yaa, guys..

btw, sorry bikin nunggu.
prioritas gue banyak:(

HUGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang