Masalah

4.2K 377 18
                                    

Viola menatap pantulan dirinya sendiri pada cermin. Rasanya, tampilan Viola saat ini sangat berbeda daripada penampilannya beberapa bulan yang lalu, sebelum bertemu dengan Gerald. Tentu saja, setelah mengenyampingkan bahwa saat ini dirinya tengah hamil besar. Kehamilan Viola saat ini memang memasuki usia delapan bulan. Waktu memang terasa bergerak dengan begitu cepatnya setelah Viola mengetahui kehamilannya. Bukan hanya waktu yang berubah, tetapi Viola juga berubah. Tubuhnya memang semakin membengkak di kehamilannya yang menginjak usia delapan bulan ini. Namun, Viola sendiri merasa jika dirinya terlihat lebih bersih dan terawat. Kulitnya bahkan terasa sangat halus, dan semua kapalan yang berada di tangannya sudah menghilang.

Tentu saja Viola sadar, jika ini tak terlepas dari bagaimana Gerald memperlakukannya. Setelah menikah dan mengetahui jika Viola hamil, Gerald benar-benar memanjakannya. Selain membelikan berbagai macam barang mewah yang sebenarnya tidak Viola inginkan, Gerald juga memberikan puluhan pelayan yang melayani Viola dengan patuh. Bahkan, sepertinya jika bisa, Gerald yang akan memandikan Viola, agar Viola sama sekali tidak bergerak. Gerald memang berjanji akan bersikap lebih lembut dan perhatian ke depannya, tetapi ini jelas terasa sangat berlebihan bagi Viola yang sebelumnya tumbuh dalam keluarga biasa saja yang dididik untuk menjadi pribadi yang mandiri. Viola menghela napas panjang dan membuat pelayan yang berbaris di dalam kamar utama kediaman Dalton segera menampilkan ekspresi cemas.

"Nyonya, apa ada yang salah?" tanya salah seorang dari mereka.

Viola mengernyitkan keningnya dan menggeleng. "Tidak ada. Ah, iya. Kapan Evelin akan datang?" tanya Viola yang memang menunggu kedatangan Evelin, sang dokter cantik yang menjadi dokter pribadi Viola.

"Dokter Evelin baru saja sampai Nyonya," jawab pelayan itu.

"Kalau begitu, aku ingin menemuinya," ucap Viola lalu melangkah dengan hati-hati diikuti oleh para pelayan.

Namun, karena merasa tidak perlu diawasi dan diikuti oleh para pelayan, setelah turun dari tangga Viola pun berbalik menghadap para pelayan dan berkata, "Kalian tidak perlu mengikutiku. Aku akan menemui Evelin sendiri."

Para pelayan pun saling berpandangan. Mereka pun pada akhirnya menuruti apa yang diminta oleh sang nyonya mengingat Bram juga datang bersama dengan Evelin. Karena itulah, mereka tidak perlu mencemaskan apa pun. Para pelayan undur diri dan membuat Viola segera melangkah menuju ruang bersantai. Namun, begitu tiba di sana, Viola melihat Evelin yang tengah berdebat dengan Bram. Setiap pemeriksaannya berlangsung, Gerald selalu berusaha untuk mendampingi Viola. Namun, hari ini Gerald tidak bisa meninggalkan pekerjaannya dan pada akhirnya mengirim Bram untuk memastikan konidsi sang nyonya muda yang tengah hamil tua itu. Viola pun memperhatikan apa yang tengah diperdebatkan oleh Evelin dan Bram yang masih belum menyadari kehadirannya.

"Tidak perlu bersikap seolah-olah kaupeduli padaku," ucap Evelin tajam.

"Ah, apakah kau merasa jika perkataanku tadi adalah bentuk kepedulianku padamu? Aku rasa, kau yang terlalu berlebihan. Aku sama sekali tidak merasa peduli padamu. Yang tadi hanyalah bentuk basa-basi dariku," sanggah Bram seakan-akan tidak mau kalah.

Evelin yang mendengar jawaban Bram tentu saja merasa sangat jengkel. Ia mengatupkan rahangnya yang terasa berkedut karena luapan kekesalannya. "Mulai saat ini, anggap saja kita ini orang asing. Jangan pernah menyapa atau melakukan basa-basi padaku. Atau akan kupukul wajah belagamu itu," ucap Evelin penuh peringatan.

Bram yang mendengarnya malah terkekeh penuh ejekan. "Kau yakin? Aku rasa, kau yang malah berusaha untuk berbasa-basi denganku," ucap Bram sengaja membuat Evelin semakin kesal padanya.

Viola yang melihat hal itu mau tidak mau menghela napas lelah. Ia memang tahu jika Evelin dan Bram selalu saja berselisih. Hal sepele saja sering kali membuat keduanya saling berdebat. Viola pun berniat untuk menginterupsi. Namun entah kenapa perutnya tiba-tiba terasa sangat sakit. Viola berusaha untuk mengatur napasnya dan menenangkan dirinya sendiri. Hanya saja itu semua tidak bisa membuat dirinya merasa lebih baik. Viola berusaha untuk meminta tolong pada Evelin dan Bram. Sayangnya tidak ada suara yang ke luar dari bibirnya. Pada akhirnya Viola memilih cara lain untuk membuat keduanya menyadari kehadirannya. Viola dengan sengaja menyenggol vas bunga hingga jatuh ke lantai. Sementara itu, Viola berusaha untuk menopang tubuhnya pada meja.

Evelin dan Bram segera menoleh ke sumber suara, keduanya terkejut saat melihat Viola yang tampak kepayahan menahan rasa sakit. "Viola—nyonya!!"

**

"Dafa, kenapa kau terus mengabaikanku seperti ini?!" teriak Farrah frustasi pada Dafa yang melangkah begitu saja melewati Farrah yang sudah menunggunya di depan pintu gerbang rumahnya.

Selama berbulan-bulan semenjak Dafa kembali ke Indonesia, Farrah sudah berusaha untuk menemui dan berbicara dengan Dafa. Tentu saja Farrah merasa rindu dengan kebersamaan mereka di masa lalu. Terlebih, kini sudah tidak ada lagi Ezra yang mengganggu kebersamaannya dengan Dafa. Namun, entah kenapa Dafa selalu menghindarinya. Bahkan, Dafa memperlakukan Farrah seolah-olah Farrah hanyalah angin lalu. Tentu saja hal itu membuat Farrah merasa sangat frustasi dibuatnya. Dafa pun pada akhirnya menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Farrah yang tentunya segera mendekat dengan penuh harap. Dafa pun berkata dengan dingin, "Jangan pernah berusaha untuk menemuiku lagi, Farrah."

Farrah yang mendengarnya tentu saja merasa sangat terkejut. "Ke, Kenapa kamu berkata seperti itu, Dafa? Mana mungkin aku—"

"Cukup, Farrah. Aku sudah muak berhadapan denganmu. Jadi, dengarkan apa yang sebelumnya sudah aku katakan. Jangan berusaha untuk menemuiku lagi, Farrah. Karena aku tidak yakin, apa aku bisa menahan diri untuk tidak memberikan pelajaran padamu," ucap Dafa lagi dengan suara dingin yang memotong ucapan Farrah.

Tentu saja Farrah bergetar oleh rasa takut yang merayapi hatinya. Tidak, Farrah tidak akan sanggup bila harus hidup dalam kebencian yang dialamatkan oleh Dafa. "Tidak, Dafa. Bagaimana mungkin kamu memutuskan hubungan kita seperti ini. Memangnya kesalahan seperti apa yang sudah aku lakukan hingga kamu membenciku sampai seperti ini?" tanya Farrah terlihat sangat tidak mengerti dengan tindakan yang diambil oleh Dafa.

Namun, Dafa yang lembut dan pengertian sama sekali tidak lagi terlihat. Dafa mengambil langkah dan mengikis jarak antara dirinya dan Farrah. Tentu saja, Farrah menantikan jawaban dari pertanyaan yang sebelumnya sudah ia ajukan. "Aku muak melihat wajahmu yang tidak merasa bersalah ini, Farrah. Apa kau pikir, aku tidak akan mengetahui apa yang sudah kau perbuat pada Viola?" bisik Dafa membuat Farrah seketika menegang.

Farrah menggigit bibirnya dengan kuat. Ia pikir, setelah bar Flo dicabut izin usahanya dan Flo dipenjara karena pasal berlapis, ia bisa bernapas lega karena kesepakatannya dengan Flo tentu saja tidak akan terbongkar. Benar, Farrah beberapa kali membuat kesepakatan dengan Flo, yang tentunya berkaitan dengan Viola. Kesepakatan yang jelas menunjukkan betapa Farrah ingin menghancurkan hidup Viola degan membuat gadis tidak bersalah itu berada dalam kubangan yang menjijikan. Farrah tergagap, dan Dafa pun mengambil langkah menjauh dari mantan sahabatnya itu. Dafa menatap dingin Farrah yang berusaha untuk membela diri. Dafa tidak mau mendengar apa pun lagi. Maka, ia pun berkata, "Pergilah. Ini akan menjadi pertemuan terakhir kita." Lalu Dafa pun berbalik dan meminta satpam rumahnya untuk mengusir Farrah yang menjerit meminta Dafa mendengarkan penjelasannya.




.

.

.

Jangan lupa tinggalkan jejak yaw

Gerald's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang