GMD 6

392K 41.8K 3.6K
                                    

6| Mencari kesempatan dalam kesempitan

Helaan nafas panjang kembali dari Sang Matahari, nampaknya gadis itu sedang bosan.

Hari demi hari ia lewati tetapi tidak ada satupun hal yang bisa membuat gadis itu merasa bergairah.

Matahari bangkit dari ranjangnya lalu turun kelantai satu, dia menemukan sang ayah yang sedang asik mengurusi kucing peliharaannya, dan sang bunda sedang asik menonton dramanya.

Sungguh keluarga yang harmonis, ck,,ck!

"Eh anak gadis bunda turun juga dari singgasana'nya." sindir Jauti saat melihat putri bontotnya berjalan kearah-nya sambil menenteng toples berisi kripik.

Matahari berdecak pelan, lalu mengambil duduk disebelah bundanya dan ikut menonton.

"Bunda kok itu cowoknya jahat banget sih, masa udah punya istri dan anak masih selingkuh." ucap Matahari kesal, Jauti hanya diam dan tidak menyahuti ucapan anaknya.

"Ih kok ceweknya bodoh banget sih bun, udah tau diselingkuhin masih aja bertahan."

"Ih pelakor nya kok gak tau diri banget sih bun,"

Dan blablabla yang membuat Jauti benar-benar kesal mendengar ocehan anaknya.

"Duh kamu kok berisik banget sih ta? Orang nonton tinggal nonton kok komen Mulu itu mulut." ujar Jauti kesal. Matahari langsung terdiam saat Jauti mulai merasa kesal.

Didalam hatinya yang terdalam Matahari mencibir bundanya yang baperan.

Saat sedang asik menikmati kripik kesukaannya, bunyi bel yang memekakkan telinga terdengar di seluruh penjuru rumah.

"Bun ada tamu tuh." Ucap Matahari, matanya melirik sang bunda yang tidak bereaksi.

"Kamu aja sana yang buka, lagi seru tuh mau nangkap pelakor."

Matahari beranjak malas, langkah kakinya sampai didepan pintu dan membukanya. Matahari mengernyit heran menatap laki-laki didepannya ini.

Yang datang adalah Ardan, laki-laki yang mendapat donor ASI dari kakaknya. Omong-omong untuk apa Ardan datang kesini? Ini masih hari Rabu. Biasanya laki-laki itu akan datang hari Minggu pagi untuk mengambil stok ASI untuk anaknya.

"Selamat pagi." sapa Ardan, Matahari menatap Ardan bingung. Matahari sudah berada diatas kepala apa masih bisa dikatakan pagi?

"Selamat siang juga," balas Matahari. Ardan langsung mengerjap pelan lalu menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

"Selamat siang maksud saya." Ralat Ardan cepat.

"Mau ketemu kak Daisy ya pak? Kakak saya lagi gak ada di rumah pak, masih dirumah mertuanya. Kalo mau Dateng aja besok Jumat soalnya Sabtu baru balik hehe."

Ardan terkekeh pelan mendengar ucapan matahari. Ada-ada saja kelakuan gadis cantiknya itu.

"Saya kesini bukan untuk bertemu dengan Daisy, tapi saya kesini ingin bertemu kamu." ucap Ardan.

Matahari menunjuk dirinya sendiri, "Saya pak?" Tanya Matahari meyakinkan. Ardan langsung mengangguk.

"Ada apa pak?" Tanya matahari langsung. Soalnya dia agak gimana gitu saat berbicara berdua bersama lawan jenis yang sudah memiliki status.

"Ehm. Saya gak disuruh masuk dulu nih?"

Matahari menepuk dahinya pelan, dia lupa kalau masih berdiri didepan pintu. Dengan perasaan malu matahari mempersilahkan Ardan untuk masuk.

"Jadi adaapa bapak menemui saya?" tanya matahari langsung guna menyembunyikan perasaan gugupnya.

Ardan menarik nafasnya pelan guna menetralkan kegugupannya, "ehm. Saya datang kesini ingin menawarkan sesuatu untuk kamu."

"Menawarkan apa?"

Ardan langsung menatap intens matahari. Tatapan yang membuat Sang Matahari menjadi salah tingkah.

Eh apaan sih, ingat matahari bahwa laki-laki tampan didepan mu ini sudah memiliki anak dan istri.
Matahari langsung menyadarkan dirinya agar tidak ikut terlarut lebih dalam.

"Apakah kamu mau menjadi pengasuh anak saya?" tanya Ardan, percaya lah bahwa saat ini Ardan tengah dilanda kegugupan. Tangannya sampai berkeringat dingin.

Menawarkan pekerjaan kepada Matahari-nya lebih mendebarkan dari pada menawarkan tender kepada investor besar.

Matahari tercengang. Untuk beberapa saat dia langsung tersadar.

"Hah, bapak bercanda?" ucap Matahari sambil tertawa garing. Ardan yang melihat ketidak seriusan matahari langsung berubah menjadi serius.

"Saya sedang tidak bercanda Matahari, saya benar-benar menginginkan kamu berkerja sama saya." mata Ardan menajam kearah Matahari, saat ini hanya keseriusan lah yang menguar dimatanya. Ia ingin meyakinkan Matahari-nya bahwa dia benar-benar serius.

"Kerja apa?" tanya matahari pelan. Dia tidak sanggup berlama-lama mendapatkan tatapan tajam dari Ardan.

"Menjadi baby sister anak saya." Matahari langsung membulatkan matanya.

"Pak, saya gak bisa ngurus anak kecil." Protes matahari. Gila saja, suka sama anak kecil aja enggak ini malah suruh ngurus anak kecil.

"Jangan bohong matahari, saya pernah melihat kamu mengurusi dan memperhatikan bayi yang ada di gendongan kamu saat dirumah sakit."

Matahari mencebik pelan, "itu mah keponakan saya pak."

"Sama saja."

"Ya beda lah, kalo keponakan saya nakal masih bisa dipukul, kalo gemes bisa di cium di gigit, lah anak orang? Kalo nakal gak bisa di apa-apa in."

"Kamu mau mukul anak saya?"

"Ya enggak lah pak! Itukan perumpamaan aja. Emang bapak redho kalo anaknya saya pukul? Enggak kan!"

Matahari benar-benar dibuat kesal oleh laki-laki dihadapannya ini. Sudah datang tidak diundang, datang-datang membawa kabar mengejutkan dan sekarang membuat kesal orang.

"Jadi kamu mau atau tidak?" tanya Ardan memastikan.

"Ya enggak lah!" jawab matahari cepat. Tingkahnya saja masih seperti anak bayi, masa disuruh mengurusi anak bayi sih. Yang benar saja.

"Seperti nya kamu yakin sekali,"

"Yak--"

"Saya akan memberikan kamu waktu untuk menjawabnya, jangan terlalu buru-buru. Kalau begitu saya pamit ya Matahari, salam untuk kedua orangtua mu."

Ardan langsung bangkit dan berjalan cepat keluar rumah. Dia tidak sanggup jika harus menerima lagi penolakan Matahari.

Godaan Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang