GMD 9

332K 36.4K 749
                                    

9| Memikirkan tawaran Ardan 2


Oiya, ia teringat kepada ibunya bayi kecil ini. Kemana dia saat anaknya menangis dan kelaparan seperti ini.

...

"Maaf bi, kalo boleh tau mama nya kemana? Anaknya nangis seperti ini kok dibiarin." tanya Matahari sewot.

Bi inem dan beberapa pelayanan disampingnya menunduk. Matahari mengernyit heran.

"Anu non, nyo-nyonya meninggal saat melahirkan tuan muda," jawab bi inem. Matahari terkejut, lalu segera minta maaf.

"Maaf bi, saya gak tau." ucap Matahari merasa tidak enak. Bi inem mengangguk, laku ia dan pelayan izin undur diri untuk menyiapkan makan siang. Matahari hanya bisa mengangguk pasrah.

Matanya kembali menatap bayi kecil didepannya. Ada pancaran kesedihan Dimata cantiknya.

"Nasib mu malang sekali sayang, kamu belum diberikan kesempatan untuk merasakan kasih sayang ibu kandung mu." Ucap Matahari pelan. Tangannya membelai lembut pipi dan alis sang bayi.

Matahari melepas botol susu yang sudah habis lalu berjalan kearah kasur hendak meletakkan bayi itu, tetapi seperti enggan di pindahkan sang bayi langsung merengek pelan, dengan sigap Matahari langsung kembali menimang sang bayi.

Sekitar setengah jam Matahari menimang-nimang sang bayi, ia kembali berjalan kearah kasur. Meletakkan bayi yang ada dalam gendongannya pelan. Sesaat Matahari terdiam dalam posisi nya yang sedang membungkuk, saat dirasa aman karena bayi itu tidak memberikan gerakan Matahari dengan perlahan-lahan mencoba menegakkan tubuhnya.

Ah! Tubuhnya sangat pegal. Menggendong dan menimang bayi ternyata cukup melelahkan. Saat Matahari hendak berbalik meninggalkan kamar, bayi itu bergerak gelisah dan hendak menangis. Matahari dengan cepat menghampiri bayi itu dan menepuk-nepuk pahanya pelan.

"Shutt..cup..cup..cup.."

Matahari merebahkan tubuhnya disamping sang bayi lalu tangannya kembali menepuk-nepuk paha bayi itu pelan. Merasa bayi itu belum tenang Dibawanya bayi itu kepelukannya lalu Matahari kembali bergumam pelan.

"Shut,, bobo ya sayang."

Matahari ikut memejamkan matanya saat bayi itu kembali tenang. Lalu tak lama kemudian Matahari ikut masuk kedalam mimpi bersama bayi kecil yang ada di pelukannya.

🌻🌻🌻

Ardan memijat pelipisnya pelan, kepalanya terasa sangat sakit. Pekerjaan nya yang menumpuk dan tidak bisa ditinggalkan dan
Harus merelakan kedua orangtuanya pergi keluar negeri sehingga mau tak mau ia harus mengikhlaskan sang anak tercintanya diurus oleh pengasuh barunya.

Rasa tak rela dan tidak percaya selalu berkobar dihati Ardan. Sebenarnya Ardan belum bisa percaya kepada para pengasuh anaknya, tetapi tidak ada pilihan lain.

Ardan jadi teringat oleh pertengkaran nya bersama kedua orang tuanya kemarin.

"Papa sama Mama harus pergi ke Sidney besok." ucapan sang papa langsung membuat Ardan terkejut.

"Kok mendadak gitu sih," sahut Ardan.

Farhan yang mendengar ada nada tidak enak dari anaknya hanya mampu menghela nafas.

"Papa juga gak tau, perusahaan papa yang ada di sana mengalami penurunan drastis yang dapat menyebabkan kebangkrutan. Jadi mau tidak mau papa harus kesana secepatnya."

Ardan menghela nafas berat. Kepalanya ia sandarkan kepada sandaran kursi. Kepalanya benar-benar ingin pecah.

"Emang papa gak bisa ngurus sendiri? Mama dirumah aja ngurus anak Ardan."

"Gak bisa gitu! Mama harus ikut sama papa. Kemungkinan besar papa bakal lama disana. Dan papa gak bisa kalau mama gak ikut."

"Terus anak Ardan diurus siapa pah? Papa jangan egois gitu dong. Udah tua juga."

"Kamu itu pinter Ardan, jaman sekarang nyari pengasuh itu gampang. Kamu tinggal nyari pengasuh aja udah kelar."

"Ardan gak percaya sama pengasuh!" Suara Ardan naik satu oktaf.

"Kalo gitu kamu cari istri, biar ada yang ngurus kamu dan anak kamu." ucap Farhan tenang, dia cukup bisa menguasai emosinya.

"Papa kira nyari istri gampang! Apalagi istrinya Ardan baru meninggalkan kita beberapa bulan lalu, mau dikata apa Ardan sama orang!" jawab Ardan sinis.

Farhan menaikkan sebelah alisnya, "sejak kapan kamu perduli omongan orang," cibir Farhan.

Ardan menghela nafas kasar. Kepalanya saat ini benar-benar terasa sangat sakit.

"Pokoknya mama dirumah!" Ucap Ardan final.

Miranda yang sedari tadi diam melihat perdebatan panjang anak dan suaminya langsung membuka suara.

"Gak bisa Ardan. Papa perlu bantuan mama disana," ucap Miranda lembut. Tangannya membelai rambut anaknya dengan sayang.

"Mama sudah Carikan pengasuh buat cucu mama, kamu tenang aja walaupun mereka baru mereka tetap diawasi oleh Bi inem. Kalau kamu lupa rumah ini juga tersedia cctv yang bisa setiap saat kamu pantau." lanjut Miranda.

Ardan melihat Mama nya dengan raut datar, "mah."

Miranda langsung memeluk tubuh Ardan. "Kamu tenang aja ya, kalau perusahaannya sudah dapat ditangani oleh Jimy dan papa kamu, mama akan segera pulang."

...

Godaan Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang