Dengan bermodalkan keberanian, akhirnya aku memilih untuk pergi. Memilih untuk mencari dunia baru, memilih untuk menyelesaikan cerita ini sendirian padahal aku tau persis jika cerita ini milik aku dan Raja, bukan milikku seorang. Bagaimana pun akhir dari cerita ini, aku tetap akan mengakhirinya tahun ini, seperti yang sudah aku tulisan pada bab awal dari cerita ini, aku tidak mau larut di sini dan berakhiran tidak bisa berjalan karena dibuat terpaku Raja dengan ceritanya.
Sebulan setelah pergi dan menghilang, kukira akan ada yang datang dan menjemput pulang. Nyatanya, tidak ada yang pernah benar-benar mencariku. Semua tampak biasa-biasa saja atau bahkan mungkin terlihat lebih baik setelah kepergianku. Sekarang aku hidup sebagai Danisha, bukan Alya. Jadi jangan panggil aku lagi dengan Alya. Karena aku bukan Alya.
Di dunia nyata, aku memang berada sedikit jauh dari gapaian orang-orang yang pernah kuberi kasih sayang sepenuhnya. Namun, dia dunia maya aku tetap hidup berdampingan dengan mereka. Hanya saja, mereka terlalu lalai menata hidup masing-masing hingga tidak menyadari bahwa orang hilang yang mereka sebar posternya dimana-mana itu ada di dekat mereka sendiri.
Aku sering memantau kehidupan Raja lewat akun instagram miliknya, bukan karena rindu tapi hanya karena ingin, bagaimana pun ia tetap sahabatku, kurasa aku berhak tau apa yang terjadi padanya, kulihat dia tetap bisa tersenyum merekah meski tanpaku, meski aku tidak bisa melakukannya tanpa dia di sampingku. Aku sering melihat-lihat akun twitter bang Agung, bacotan-bacotan khasnya tetap terkesan garing seperti biasanya padahal katanya ia merasa kehilang karena kepergianku, nyatanya semua tampak berjalan normal tanpa ada cela di dalamnya.
Aku tidak tau bagaimana kelanjutan hidup mama, papa, pun Rifky. Seperti sepakat untuk menutup diri, semua akun sosial milik mereka seolah tak lagi berempu. Aku tidak bisa menerima kabar terbaru dari masing-masing mereka. Mungkin ada sedikit rindu yang perlahan mencoba tumbuh, tapi semuanya berhasil kubunuh, sebab aku tak lagi ingin luluh. Aku ingin bahagia dengan menatap masa depan, bukan tersenyum dengan meraba kenangan.
Sekarang hidupku yang kukira akan berantakan tanpa Raja, nyatanya berjalan baik-baik saja. Aku tidak kenapa-kenapa, tidak ada lagi luka baru di hatiku, nyatanya, aku lebih baik sekarang.
Sekarang aku hidup di sebuah kota yang tidak begitu ramai, aku memutuskan untuk tinggal di sini karena rasanya sangat nyaman, pun strategis tatanannya. Sekarang aku kuliah di sebuah universitas yang ada di dekat tempatku mengontrak rumah, aku mengatur jadwal kuliah sedemikian rupa agar tepat jam enam sore aku bisa masuk kerja.
Aku bekerja sebagai seorang pegawai di sebuah swalayan maju yang ada di tengah kota. Setiap malam aku selalu sibuk dengan pekerjaanku dan paginya aku harus kembali berkutat dengan setiap materi yang disampaikan dosen. Terus berulang-ulang seperti itu setiap harinya.
Gajiku tidak besar, cukup untuk membayar kontrakan setiap bulannya juga sedikit sisannya bisa untuk kupakai jajan dan kutabung untuk membayar uang kuliah setiap semesternya.
Jika kalian bertanya bagaimana kabar asmaraku sekarang. Aku tidak tau jawabannya, sebab sekarang aku tidak lagi jatuh cinta, berteman sewajarnya dan berjalan sepantasnya. Tidak ada lagi harapan yang kutumbuhkan kepada seseorang yang mungkin saja menarik perhatianku. Aku memutuskan untuk menyelesaikan kisah ini terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali melangkah dengan kisah yang baru.
☆☆☆
"Pagi, bun!" Sapaku kepada bunda Sri, ia pemilik kontrakanku. Selain sebagai pemilik kontrakan, ia juga seorang penjual nasi uduk di depan gang kontrakan yang menjadi tempat langganganku sarapan setiap harinya, rasa nasi uduknya juara deh pokoknya. Disini juga bisa makan dulu baru bayar kemudian, makanya aku memilih warung kecil bunda Sri sebagai tempat sarapan langgananku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR CERITA [COMPLETED]✔
أدب المراهقينAku Alya. Orang yang hatinya terbuat dari baja. Berkali-kali jatuh dan patah. Tetapi perasaan terus saja membawa hatiku ke lembah yang sama. Tentang mencintai, cemburu, patah hati, bersabar, hingga mengiklaskan sudah pernah ku rasakan. Tapi kenapa...