GMD 1

909K 53.7K 20.1K
                                    

1| Menyandang status duda

Seorang wanita cantik yang sedang mengelusi perut buncitnya itu tersenyum sedih. Entah mengapa perasaannya tiba-tiba menjadi tidak tenang saat akan menjalani proses persalinan.

"Sakura."

Wanita itu menoleh kearah suaminya. Senyuman manis terpantri di wajahnya yang pucat.

"Mas Ardan," panggil Sakura.

Ardan mendudukkan tubuhnya disamping istrinya, dia mengelus pelan pipi sang istri.

"Kenapa hm?"

"Mas Ardan, nanti kalo anak kita lahir kamu harus menyayangi anak kita ya seperti kamu menyayangi kedua orangtua'mu."

Ardan mengernyit heran, "maksud kamu apa?"

Sakura menghapus air matanya yang entah kapan keluar, "perasaanku gak enak,"

Ardan menggenggam erat tangan sang istri guna meyakinkan bahwa tidak ada apapun yang akan terjadi.

"Semua akan baik-baik saja, okey."

Ardan menarik sakura kedalam pelukannya, tangis sakura semakin menjadi dalam pelukan Ardan. Isak tangis sakura memenuhi ruangan bersalin yang sepi. Ardan mengelus rambut sang istri dan membisikkan kalimat yang menenangkan.

"Argh!" Erang sakura saat merasakan sakit yang teramat di perutnya.

Ardan yang panik langsung memencet tombol yang berada di sebelah ranjang sakura.

Tidak lama seorang dokter dan perawat memasuki ruangan. Dengan gesit mereka menyiapkan alat-alat yang akan di gunakan untuk proses persalinan.

Ardan selalu setia menggenggam erat tangan sakura. Bibirnya juga mengecupi wajah sang istri.

"Argh, sakit banget mas," lirih Sakura.

"Sabar ya sayang, kamu pasti kuat." bisik Ardan. Matanya menatap sedih kearah Sakura. Walaupun Ardan belum memiliki perasaan cinta kepada istrinya, tetapi dia tidak tega jika melihat sang istri kesakitan seperti ini. Apa lagi ini demi sang buah hati mereka berdua.

"Aku ga kuat mas," Cengkraman ditangan Ardan semakin mengerat.

"Baik sudah bukaan 10, mari ibu ikuti instruksi dari saya untuk mengejan." Jelas dokter yang sudah dibawah tubuh sakura.

"1,2,3 mengejan Bu."

"Arghhh"

Ardan merasakan cengkraman di lengannya semakin erat dan berasa sakit, dia selalu membisikkan kata-kata penyemangat untuk istrinya dan memberikan kecupan-kecupan kecil.

"Terus Bu sedikit lagi."

"Arghhhhhuaaaa," nafas sakura mulai tersengal-sengal.

"Oeeek,,,,,Oeeek,,,," suara tangis bayi memenuhi ruang bersalin.

"Alhamdulillah, bayi nya laki-laki. Bayi nya normal ya pak Bu, jari tangan kanannya ada lima, kiri juga lima, jari kakinya juga lengkap. Kalo begitu bayinya biar di bersihkan dulu." Jelas sang dokter.

Ardan tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih kepada sakura dan selalu memberikan kecupan-kecupan sayang kepada sang istri.

Sakura menatap haru kearah suaminya, "mas jagain anak kita ya. Sayangi dia, cintai dia. Walaupun aku tau kamu gak pernah cinta sama aku tapi aku minta untuk yang terakhir kalinya, mohon cintai anak kita, aku ingin melihat dia bahagia. Selalu berikan kebahagiaan kepadanya." Ucap sakura dengan tersengal.

Ardan menggenggam erat tangan sakura, matanya sudah berkaca-kaca. Perasaan bersalah menggerogoti hati nya.

"Sakura maafkan aku yang belum bisa mencintaimu, aku janji mulai detik ini aku akan belajar mencintaimu." Ucap Ardan bersungguh-sungguh. Sakura menghapus air mata yang jatuh di pipi Ardan, lalu kepalanya menggeleng.

"Cukup cintai anak kita saja mas, kamu berhak bahagia, berhak menemukan orang yang benar-benar kamu cintai dan mencintaimu."

Ardan menggeleng, "Sakura--"

"Mas, aku ngantuk banget, aku tidur dulu ya, salam'in juga ke mama papa kalo aku sayang mereka, bilangin ke anak kita kalo aku benar-benar menyayangi dan mencintai dia, dan-- mas Ardan-- aku mencintaimu." Setelah mengatakan itu sakura langsung memejamkan matanya.

Ardan seketika panik, "Sakura, sayang bangun. Kamu gak boleh tidur, hei. Kamu belum liat baby kita loh, sakura. Dokter! Dokter!" Suara teriakan Ardan itu membuat dokter berlari kearah Ardan lalu mengecek keadaan sakura.

"Inalillahi'wainailaihi'rojiun. Istri bapak sudah mengembuskan napas terakhirnya."

Tubuh Ardan meluruh kelantai, semua tenaganya menguap begitu saja, kakinya bahkan seperti jelly.

Suara tangisan bayi semakin membuat suasana ruangan bersalin itu dipenuhi kesedihan, orang tua dan mertuanya juga ikut masuk dengan tangis yang tidak dapat dibendung lagi.

Tubuh besar Ardan ditepuk pelan, membuat lamun'nya buyar, "Kamu kuat sayang, ada anak kamu yang butuh kasih sayang, jangan terlalu larut dalam kesedihan."

Ardan langsung meraih bayi yang menangis di gendongan ibunya, dia menimang-nimang sang anak yang belum juga berhenti menangis.

"Hustt, sayang nya papa kok nangis terus sih. Laper ya, mau Mimi cucu." Kata Ardan dengan suara yang menirukan suara anak kecil.

"Dia selalu menolak kalau diberi susu formula, seperti nya kita harus mencari donor ASI untuk dia." ucap Saras, ibu Ardan, yang langsung diangguki sang anak.

"Biar nanti Ardan suruh bawahan Ardan untuk cari donor ASI mah."

Godaan Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang