Jaminan

35K 1K 25
                                    

Viola mengeringkan rambutnya yang masih basah karena dirinya baru selesai mandi. Ia menatap jendela dan sadar betul jika ini sudah larut malam. Sudah waktunya bagi Viola untuk beristirahat dengan nyaman. Sayangnya Viola tidak bisa melakukan hal itu karena merasa cemas. Ezra—kakaknya—belum pulang. Itu tentu saja membuat Viola cemas. Apalagi dengan fakta bahwa akhir-akhir ini Ezra selalu pulang menjelang pagi dengan keadaan mabuk. Viola takut jika suatu saat nanti, Ezra membuat masalah karena kebiasaan mabuknya itu. Akhir-akhir ini, Ezra memang selalu mabuk-mabukan setelah dirinya dipecat dari pekerjaannya di sebuah pabrik. Karena ada PHK massal, Ezra pun termasuk dalam salah satu buruh yang di-PHK.

Viola menghela napas dan memilih untuk masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak akan tidur, tetapi menunggu kepulangan kakaknya sembari menghitung penghasilannya hari ini. Viola bekerja di konveksi dan mendapatkan gaji sesuai dengan banyaknya jahitan yang ia selesaikan perharinya. Setelah menghitungnya, Viola mencatatnya dan menjumlahkannya dengan uang yang sebelumnya ia miliki. Viola menyimpan uang tersebut dengan baik-baik dan kotak penyimpanan. Uang ini akan sangat dibutuhkan oleh Viola untuk kebutuhan hidupnya dengan sang kakak selanjutnya. Viola menatap jendela kamarnya yang masih belum ditutupi gorden. "Kenapa Kakak belum pulang juga? Apa Kakak pulang pagi lagi?" tanya Viola pada dirinya sendiri.

Namun baru saja dirinya menutup bibirnya, Viola mendengar suara ketukan pintu rumahnya. Viola segera berlari kecil menuju pintu depan. Sebelum membuka pintu, Viola memastikan siapa yang mengetuk pintu dengan mengintip dari jendela dekat pintu depan. Setelah memastikan jika dirinya mengenal orang itu, Viola pun membuka pintu. Ternyata, yang berada di depan pintu rumahnya adalah dua orang pria yang bertubuh tinggi dan kekar. Jika seorang pria yang memiliki netra cokelat gelap terlihat berdiri tegap dan dipastikan sadar sepenuhnya, maka pria satunya terlihat sempoyangan dengan dibantu oleh pria bernetra cokelat. Benar, pria yang sempoyongan karena mabuk itu tak lain adalah Ezra. Viola pun berseru, "Astaga, Kakak!"

Pria bernetra cokelat pun membantu memapah temannya untuk masuk ke dalam rumah dan menuju kamar di mana Viola sudah menyiapkan ranjang untuk berbaring. Pria bernetra cokelat membantu membaringkan Ezra di atas ranjang dan memperhatikan Viola yang melepas sepatu Ezra dan menyelimuti kakaknya itu. Setelah menyelesaikan apa yang harus mereka lakukan, kedua orang itu pun ke luar meninggalkan kamar Ezra. "Makasih, Kak Dafa. Maaf karena selalu merepotkan Kakak," ucap Viola.

"Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan apa yang perlu aku lakukan. Tapi, bisakah kamu membujuk Dafa untuk berhenti mabuk-mabukan? Aku takut jika itu bisa membuatnya berada dalam masalah. Tadi saja, jika Farrah terlambat menghubungiku, pasti aka nada masalah besar yang terjadi," ucap Dafa.

Dafa ini adalah sahabat dari Ezra. Viola sendiri sudah sangat mengenalnya. Viola mengangguk dan sekali berterima kasih atas apa yang sudah dilakukan oleh Dafa. Dulu, hidup Viola dan Ezra tidak sesulit ini. Namun, semenjak kedua orang tua mereka meninggal, hidup mereka terasa sangat sulit. Viola dan Ezra tidak memiliki pilihan lain untuk saling bergantung dan percaya. Pada awalnya, meskipun terasa sulit, Ezra dan Viola bisa hidup dengan baik. Hanya saja, semua itu berubah ketika Ezra dipecat dari pekerjaannya dan hingga saat ini belum mendapatkan pekerjaan kembali. Ezra tampaknya frustasi dan pada akhirnya melampiaskannya pada minuman.

"Aku sudah melakukannya, Kak. Tapi Kak Ezra masih seperti itu. Aku harap, selanjutnya aku bisa berhasil membujuk Kakak," ucap Viola.

Dafa mengangguk. "Aku harap begitu. Aku juga akan tetap membantu dengan mecari pekerjaan yang cocok untuk Ezra," ucap Dafa.

"Terima kasih, Kak." Viola benar-benar tulus dengan ucapan terima kasih yang ia ucapkan tersebut.

Dafa sekali lagi mengangguk. "Cukup dengan ucapan terima kasihnya. Sekarang tidurlah. Jangan lupa kunci pintu dan jendelanya. Jika ada sesuatu, jang berpikir dua kali untuk menghubungiku," ucap Dafa lalu mengusap puncak kepala Viola dengan lembut. Dafa tersenyum manis dengan netra cokelat yang menyorot penuh kehangatan pada Viola. Mungkin Viola memang tidak menyadarinya, tapi siapa pun yang melihat sorot mata Dafa saat ini, pasti akan sepakat jika Dafa memiliki perasaan yang dalam terhadap Viola.





Gerald's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang