23. hari bahagia

45 11 8
                                    

"Jangan bercanda, Ja!" Seruku usai terdiam beberapa saat setelah Raja memberitahuku sebuah kabar baik.

"Al! Apa bisa gue bercanda dalam hal sepenting ini?" Raja meraih jemariku. "Lo tau ini artinya apa?"

Aku menggeleng pelan. Otakku seperti tidak berfungsi sekarang. Bahkan untuk sekedar menerjemahkan rentetan arti dari setiap kejadian yang ada saja tidak mampu.

"Ini artinya kita bakalan bisa bersama, Al. Kita bakalan jadi sepasang kekasih dalam waktu dekat, seperti keinginan lo! Keinginan lo bakalan segera terwujud, Al." Seru Raja dengan mata berbinar.

Sulit untuk dipercaya. "Tapi, siapa yang mau mendonorkan jantungnya? Bukankah pendonor jantung itu nyaris tidak ada?"

Raja mengedikkan bahunya. "Gue juga nggak gau pasti dia siapa. Yang pasti, sekarang dia lagi koma di rumah sakit, berdasarkan prediksi dokter, umurnya udah nggak lama lagi karena penyakit di tubuhnya udah komplikasi." Raja memberi jeda. "Beberapa hari lalu dia sempat sadar, dan... dia bilang jika sebulan ke depan dia kembali koma dan tidak sadarkan diri, dia mengikhlaskan jantungnya untuk Naya."

Aku menganga, bahkan kenyataan selalu saja bertindak lebih dari sekedar apa yang ada di dalam bayangan. "Ja... ini mimpi!"

Raja tersenyum lebar. "Ini mimpi indah, Al!"

Setelahnya aku berhambur ke pelukan Raja yang langsung ia sambut dengan pelukan yang tak kalah hangat dari yang kuberikan. "Alya sayang Raja!" Lirihku.

"Raja lebih sayang Alya!" Sahutnya sembari mengusap-usap punggungku.

Jika sudah tidak ada hari esok bagi kami. Maka, aku tidak akan mempermasalahkannya lagi. Aku tidak akan lagi merayu Tuhan untuk menciptakan sebuah akhir yang bahagia. Karena bagiku, melihat seutas cahaya akan kebersamaanku dengan Raja saja sudah lebih dari sebuah kata bahagia.

☆☆☆

Setelah makan siang, aku dan... mungkin saja Raja juga sama sepertiku. Kami keluar dari tempat makan itu dengan senyuman merekah sempurna. Ada satu dari sejuta ingin yang sebentar lagi akan berwujud nyata. Raja menggenggam erat jemariku. Aku pun sama, bahkan sedetik pun aku tak ingin lepas dari genggamannya.

Sepanjang jalan, aku terus memeluk erat lengan Raja. Ia pun dengan senang hati membalasnya dengan sesekali mengusap punggung tanganku. Senyuman tak luput dari wajahku, pun dari wajahnya.

Sekarang kami sudah berada di sebuah mal. Kata Raja, ada sebuah film yang cocok untuk ditonton orang yang sedang kasmaran. Supaya kehidupan asmaranya jadi lebih manis.

Setelah membeli dua tiket serta pop corn dan minuman, Raja menghampiriku yang menunggunya di kursi panjang yang ada disana.

"Tumben lo suka film beginian!" Seruku saat kami berangsur masuk ke dalam bioskop, film akan dimulai beberapa saat lagi.

"Gue nggak suka sih!" Serunya santai.

"Terus? Kenapa pilih yang ini?"

"Karena lo!"

"Kok gue?"

"Kalau gue pilih film fantasi, gue nggak mau repot-repot gendong lo buat pulang!"

Aku terkekeh pelan mendengar jawaban Raja. Raja benar, jika ia tidak memilih film yang aku sukai, sudah pasti aku akan tertidur di dalam bioskop yang berujung akan merepotinya. "Masih hafal aja lo kebiasaan gue!"

"Jangan kebiasaan, helaian rambut lo aja gue hafal!"

Aku menahan tawa melihatnya. "Oh ya? Emang rambut gue ada berapa helai?"

Mata Raja memicing ke arah rambutku. "Tak terhingga, sama kayak cinta lo ke gue!"

Aku terkekeh mendengar jawabannya. "Sok tau lo!"

AKHIR CERITA [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang